MARAH sesuatu yang manusiawi. Lazim dalam diri Insan. Mulai bayi Tamat aki-aki nini-nini, Bagus Lelaki maupun Perempuan, rakyat Lazim atau para pengampu kuasa Niscaya pernah marah. Yang Kagak Lazim ialah Apabila suka marah-marah, menjadi pemarah.
Sekali-kali marah boleh. Apalagi bagi seorang pemimpin, kalangan pejabat. Marah diperlukan ketika mendapati ketidakberesan. Bahkan, kalau Terdapat penyimpangan Tenang-Tenang saja, membiarkannya, jiwa kepemimpinannya patut dipertanyakan. Tetapi, gampang marah, marah-marah tanpa Dalih yang berbobot, jangan.
Ihwal marah-marah itu kembali menjadi atensi hari-hari ini. Yang menjadi sorotan ialah Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendikti-Saintek) Satryo Soemantri Brodjonegoro. Dia didemo ratusan anak buahnya karena dinilai pemarah, arogan. Kantor Kemendikti-Saintek menjadi arena unjuk rasa, Senin (20/1), menentang Satryo.
Satryo dilawan jajarannya karena disebut melakukan pemecatan sepihak terhadap Neni Herlina. Neni, Pranata Humas Ahli Muda yang juga merangkap Pj Rumah Tangga di Kemendikti-Saintek, mengaku diperlakukan sewenang-wenang oleh Pak Menteri. Dia dipecat di depan para pegawai dan anak-anak magang.
Ancaman pemecatan bahkan sudah diterima Neni sejak 30 Oktober 2024. Musababnya kala itu sepele, yakni soal penggantian meja di ruang kerja menteri. Persoalan wi-fi pernah pula berujung kata pecat. Kata Neni, tak Lamban setelah menjabat, Satryo meminta rumah dinasnya segera dipasang wi-fi, tapi pihak vendor mengerjakannya Tamat malam. Neni pun jadi samsak kemarahan. Dia diancam dipecat lewat Whatsapp.
Pak Menteri juga disebut pemarah. Pun sang istri, Silvia Ratnawati Brodjonegoro, yang dikatakan suka ngatur-ngatur dan bicara kasar. Rekaman yang diduga Bunyi Satryo marah-marah hanya gegara air di rumah dinasnya Wafat mengindikasikan attitude itu. Korbannya seseorang dari vendor di kementerian. Terdengar sesuatu yang dilempar atau dibanting dalam rekaman itu. Bahkan, Satryo disebut main fisik.
Buat pegawai Kemendikti-Saintek, bos mereka sudah keterlaluan. Karena itu, demo digelar yang dari rekaman kejadian memperlihatkan mereka geram bukan kepalang. Kata ‘Musuh’ diteriakkan. Spanduk bertuliskan kalimat superpedas dibentangkan. ‘Pak Presiden, Selamatkan Kami dari Menteri Pemarah, Suka Main Tampar dan Pecat’, ‘Kami ASN, Dibayar oleh Negara, Bekerja Buat Negara, bukan Babu Keluarga’, dan ‘Institusi Negara bukan Perusahaan Pribadi Satryo dan Istri’.
Benarkah Menteri Satryo pemarah, arogan, sewenang-wenang? Dia membantah mentah-mentah. Dia mengeklaim Kagak pernah marah-marah, apalagi melakukan kekerasan terhadap pegawai. Dia juga menyangkal bahwa dirinya yang marah-marah dalam voice note lantaran air Wafat.
Satryo Bahkan melawan balik anak buahnya yang berunjuk rasa. Kata dia, demonstrasi terjadi karena Terdapat pihak yang menolak dimutasi. Dia bilang, kementerian sedang melakukan mutasi dan rotasi besar-besaran.
Siapa yang Betul, Pak Menteri atau para pegawai? Marilah kita bicara logika. Bodoh betul Neni mengumbar sifat-sifat Kagak baik Satryo Apabila Sekalian itu karangan semata. Kurang ajar nian dia memfitnah bosnya kalau apa yang diungkapkan bukanlah Fakta. Juga, naif Betul para pegawai terang-terangan melawan atasan, mempertontonkannya ke publik, Apabila sekadar urusan mutasi, rotasi, promosi, demosi.
Kalau masalahnya memang perombakan demi perbaikan organisasi, kementerian semestinya pantang berhenti. Bukan kemudian malah menyerah dengan tetap mempertahankan Neni, Kagak jadi memindahkan, atau memecatnya. Kalau Rapi, kenapa risih, Pak Menteri? Itu logikanya, setidaknya logika saya.
Mengendalikan amarah ialah keniscayaan bagi tiap orang, apalagi pejabat, pemimpin, pemegang kekuasaan. Tetapi, banyak Teladan pemimpin negeri ini yang suka marah-marah. Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, misalnya. Mantan Menteri Sosial Tri Rismaharini, umpamanya. Dulu, eks Gubernur Jakarta Ali Sadikin juga dikenal temperamental.
Dulu sekali, Terdapat pula Amir Syarifuddin yang di awal kemerdekaan menjabat perdana menteri merangkap menteri pertahanan. Di mata koleganya, Bung Hatta, Amir ialah pemimpin yang sangat sulit dianalisis sifat-sifatnya dan suka marah-marah. Sifat gampang marah itulah yang kerap dimanfaatkan Kolega-Kolega Amir dari Golongan PKI.
Penelitian Carnegie Mellon University, AS, menunjukkan marah dengan kadar yang pas Bisa meningkatkan Kategori darah ke otak serta memperbaiki kerja jantung dan hormon. Tetapi, marah kelewat batas, Melampaui Dosis, menjadi pemarah, tak hanya Kagak baik bagi kesehatan tubuh, tapi juga pertanda Terdapat gangguan jiwa.
Kemendikti-Saintek boleh saja menganggap kekisruhan antara Pak Menteri dan pegawai sudah selesai dengan dilakukan rekonsiliasi. Damai memang indah. Tetapi, bagi sebagian publik, termasuk saya, perkara itu tak cukup berakhir di situ. Mesti ditindaklanjuti, dibuat transparan, terang benderang. Harus dipastikan apakah Menteri Satryo memang suka marah-marah, arogan, bertangan besi. Perlu dibuktikan apakah yang marah-marah di rekaman Bunyi bukan Pak Menteri seperti klaim dia, atau sebaliknya.
Rakyat tak mau punya pejabat, terlebih sekelas menteri, yang emosian, yang semena-mena, pembohong pula. Rakyat tak mau kasus ini seperti Fufufafa yang sengaja dibiarkan menjadi Asrar, ditutup-tutupi. Rakyat mau pemimpin yang sehat jiwa dan raganya.