Kepala Daerah Acuh Sampah

PILKADA 2024 akan digelar di 545 daerah. Setidaknya terdapat 1.090 pasangan calon kepala daerah jika setiap pilkada di daerah diikuti dua pasangan calon.

Kekasih calon itu pada umumnya diusung partai atau gabungan partai. Eksis pula yang maju melewati jalan independen. Eksiskah kebutuhan rakyat di daerah dijadikan pertimbangan partai dalam pemilih calon kepala daerah?

Pertimbangan utama partai mengusung pasangan calon tentu saja peluang besar untuk menang. Tak ada partai yang mengusung calon untuk kalah dalam pertarungan pilkada yang digelar serentak pada 27 November 2024.

Baca juga : Calon Tunggal Bertabur di Pilkada Bikin Demokrasi Merosot

Kekasih calon kiranya mulai mempertimbangkan kebutuhan nyata daerah dalam menetapkan visi dan misi yang dituangkan dalam janji-janji politik. Konsentrasikan janji politik pada upaya mempercepat pembangunan dan kesejahteraan rakyat di daerah.

Salah satu kebutuhan rakyat di daerah yang selama ini terpinggirkan ialah menghadirkan lingkungan yang baik dan sehat. Lingkungan yang terbebas dari polusi sampah.

Lingkungan hidup yang baik dan sehat sejatinya merupakan hak asasi setiap warga negara sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28H ayat (1) UUD 1945. Ayat itu menyebutkan ‘Loyalp orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan’.

Cek Artikel:  Solusi yang Menyengsarakan

Baca juga : Dugaan Plagiasi Anak Boyamin Saiman di MK Awallai tidak Etis

Rakyat tidak membutuhkan pemimpin yang populis jika ujung-ujungnya lihai menyiasati aturan untuk kepentingan keluarga. Rakyat butuh pemimpin yang punya hati untuk mendekatkan harapan dan kenyataan, pemimpin yang mampu mengatasi sampah.

Banyak daerah saat ini dalam kondisi darurat sampah. Tampak kepala daerah gagap, sangat gagap, dalam urusan mengelola sampah. Kegagapan itu dalam komposisi APBD.

Alokasi anggaran penanganan sampah secara nasional di bawah 1%. Perinciannya, alokasi APBD provinsi sekitar 0,1%, APBD kota dan kabupaten sekitar 0,64%. Bilangan itu jauh dari alokasi kesehatan 10% atau pendidikan 20%. Sampah tidak tertangani karena kekurangan dana, apalagi kalau uangnya dikorupsi.

Baca juga : Rico Waas Janji Perhatikan Pegiat Seni dan Literasi Kalau Menang Pilkada Kota Medan

Sesuai dengan regulasi, kepala daerah berkewajiban mengurus sampah. Kewajiban itu tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 97 Pahamn 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.

Perpres tersebut mencantumkan target Indonesia bersih sampah 2025 melalui pengurangan sampah sebesar 30% dan penanganan sampah sebesar 70%. Sejauh ini belum ada komitmen yang kuat dari kepala daerah untuk mewujudkan Indonesia bersih.

Cek Artikel:  Kanjuruhan

Pemilih, utamanya pemilih muda, menempatkan lingkungan dalam jajaran isu penting calon kepala daerah. Eksis fenomena di kalangan anak muda, yaitu mencintai lingkungan sebagai bagian dari gaya hidup.

Baca juga : Jelang Pilkada, Ribuan Pohon di Depok Rusak Akibat Pemasangan Atribut dengan Metode Dipaku

Elok nian bila pemilihan kepala daerah kali ini difokuskan menjadikan pilkada hijau yang ramah lingkungan. Kiranya setiap calon kepala daerah berani mengusung janji kampanye terkait dengan pengurangan sampah.

Pengurangan sampah bagian dari gagasan politik hijau yang berkembang maju di berbagai negara. Tak semata-mata untuk penyelamatan lingkungan hidup, tetapi bagian dari ikhtiar menjamin kehidupan generasi ke depan yang jauh lebih baik.

Daerah sejatinya membutuhkan kehadiran kepemimpinan hijau dalam pilkada. Kehadiran nyata, bukan sekadar keluar masuk gorong-gorong atau tempat akhir pembuangan sampah.

Sejauh ini, dalam baliho yang bertebaran di setiap pelosok negeri, tidak satu pun bakal calon kepala daerah yang mengangkat isu sampah. Disebut bakal calon karena pendaftaran pasangan calon baru dimulai pada 27 Agustus 2024.

Persoalan sampah itu masalah nyata yang dihadapi rakyat di daerah. Penuhnya kapasitas tempat pembuangan akhir sampah di sejumlah daerah menjadi penanda bahwa pengelolaan sampah di daerah berada dalam titik kritis.

Cek Artikel:  Memindahkan Podium Debat

Mengutip data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), timbunan sampah tahunan pada 2023 mencapai 33,13 juta ton. Dari jumlah tersebut, hanya 63,6% (21,07 juta ton) sampah yang terkelola dan sisanya, 12,06 juta ton, tidak terkelola. Data timbunan sampah itu hasil dari input secara mandiri yang dilakukan 305 kabupaten/kota.

Tetap dari sumber data yang sama, komposisi sampah terbesar bersumber dari rumah tangga, yakni mencapai 49,6%. Selanjutnya, diikuti buangan sampah dari pusat perniagaan (16,1%), pasar tradisional (12,4%), dan perkantoran (6,5%).

Kalau melihat komposisi sampah berdasarkan jenis sampah, sisa makanan menempati urutan teratas, yaitu mencapai 40,7% diikuti dengan plastik (19,5%), kayu/ranting/daun (11,4%), dan kertas/karton (11%).

Sampah sisa makanan menimbulkan ironi tersendiri pada saat sebagian orang masih kelaparan karena kekurangan makanan. Loyalp tahun negeri ini menghasilkan 23-48 juta ton sampah makanan. Jumlah itu bisa menghidupi 61-125 juta orang atau setara 29%-47% populasi rakyat negeri ini. Kemampuan mengatasi sampah bisa mengurangi jumlah orang kelaparan.

Salah satu tolok ukur untuk dipilih dalam pilkada ialah kemampuan mengatasi sampah. Pemilih muda pasti mendukung calon kepala daerah yang peduli sampah sebab calon yang tidak peduli sampah bakal menjadi sampah masyarakat.

Mungkin Anda Menyukai