Antara Yogyakarta dan Istanbul(Kado 70 Tahun Prof Dr HM Amin Abdullah)

Antara Yogyakarta dan Istanbul(Kado 70 Tahun Prof Dr HM Amin Abdullah)
Budy Sugandi Ketua Standar Indonesian Council of Youth Development (ICYD), Wakil Rois Syuriah PCINU Tiongkok, menyelesaikan PhD dari Southwest(Dok. Pribadi)

TAHUN 2006 pertama kali saya menginjakkan kaki di Yogyakarta. Kota itu menjadi magnet bagi mereka yang Kehausan akan ilmu pengetahuan. Yogyakarta juga semakin istimewa dengan kekayaan budaya, keindahan alam, dan (terutama) keramahtamahan masyarakatnya. Apalagi, pada 2006-2010-an Begitu saya menempuh S-1, Begitu Yogyakarta belum banyak terkontaminasi dengan kaum ‘borjuis’, tetapi dipenuhi dengan kaum warung ‘burjo’ dan intelektual.

 

Yogyakarta

Saya diterima di kampus perjuangan UIN Sunan Kalijaga, Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Sains dan Teknologi, melalui jalur bibit unggul (BU) atau menggunakan rapor. Begitu itu, yang menjadi rektor ialah Prof Dr HM Amin Abdullah. Inilah pertama kali saya mendengar nama beliau. Dalam Lembaga Percakapan kami para mahasiswa, nama Prof Amin, begitu kami akrab memanggil beliau, menjadi salah satu nama yang sering di-mention. Banyak yang mengidolakan kedalaman ilmu dan sepak terjangnya.

Pemikirannya yang genuine agar kita Bisa membedakan antara ‘Islam’ dan ‘pemikiran keislaman’, ilmu yang borderless, serta integrasi dan interkoneksi menjadi Tanda khas khas khazanah pemikirannya yang menyebar menjadi topik perbincangan para mahasiswa di seluruh Indonesia, terutama mahasiswa UIN/IAIN/STAIN Berkualitas di warung kopi, angkringan, kelas, maupun di seminar.

Dalam satu kesempatan Begitu Tetap mahasiswa, saya pernah mengikuti acara dengan beliau menjadi keynote speaker. Setelah menyimak materi yang disampaikan, saya semakin mengagumi pemikiran, gaya menyampaikan, dan humor-humor berkelasnya. Bagi saya, Prof Amin ialah filsuf, ilmuwan, Ahli hermeneutika, dan cendekiawan muslim.

Konsep integrasi-interkoneksi keilmuan yang pada waktu itu membuka mata kami bahwa keilmuan itu Enggak linear dan terkotak-kotak. Dunia sains, sosial, dan humaniora sangat Bisa diintegrasikan. Enggak berhenti di teori, Prof Amin mengimplementasikan pemikirannya dengan menjadi bagian kunci dalam mengawal transformasi IAIN menjadi UIN Sunan Kalijaga serta membuka fakultas baru, Adalah Fakultas Sains dan Teknologi.

Prof Amin lahir di Pati, Jawa Tengah, 28 Juli 1953, menempuh pendidikan di Pesantren Gontor, menyelesaikan sarjana pendidikan Keyakinan (SPA) di IAIN Sunan Kalijaga, S-2 dan S-3 di Middle East Technical University (METU) Ankara, Turki, dengan disertasi berjudul The Idea of Universality of Ethical Norms in Ghazali and Kant, Lewat mendapatkan postdoctoral fellowship di McGill University Kanada.

 

Integrasi-interkoneksi dan tantangan Era

Sebagai negara berpenduduk mayoritas muslim, Indonesia Mempunyai peran dan tanggung jawab dalam menampilkan Paras Islam yang rahmatan lil alamin. Enggak hanya Buat menjaga toleransi di Indonesia itu sendiri, tetapi lebih jauh Indonesia juga harus menjadi kiblat ketika dunia Mau Menonton nilai ajaran Islam karena Apabila kita lihat, negara Timur Tengah yang selama ini dianggap basis dan tempat lahirnya Islam Enggak Bisa mempresentasikan nilai luhur keislaman mereka itu sendiri.

Cek Artikel:  Jalan Terjal Menuju Kedaulatan Siber

Dalam satu kesempatan Prof Amin pernah menyampaikan, “Keyakinan harusnya membahagiakan. Apabila Keyakinan Enggak membahagiakan, kemungkinan Terdapat sesuatu yang salah dalam kita beragama. Begitu ini Keyakinan terasa Enggak membahagiakan.” Ajaran Islam dipahami hanya secara tekstual, monoton, dan Spesial yang berakibat pada kejumudan berpikir. Itu salah satu Elemen Esensial mengapa negara Islam dan berpenduduk mayoritas muslim mengalami stagnasi, bahkan tertinggal.

Nah, pemikiran Prof Amin berupa integrasi-interkoneksi keilmuan yang kemudian beliau kembangkan lebih tinggi menjadi multidisiplin, interdisiplin, dan transdisiplin. Menjadi corak Rekanan antara disiplin ilmu keagamaan dan disiplin ilmu alam, sosial, dan humaniora di era modern dan pascamodern ialah saling menembus (semipermeable), keterujian intersubjektif (intersubjective testability), dan imajinasi kreatif (creative imagination).

Pemikiran tersebut beliau tuangkan ke dalam Kitab berjudul Multidisiplin, Interdisiplin, dan Transdisiplin: Metode Studi Keyakinan & Studi Islam di Era Kontemporer (IB Pustaka, 2020). Merupakan ‘jalan kedua’ dari paradigma integrasi-interkoneksi keilmuan. Kitab itu memberikan ‘world view keagamaan (Islam) yang baru’ sebagai bekal menghadapi era perubahan sosial yang Segera.

Sebuah budaya berpikir baru yang secara Independen Bisa mendialogkan sisi subjektif, Rasional, dan intersubjektif dari kelimuan dan keberagamaan menjadi Niscaya dalam kehidupan multireligi-multikultural, dan terlebih di era multikritis yang melibatkan sains, kesehatan, sosial, budaya, Keyakinan, politik, dan ekonomi sebagai akibat dari pandemi covid-19.

Prof Amin termasuk satu dari sebagian kecil pemikir besar yang, meskipun diamanahkan banyak jabatan, tetap produktif menulis. Banyak karya Berkualitas Kitab maupun artikel jurnal yang kini menjadi rujukan Esensial terutama dalam bidang filsafat Islam. Beberapa posisi sentral pernah beliau emban, di antaranya Direktur Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga, Rektor UIN Sunan Kalijaga selama dua periode (2002-2010), Staf Spesialis Menteri Keyakinan Bidang Pendidikan (2012-2015), Personil Majelis Pendidikan Kemenristek-Dikti (2016-2020), serta Wakil Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah (2000-2005). Begitu ini, ia Tetap dimanahkan sebagai Ketua Komisi Kebudayaan AIPI, Personil Parampara Praja Gubernur DIY, dan Personil Dewan Pengarah BPIP RI.

Jihad pendidikan dengan jalur mengajar di kampus dan menulis menjadi pilihan hidupnya. Kampus menjadi lokomotif Esensial dalam mendidik kader masa depan bangsa. Berhasil sekali mereka yang pernah diampu secara langsung oleh Prof Amin. Setelah lulus dari UIN mereka kembali ke kampung halaman dan menyebar ke pelosok negeri.

Cek Artikel:  UNESCO Dunia Geopark sebagai Pendorong Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia

Integrasi-interkoneksi keilmuan membuka Akal bahwa beragama itu Enggak hanya tentang halal-haram dan kehidupan juga Enggak hanya hitam-putih dan Betul-salah. Lebih jauh bagi alumnus saintek seperti saya, memberikan pemahaman bahwa dimensi keilmuan sains, teknologi, sosial, dan humaniora itu saling membutuhkan dan Mempunyai kaitan erat satu sama lain seperti jaring Untung-Untung. Tentu bukan berarti Enggak Mempunyai spesialiasasi, melainkan Mempunyai spesialisasi dengan tambahan multipengetahuan.

Keunikan yang khas dari Prof Amin, selain pemikirannya yang genuine dan melampaui zamannya, ialah Langkah penyampaian yang lugas dengan artikulasi yang khas dan pembawaan yang karismatik. Banyak yang terpukau ketika beliau di atas podium. Juga Elemen Yogyakarta sebagai ‘pilihan kawasan’ menjadikan pemikiran Prof Amin autentik terhindar dari ‘polusi ibu kota’ yang penuh dengan intrik politik.

Setelah lulus S-1 pada 2010 dari Fakultas Saintek UIN Yogyakarta, saya termasuk salah satu yang memanen buah dari konsep integrasi-interkoneksi Prof Amin. Sebagai alumnus saintek yang belajar ilmu eksakta di UIN yang notabenenya kampus Islam, awalnya saya gamang.

Timbul pertanyaan dalam diri, apakah Bisa saya melanjutkan sekolah lebih tinggi? Apakah Bisa saya Bertanding di dunia kerja dan yang paling Krusial apakah Bisa saya memanfaatkan ilmu yang dipelajari?

Jawaban itu terjawab ketika saya melanjutkan studi master ke Marmara University Istanbul, Turki, dan Technische Universitat Braunschweig, Jerman, serta doktoral di Southwest University, Tiongkok. Termasuk Begitu meniti karier hingga hari ini di Jakarta. Secara praktis saya menyimpulkan bahwa alumnus UIN Mempunyai kesempatan yang sama dengan alumnus kampus lain, bahkan Apabila mau berjuang lebih, kesempatannya Bisa lebih besar.

 

Istanbul

Asa ialah doa. Saya mendapat wasilah dengan meneladani sang guru. Pada 2012 saya mendapatkan kesempatan Buat belajar ke negeri tempat Prof Amin menempuh master. Begitu berkunjung ke kediaman, saya merasa terhormat sebagai mahasiswa yang baru lulus S-1 dan beliau merupakan mantan rektor dua periode yang sangat berprestasi dan dikagumi, bahkan salah satu gedung (gedung multi-purpose) di UIN Sunan Kalijaga diberi nama Gedung Prof Dr HM Amin Abdullah. Sesampainya di kediaman, saya disambut hangat Prof Amin dan dikenalkan kepada keluarga beliau yang sangat ramah. Setelah meminta saran, doa, dan petuah beliau, saya Izin dengan membawa spirit nawaitu belajar dengan serius ke Turki.

Cek Artikel:  Janji Pemilu Kepada Gizi Bangsa

Lamban Enggak terhubung, pada 2014 Prof Amin Terdapat acara ke Turki (Ankara dan Istanbul) Serempak rombongan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI). Terdapat Prof Toeti H Rooseno (almarhum) dan Prof Musdah Mulia. AIPI sedang studi banding dan melakukan kerja sama akademik dan kebudayaan dengan kampus-kampus di Turki, salah satunya dengan Fakultas Ilahiyat Marmara University Istanbul Turki. Saya ikut mendampingi Begitu Berjumpa dengan Dekan Fakultas Ilahiyat Prof Dr Ali Kose beserta jajarannya.

Selepas studi banding, saya mengajak Prof Amin dan rombongan berkeliling ke beberapa tempat wisata seperti Blue Mosque dan Grand Bazar dan naik feri vapur melewati Selat Bosphorus yang indah. Saya sangat ingat momen itu. Momen saya mendengarkan ilmu dan pesan bijak bestari dari para guru. Bahkan, Cocok di hari ulang tahunku 16 Juni 2014, Prof Toeti mempersembahkan petikan piano spesial Buat saya. Itu berkat bisikan Prof Amin ke beliau bahwa hari itu ialah hari ulang tahunku.

Terakhir saya Berjumpa dengan beliau sebelum pandemi, tepatnya 2020. Di lobi salah satu hotel di Jakarta, saya kembali mendengar Petunjuk-Petunjuk beliau dan Percakapan seputar perkembangan diskursus masyarakat Begitu ini, fenomena Mendunia, dan peran milenial.

Prof Amin yang saya temui terakhir (2020) rasanya Tetap sama dengan Prof Amin yang saya temui pertama kali pada 2006. Mungkin hanya Rona rambutnya yang berbeda, kata beliau Sembari guyon, “Saya wes tuo dan rambutku wes putih,” kemudian kami sama-sama tertawa. Beliau sosok yang cerdas, karismatik, dan ktitis, tetapi tetap mau mendengarkan pendapat orang lain meskipun itu dari mahasiswanya seperti saya al fakir ini.

Saya rasa Enggak berlebihan dengan membaca tumpukan karya pemikiran, sepak terjang, dan testimoni para tokoh, bahwa selain disebut filsuf, ilmuwan, Ahli hermeneutika, dan cendekiawan muslim, Prof Amin Layak disemati status sebagai guru bangsa. Selamat ulang tahun yang ke-70 Prof Dr HM Amin Abdullah. Semoga senantiasa sehat dan menjadi figur teladan!

***

Tulisan ini merupakan bagian dari Kitab 70 Tahun M Amin Abdullah Pemikir, Guru, dan Pemimpin, Laksbang Akademika, Yogyakarta (2023).

Mungkin Anda Menyukai