Pembusukan Mahkamah Konstitusi


KITA harus marah dengan rentetan prahara yang menimpa Mahkamah Konstitusi (MK). Skandal terbaru, pengubahan redaksional putusan MK, menunjukkan bahwa upaya penghancuran independensi kehakiman bukan hanya dari pihak luar. Oknum MK pun diduga mendukung, bahkan memuluskan upaya itu. Ironis dan sangat memalukan.

Pengubahan susbtansi terjadi pada redaksional putusan MK pada perkara Nomor 103/PUU-XX/2022 soal uji materiel Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK. Uji materiel ini sangat memengaruhi keabsahan pencopotan hakim konstitusi Aswanto oleh DPR pada 29 September Lewat.

Aswanto dianggap DPR kerap menganulir UU produk mereka. Aswanto kemudian digantikan Guntur Hamzah berdasarkan Keputusan Presiden No 114/P Tahun 2022 Lepas 3 November 2022 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Hakim Konstitusi yang Diajukan oleh DPR.

Pada 23 November 2022 , MK telah Membikin putusan atas uji materiel tersebut. Putusan dibacakan hakim konstitusi Saldi Isra yang pada halaman 51 di antaranya berbunyi, “Dengan demikian, pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatannya hanya dapat dilakukan karena Dalih: mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada ketua Mahkamah Konstitusi, sakit jasmani atau rohani secara Lanjut-menerus selama 3 (tiga) bulan sehingga Bukan dapat menjalankan tugasnya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, serta diberhentikan Bukan dengan hormat karena Dalih sebagaimana termaktub dalam Pasal 23 ayat (2) UU MK, dan seterusnya.”

Cek Artikel:  Defisit Teladan Kepala Pemerintahan

Tetapi, salinan putusan yang kemudian dimuat pada situs MK Bukan sesuai dengan yang dibacakan. Frasa ‘dengan demikian’ berubah menjadi ‘ke depan’. Meski kecil, perubahan itu berdampak besar. Putusan Asal dengan frasa ‘dengan demikian’ membawa implikasi bahwa pencopotan Aswanto oleh DPR Bukan Absah dan harus batal demi hukum.

Frasa ‘ke depan’ Mempunyai Akibat berbeda. Putusan itu Bukan membatalkan pencopotan Aswanto karena hanya dapat diterapkan di masa mendatang. Bahkan, Apabila kita menilik lebih jauh, petakanya lebih besar. Pengubahan frasa itu Membikin putusan MK menjadi semacam ‘stempel’ yang melegitimasi pencopotan Aswanto. Dengan begitu, pencopotan itu semakin dikuatkan.

Hal itulah yang Membikin kita harus sadar bahwa penghancuran independensi kehakiman sangat Konkret. Pihak-pihak yang Mau menyetir konstitusi berani berbuat sangat jauh dan Mempunyai banyak kaki tangan.

Cek Artikel:  Lebaran Eratkan Persaudaraan

Karena itu, perbaikan redaksional putusan sama sekali Bukan cukup.

Memang, MK kemudian membentuk lembaga baru Kepada menindaklanjuti skandal ini. Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang dibentuk Senin (30/1) itu berisi 3 orang, yakni hakim konstitusi Enny Nurbaningsih, mantan hakim konstitusi I Dewa Gede Palguna sebagai tokoh masyarakat, dan Profesor Sudjito yang merupakan Dewan Etik MK dianggap sebagai wakil akademisi.

Di satu sisi, pembentukan MKMK sebenarnya memang keharusan agar fungsi Dewan Etik berjalan. Wafat surinya Dewan Etik selama setahun ini sebenarnya sudah dikritik banyak pihak. Kembali-Kembali ini ialah bukti lemahnya MK menjaga integritas.

Tetapi, terkait kasus ini, pembentukan MKMK juga Bukan cukup menjawab kesangsian publik. MKMK, sebagaimana Dewan Etik, hanya bertugas menindak dugaan pelanggaran yang dilakukan hakim. Sasaran kerja 30 hari juga hanya memberi kesan mengulur waktu dan penyelesaian yang Bukan transparan.

Tambahan Kembali, skandal pengubahan putusan ini kental aroma persekongkolan yang sistematis. Karena itu, kepaniteraan hingga kesekjenan semestinya segera diinvestigasi oleh MK. Bahkan, Apabila Hakim MK terlibat, yang bersangkutan harus segera mengundurkan diri dari jabatan.

Cek Artikel:  Kebangkitan Sepak Bola Indonesia

Dengan segala kelambanan ini, kita mendukung langkah Sekalian pihak Kepada menyelamatkan MK. Langkah itulah yang akan ditempuh pengacara bernama Zico Leonard Djagardo Simanjuntak, yang juga pengaju uji materiel tersebut. Pada Kamis (26/1), ia juga sudah mengajukan gugatan baru ke MK atas redaksional putusan yang berubah.

Skandal pengubahan putusan bukan perkara etika semata, melainkan upaya memalsukan putusan sehingga pelakunya Dapat dijerat pidana. Kasus pengubahan putusan ini harus dilaporkan ke aparat penegak hukum Kepada membongkar komplotan berikut otak dari pengubahan redaksional tersebut.

Pasalnya, pengungkapan inilah yang akan menjadi salah satu langkah Krusial Kepada menyelamatkan MK. Tanpa itu integritas MK yang sudah diujung tanduk Dapat jadi Betul-Betul hancur. Pembusukan di penjaga gawang konstitusi ini harus dibikin terang seterang-terangnya dan diungkapkan ke publik secepatnya.

Mungkin Anda Menyukai