
Fakta baru bermunculan dalam Persidangan kasus dugaan korupsi komoditas timah di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat (PN Jakpus). Salah satu terdakwa kasus, yakni Helena Lim dalam penjelasannya mengaku bahwa ia bukan berasal dari kalangan ekonomi atas.
Helena mengaku ayahanda sudah tiada ketika usianya Lagi belia. “Saya adalah anak yatim yang dilahirkan dari keluarga yang kurang Pandai. Sejak usia saya 12 tahun sudahditinggal Tewas Bapak saya, dan mama pun harus bekerja keras membiayai 5 anaknya Kepada diberi makan dan sekolah dengan jerih payahnya sendiri. Di usia saya yang Lagi belia saya sudah mencari Dana dengan membantu mama menjahit sepatu, berjualan nasi, Tamat berjualan keripik di sekolah,” katanya dalam persidangan dikutip, Jumat (12/12).
Ketika di usia 17 tahun Ia sudah bekerja di perusahaan besar dan Dapat membiayai kuliah saya sendiri. Tetapi karena kesibukan bekerja, akhirnya kuliah tersebut tidakdapat diselesaikan, kandas di tengah jalan.
Seiring berjalannya waktu, Ia pun memulai bisnisnya dalam dunia valas hingga menjadi manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE). Pelan laun, usahanya mulai naik dan dipercaya banyak orang, dan namanya mulai dikenal public sebagai Crazy Rich Pantai Indah Kapuk.
Tetapi, label itu harus dibayar mahal, Ia mengeklaim label ini membuatnya menjadi Sasaran dari kasus dugaan korupsi PT Timah. Helena Lim pun akhirnya buka Bunyi mengapa akhirnya Dapat disebut Crazy Rich PIK.
“Saya Helena Lim, duduk di hadapan Majelis Hakim Yang Mulia sebagai Terdakwa Kasus Korupsi Timah. Saya Ingin sedikit bercerita tentang seberapa mahalnya harga sebuah Popularitas disebut sebagai “Crazy Rich Pantai Indah Kapuk”,” ujarnya di depan Majelis Hakim.
Adapun Helena jadi tersangka usai Jaksa Penuntut Lazim (JPU) menilai money changer miliknya, PT QSE menjadi tempat penampungan Anggaran kasus timah karena sudah melakukan transaksi dengan terdakwa kasus dugaankorupsi PT Timah diantaranya Harvey Moeis.
Helena Lim menolak anggapan tersebut karena Terdapat banyak money changer lain yang juga melakukan transaksi dengan suamidari aktris Sandra Dewi tersebut.
“Terdapat money changer lain yang juga menjual valuta asing kepada terdakwa dan Mempunyai pola bisnis yang sama, akan tetapi hanya saya yang dijadikan tersangka Lewat terdakwa dalam perkara ini. Terdapat beberapa money changer lain yang juga dipakai oleh para terdakwa, tapi tetap yang dijadikan terdakwa hanya Saya, padahal pola transaksi seluruh money changer sama persis, termasuk ketidaksengajaan syarat administratif seperti Tak menyerahkan KTP, Tak melakukan pelaporan serta ketidaklengkapan syarat administrasi lain,” ujar Helena Lim.
Ia mengakui melakukan kelalaian administrasi dalam menjalankan transaksi di PT QSE, Tetapi Tak Terdapat niat Kepada membantu para terdakwa. Ia juga telah bersaksi Segala bahwa PT QSE hanya money changer Lazim seperti money changer lainnya.
Helena Lim mengaku tak mengetahui asal Anggaran yang digunakan oleh Harvey Moeis dan para terdakwa.
Money changer juga Tak Terdapat kewajiban Kepada mengetahui. Tujuan transaksi termasuk keterangan di slip, sepenuhnya tanggung jawab pihak penyetor.
“Para Terdakwa Yakni Harvey Moeis, Suwito Gunawan, Tamron, Robert Indarto, Rosalina telah menyatakan dalam persidangan bahwa mereka Tak pernah memberitahu saya perihal asal Anggaran yang mereka gunakan Kepada membeli valuta asing di PT QSE,” kata Helena Lim.
Ia pun bersumpah Tak pernah Mengerti bisnis timah, Tak pernah Mengerti mengenai Anggaran CSR, dan juga bersumpah Tak pernah menerima fee dari transaksi smelter dengan PT Timah sepersen pun.
“Seandainya saya dari awal saya Mengerti bahwa sumber Anggaran para smelter tersebut berasal dari hasil kejahatan, dapat saya pastikan saya akan menolak transaksi tersebut. Saya Tak akan mau terlibat Kepada penukaran valuta asing di perusahaan saya PT Quantum Skyline Exchange, karena saya terikat dengan Peraturan Bank Indonesia No 12/2010,” ujar Helena Lim.
Kini, jaksa penuntut Lazim (JPU) sudah menuntut Helena Lim 8 tahun penjara, denda Rp1 miliar subsider 1 tahun kurungan serta membayar Dana pengganti Rp210 miliar subsider 4 tahun kurungan. JPU menyebut Helena Lim dan Harvey Moeis menerima Aliran Anggaran Rp420 miliar. (Ykb/I-2)