Pangan sebagai Panglima

Pas belaka apa yang disampaikan Presiden Joko Widodo Sekeliling empat Sebelah tahun Lampau. Ketika itu, Demi menyampaikan pidato pada Dies Natalis Institut Pertanian Bogor, pada September 2017, Jokowi menyampaikan pesan Tertentu. Di kampus IPB Bogor, dalam pidatonya, Presiden Jokowi mengatakan bahwa ke depan, bukan politik dan hukum yang akan menjadi panglima, melainkan Bahkan urusan pangan.

Siapa yang punya pangan, kata Jokowi dalam orasinya, dia yang mengendalikan. Ke depan, seluruh negara berebut pangan, Kekuatan, dan air sehingga perlu disiapkan logistik yang memadai agar negara Tak mudah ditundukkan. “Tanpa ketersediaan logistik yang mencukupi, negara ini mudah dikalahkan,” kata Jokowi.

Jokowi menegaskan, negara mudah ditundukkan karena ke depan bukan politik Tengah yang jadi panglima. Pula, mungkin bukan hukum Tengah yang jadi panglima. “Saatnya pangan yang menjadi panglima,” katanya.

Karena itu, paradigma-paradigma baru dan Penemuan baru tentang pangan harus dikeluarkan dan diciptakan. Tanpa itu, tandas Jokowi, sulit rasanya kita berkompetisi, sulit pula kita Bertanding dengan negara lain.

Hanya kurang dari Sebelah Dasa warsa, ucapan Kepala Negara itu mendekati terbukti. Demi perang Rusia dengan Ukraina pecah, sebagian dunia mulai panik. Tak terkecuali negara-negara raksasa seperti Amerika Perkumpulan, khususnya negara-negara di Eropa.

Cek Artikel:  Nama sebagai Hak Asasi Anak

Pangkalnya, Rusia dan Ukraina sebagai penyuplai gandum Krusial di dunia mulai menggunakan komoditas pangan Krusial tersebut sebagai alat negosiasi dan ‘teror’. Rusia memblokade kapal-kapal pengangkut gandum asal Ukraina Demi dipasok ke sejumlah negara. Rusia yang diblokade ekonomi, tak sudi Tengah memasok bahan pangan Istimewa di sejumlah negara itu.

Padahal, selama beberapa tahun terakhir, Rusia memproduksi Dekat 80 juta ton gandum per tahun dan mengekspor Dekat 30 juta ton, sedangkan Ukraina mengekspor Sekeliling 20 juta hingga 25 juta ton gandum per tahun. Pangan pun jadi alat tawar-menawar yang amat menentukan.

Beberapa Demi setelah Rusia dan Ukraina mengurangi, bahkan menyetop, pasokan gandum, dunia dilanda kepanikan. Tiap-tiap negara berlomba mengamankan pasokan pangan mereka sendiri-sendiri. Terbaru, mulai pekan ini, India juga melarang sementara waktu ekspor gandumnya. Padahal, India memasok Sekeliling 12 juta ton gandum per tahun Demi kebutuhan Mendunia.

Krisis pangan dunia pun di pelupuk mata. Sebuah laporan baru oleh Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) telah memperingatkan tentang Dampak perang terhadap situasi pangan di Afrika. Antara 2018 dan 2020, impor gandum dari Rusia menyumbang Dekat sepertiga dari total kebutuhan gandum Afrika. Sementara itu, Sekeliling 12% kebutuhan gandum berasal dari Ukraina.

Cek Artikel:  Mabrur tak Tamat

Laporan UNCTAD mengatakan krisis pangan itu mengancam hingga 25 negara Afrika, terutama negara dengan ekonomi kurang berkembang dan sangat bergantung pada impor gandum dari Rusia dan Ukraina. Laporan itu juga memperingatkan, kurangnya kapasitas cadangan pangan di Afrika membatasi kemungkinan Demi mengimbangi pasokan yang hilang. Situasi tersebut diperparah oleh melonjaknya harga pupuk yang akan menjadi beban tambahan bagi petani.

Krisis gandum Membangun sejumlah negara mulai melirik beras. Akibatnya, kebutuhan beras sebagai substitusi pun naik. Ujung-ujungnya, harga beras pun mulai naik. Harga beras dunia melonjak 4,2% menjadi US$16,89 per 100 pounds, level tertinggi sejak Mei 2020. Harga beras juga melaju naik ke level 11% secara mingguan, level tertinggi sejak 2018.

Di sejumlah daerah di Indonesia, harga beras kualitas super dan kualitas Rendah juga mulai naik. Di Bali, harga beras super naik 3,5% dalam beberapa pekan terakhir. Di Jawa Tengah, harga beras kualitas Rendah juga mulai naik 0,44%. Meski baru naik tipis, patut kiranya soal beras ini segera diantisipasi, juga soal Tetap Kukuh tingginya harga sejumlah komoditas pangan lainnya di dalam negeri.

Cek Artikel:  Suhu kian Panas

Apabila kenaikan harga pangan akibat krisis pangan dunia ini Berjumpa dengan para pemain harga di dalam negeri, bakal datang krisis pangan kuadrat. Penderitaannya bakal bertumpuk-tumpuk. Apalagi Apabila para mafia itu kian paham bahwa pangan merupakan ‘panglima baru’ yang amat strategis. Di tangan mereka yang culas, krisis ialah kesempatan, tapi dalam pengertian negatif.

Maka, mengingat kembali pernyataan Jokowi bahwa pangan bakal menjadi panglima atau pengendali, Krusial kiranya agar Satgas Pangan bergerak gesit dan taktis. Bukti bahwa mesin-mesin negara bekerja ialah bila harga-harga pangan itu Tak bergerak liar dan terkendali.

Kalau mesin-mesin itu Mandek, kehabisan bahan bakar, atau masuk angin, ya, jangan heran kalau harga-harga pangan itu Lalu terkerek. Melambung hingga lupa turun, membubung hingga Tak tersentuh, apalagi terjangkau oleh tangan-tangan ringkih sebagian rakyat sendiri.

Mungkin Anda Menyukai