KASUS tindak asusila atau kekerasan seksual terhadap anak di Kota Depok, Jawa Barat terholong cukup tinggi. Pahamn ini, Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Depok mencatat ada sebanyak 54 kasus menimpa anak perempuan sejak Januari sampai dengan penghujung September 2024.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Kota Depok Muhammad Arief Ubaidillah mengatakan di kurun waktu sembilan bulan belakangan Kejari Kota Depok menerima 54 Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari Reserse Kriminal Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Metro Depok. 54 kasus kekerasan seksual itu terjadi pada anak-anak perempuan.
“Dari 54 kasus itu, 34 berkas perkara telah diterima oleh Kejari, dengan 28 berkas yang dinyatakan lengkap atau P-21 dan siap untuk dilanjutkan ke tahap penuntutan pengadilan, sedangkan sisanya, 20 perkara masih tahap pemberkasan kepolisian,” kata Muhammad Arief Ubaidillah, hari ini.
Baca juga : Guru Ngaji Cabul di Kota Depok Dijerat Hukuman Tambahan Dikebiri
Beberapa kasus asusila terhadap anak berdasarkan SPDP, katanya, melibatkan tokoh masyarakat (Tokmas) maupun tokoh agama (Tokgam). ” Sebagian pelaku kekerasan seksual pada anak kalangan tokmas dan tokgam yang justru seharusnya menjadi panutan di masyarakat, ” ungkap Arief, panggilannya.
Arief menegaskan 34 pelaku dari kalangan tokmas dan tokgam yang terbukti melakukan tindak pidana asusila terhadap anak oleh jaksa telah diruntut hukuman maksimal.
“Kami tuntut hukuman maksimal. Tuntutan maksimal ini merupakan bukti nyata bahwa negara hadir untuk melindungi anak dari segala bentuk kekerasan, terlebih asusila, ” tandas Arief.
Baca juga : KPU Akan cek Pelaku Kekerasan Seksual Anak yang Dilantik jadi Personil DPRD
Arief menyampaikan bahwa upaya penegakan hukum yang tegas ini merupakan wujud nyata dari perlindungan negara terhadap anak yang merupakan aset penerus bangsa.
” Kami (Kejari) Kota Depok dalam melindungi anak dari korban asusila terus bekerjasama dengan pihak terkait untuk memastikan bahwa setiap pelaku kejahatan terhadap anak terutama yang berkaitan dengan kekerasan seksual, mendapatkan hukuman yang setimpal sesuai peraturan perundang-ubdangan, ” tegasnya.
Kepada Arief ditanyakan Media Indonesia kemungkinan keadilan restoratif justice pada kasus tindak pidana asusila terhadap anak bisa diterapkan, Arief dengan tegas menegaskan bahwa hal tersebut tidak bisa.
Baca juga : Anak Nikita Mirzani Diduga Aborsi Dua Kali Disuruh Pacar
” Kepada kasus pidana asusila terhadap anak tidak bisa diselesaikan dengan melalui restoratif justice. Karena ini adalah tindak pidana berat yang justru harus dituntut dengan tegas dengan aturan hukum yang berlaku. Perlindungan terhadap anak sebagai aset penerus bangsa merupakan prioriras utamai jaksa, ” tukas Arief.
Arief menjelasan hanya ada tiga kasus pidana yang bisa diselesaikan dengan restoratif justice. Tiga kasus pidana yang busa diselesaikan dengan jalan restoratif justice adalah kasus pencurian, kasus penganiayaan, kasus pengrusakan.
Disampaikan Arief, penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif harus melalui mekanisme yang sangat hati-hati dan terukur. Karena tujuannya adalah menjaga krbijakan agar tetap relevan dengan prinsip-prinsip keadilan dan kepentingan masyarakat.
” Sepanjang Januari hingga September 2024, pihak Kejari telah menghentikan tintutan perkara pidana pencurian, penganiayaan, dan pengrusakan dengan melalui restoratif justice. Ini dilakukan sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Pahamn 2020 dan keputusan Jaksa Akbar Muda Tindak Pidana Lazim,” jelasnya. (KG/P-2)