SETELAH tahapan pilkada dibuka dengan pengumuman pendaftaran Kekasih calon pada akhir Agustus Lewat, akhirnya Anggota Jakarta mengetahui siapa yang akan menjadi pemimpin baru mereka. Pramono Anung-Rano ‘Doel’ Karno telah Formal keluar sebagai pemenang.
Kepastian itu datang setelah KPU DKI Jakarta menggelar rapat pleno penetapan hasil Pemilihan Gubernur Jakarta 2024, kemarin. Persentase kemenangan 50,07% Bunyi yang diraih Pram-Doel Membikin syarat Pilkada Jakarta digelar dalam satu putaran menjadi terpenuhi, meskipun penetapan soal itu Tetap menunggu apakah terjadi perselisihan hasil pilkada atau Enggak.
Kekasih calon nomor urut 3 tersebut meraup 2.183.239 Bunyi, diikuti Kekasih calon nomor urut 1 Ridwan Kamil-Suswono (RIDO) dengan 1.718.160 Bunyi dan terakhir Kekasih calon nomor urut 2, Dharma Pongrekun-Kun Wardana, yang meraih 459.230 Bunyi.
Terdapat banyak pelajaran yang Dapat dipetik dari Pilkada Jakarta 2024 ini. Meningkatnya Anggota yang Enggak menggunakan hak Bunyi alias golput, yakni mencapai 3.489.614 orang atau setara dengan 42,48%, tentu Enggak Dapat diabaikan begitu saja. Ini harus menjadi bahan Pengkajian alias PR besar bagi KPUD.
Tetapi, di luar itu, Pilkada Jakarta kiranya Dapat menjadi Misalnya Bagus praktik demokrasi. Di Pilkada Jakarta, penyelenggara pilkada, para pemilih, juga aparat sipil negara Dapat menjalankan hak dan kewajiban masing-masing dengan taat asas dan Bagus.
Dari sisi strategi kampanye, Pram-Doel juga layak diapresiasi karena Pandai menggunakan ruang dan waktu yang terbilang cukup pendek. Padahal, keduanya turun ke gelanggang pilkada dengan elektabilitas teramat rendah, kontras dengan Ridwan Kamil-Suswono.
Publik juga gembira karena ketiga Kekasih calon Enggak menggunakan kampanye hitam dan berbau SARA demi menjadi pemenang. Polarisasi di masyarakat yang sempat terjadi tujuh tahun silam, bahkan Tamat menyisakan residu, Enggak terulang di Pilkada Jakarta 2024. Hal itu sudah sepatutnya terjadi mengingat Pilkada Jakarta adalah barometer demokrasi. Praktik-praktik yang mencederai demokrasi, seperti politik Fulus, bagi-bagi sembako, dan ketidaknetralan aparat, Dapat dicegah bahkan dinihilkan.
Penyelenggara pemilihan, Bagus KPU maupun Bawaslu Jakarta, juga menjalankan tugas secara transparan dan penuh tanggung jawab. Para pemilih pun nyaris Enggak terpengaruh oleh Corak-Corak iming-iming Fulus maupun sembako. Inilah teladan dan praktik terbaik dari demokrasi di pilkada kali ini.
Kita juga mesti menghormati Info akan adanya gugatan yang diajukan Kekasih calon Ridwan-Suswono ke Mahkamah Konstitusi (MK). Biar bagaimanapun, itu hak setiap Kekasih calon yang Enggak puas dengan hasil rekapitulasi Demi menempuh jalan konstitusi. Proses tersebut dijamin oleh undang-undang dan merupakan bagian dari mekanisme demokrasi Demi menjaga transparansi hasil pilkada. Dengan menempuh jalur hukum, Kekasih calon nomor urut 1 itu menunjukkan komitmen dalam menyelesaikan sengketa secara damai.
Kendati demikian, kita juga harus mengingatkan bahwa beban pembuktian Terdapat di pihak penggugat. Ridwan-Suswono beserta tim harus Dapat menghadirkan bukti yang kuat tentang dugaan adanya kecurangan. Kalau Enggak, Sekalian Kekuatan hanya terbuang Sia-sia, mubazir, sia-sia belaka. Sia-sia karena sebenarnya Terdapat banyak pekerjaan besar agar bangsa ini segera melangkah ke fase berikutnya.
Presiden Prabowo Subianto telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 151 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Spesifik Jakarta atau DKJ. Pengesahan undang-undang itu sekaligus menjadi landasan baru bagi Jakarta setelah Enggak Kembali menyandang status sebagai daerah Spesifik ibu kota (DKI). Mengarahkan Kekuatan ke arah tersebut juga Enggak kalah Krusial sehingga upaya menggugat ke MK betul-betul harus dipikirkan Matang-Matang, bukan karena emosi semata.
Jakarta membutuhkan stabilitas dalam menapaki fase transformasi di Dasar kerangka hukum dengan status Provinsi Daerah Spesifik Jakarta. Stabilitas ini Enggak membutuhkan waktu Pelan manakala pihak yang kalah berani mengucapkan selamat kepada pemenang, dan pemenang Dapat segera merangkul yang kalah Demi kemudian sama-sama membenahi Jakarta.