APAKAH keserakahan Mempunyai tepi? Kalau Eksis, di mana batas itu? Bukankah keserakahan memang tak berujung? Layaknya fatamorgana, keserakahan yang didorong keinginan itu seperti tujuan yang kelihatan, tapi begitu didekati ia hilang.
Keserakahan sering dikatakan sebagai penyebab Istimewa penyakit ekologi dan sosial kita. Keserakahan memotivasi Pendayagunaan berlebihan dan merugikan planet ini. Dengan demikian, ia mengancam keberadaan banyak spesies, termasuk Insan sendiri.
Keserakahan menyebabkan kesenjangan ekonomi yang berlebihan dan penyakit sosial yang terkait dengan kesenjangan tersebut. Tentu saja, keserakahan Tak hanya Tak baik bagi biosfer atau masyarakat, tapi juga Tak baik bagi jiwa. Wajar kiranya bila keserakahan itu mendapat tempat dalam daftar tujuh dosa sosial yang mematikan versi Gandi.
Psikolog sosial Erich Fromm mengatakan, “Keserakahan adalah jurang tak berdasar yang melelahkan orang dalam upaya tiada henti Kepada memenuhi kebutuhannya tanpa pernah mencapai kepuasan.”
Apakah memagari laut dalam pengertian harfiah suatu keserakahan? Saya Tak Bisa menilai. Tetapi, yang Niscaya, Eksis hak orang kecil yang dirampas dari tindakan memagari laut itu. Para nelayan yang bertahun-tahun menggantungkan hidup mereka di Distrik itu Tak Bisa mengambil ceruk rezeki setelah pemagaran laut itu.
Kalau sudah seperti itu, apakah bukan keserakahan namanya? Para nelayan yang marah Tak punya kosakata lain selain dari menyebutnya ‘serakah’. Hak mereka Kepada menangkap ikan dibegal sang pemagar, atau yang menyuruh pemagar. Mereka, pemagar atau yang menyuruh Kepada memagari laut itu, sudah Niscaya Mempunyai modal lumayan besar.
Fakta itulah yang kini ramai, Bagus ramai di media sosial maupun riuh di media-media ‘Formal’. Peristiwanya terjadi di Kabupaten Tangerang, Banten. Eksis laut yang dipagar secara ilegal sepanjang 30,16 kilometer. Pagar-pagar dari bambu dan besi itu terlihat Jernih dan membentang jauh. Video dan foto-fotonya sudah berseliweran di mana-mana.
Anehnya, para pemangku kepentingan Tak Mengerti, siapa pemagar dan sosok yang menyuruh pemagaran laut itu. Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Nusron Wahid menyatakan, “Wah, saya Tak Mengerti,” Demi ditanya wartawan. Menko Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono setali tiga Dana. “Saya akan cek dulu,” ujarnya.
Seorang Kolega yang heran Berbicara, “Perkara pagar laut ini saya gagal paham. Hanya gerobak pasir masuk gang sempit permukiman di Jakarta saja, Satpol PP Mengerti Eksis Kaum sedang memperbaiki atau mendirikan bangunan baru. Apakah iya penjaga kedaulatan laut kita, khususnya yang acap kali mondar-mandir di Teluk Jakarta, hilang penglihatan atau mungkin rabun pada lintasan yang sudah menahun didirikan atau telah mengular pagar laut itu? Apa kata dunia?”
Saya merasakan keheranan serupa. Bagi saya, agak sulit diterima Pikiran bahwa negara yang punya tugas besar ‘melindungi segenap tumpah darah Indonesia’ terlewat mengawasi Distrik yang Sekadar berjarak ‘sepelemparan batu’ dari pusat-pusat kekuasaan negara. Eksis ribuan nelayan kehilangan hak memburu ikan di laut yang sebenarnya dibebaskan bagi pencari ikan itu.
Untunglah kasus itu viral. Kini, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pun mulai tergerak Kepada menghentikan kegiatan pemagaran laut ilegal itu. Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Pung Nugroho Saksono mengatakan pihaknya menghentikan kegiatan pemagaran karena diduga pemagaran itu Tak Mempunyai izin dasar kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut (KKPRL).
Selain itu, area yang dipagar berada di dalam Area perikanan tangkap dan Area pengelolaan Daya yang menimbulkan kerugian bagi nelayan dan berpotensi merusak ekosistem pesisir. Pung menyampaikan kegiatan pemanfaatan ruang laut yang Tak Mempunyai izin dasar dan berpotensi merusak keanekaragaman Hidup serta menyebabkan perubahan fungsi ruang laut seperti pemagaran laut ini mesti dihentikan.
Kini, perkaranya kian Jernih. Kalau pemerintah serius, setelah menyegel pagar, segera usut dan tangkap orang-orang yang memagari dan menyuruh memagari laut sepanjang 30,16 km itu. Jangan hanya menyegel dan mencabut pagar laut, tetapi minta pelaku yang mencabut sendiri dan memberi mereka Denda pidana. Negara jangan kalah oleh mereka yang serakah.