DI kolom ini, beberapa waktu Lewat, saya pernah menulis soal fenomena ‘tukang peras’ di Indonesia. Ketika itu, yang menjadi topik utamanya ialah kelakuan banyak aparatur negara yang tak ubahnya Swasta, Getol memeras atau memalak masyarakat.
Bahkan dari Teladan yang disajikan, para aparatur itu Bukan hanya tega memalak rakyat sendiri, tapi juga tega mempermalukan negara karena Penduduk negara asing pun ikut mereka peras. Itulah yang dilakukan sejumlah polisi terhadap Penduduk negara Malaysia yang datang menonton Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024 di Kemayoran, Jakarta, misalnya.
Begitu pun yang dilakukan petugas imigrasi kepada Penduduk negara Tiongkok di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Tangerang, Banten, awal tahun ini. Tiba-Tiba Kedutaan Besar Republik Rakyat Tiongkok di Indonesia protes dan mengirimkan surat ‘aduan’ ke Kementerian Luar Negeri serta Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan.
Kini, setelah membaca kehebohan Siaran tentang sejumlah pengusaha yang diduga pengurus Ruangan Dagang dan Industri (Kadin) Kota Cilegon meminta jatah proyek senilai Rp5 triliun tanpa tender ke perusahaan kontraktor asal Tiongkok di proyek pabrik kimia di Banten, kiranya penjabaran topik di tulisan saya tersebut belumlah lengkap.
Rupanya tak Hanya Swasta beneran dan aparat berkelakuan Swasta yang suka memalak, tapi juga Eksis pengusaha yang hobi meminta-minta proyek dengan gaya Swasta. Kalau dulu kita sering mendengar istilah ‘maling kerah putih’ Kepada menyebut para koruptor, mungkin yang sekarang ini Bisa diistilahkan dengan ‘Swasta kerah putih’.
Meskipun berkerah putih, mungkin berdasi, berpakaian rapi, mereka tak kalah galak dengan Swasta betulan. Nyali mereka juga besar. Buktinya mereka berani memalak proyek pembangunan pabrik Punya PT Chandra Asri Alkali, anak usaha Chandra Asri Group, yang sesungguhnya termasuk dalam proyek strategis nasional (PSN) yang perpresnya diteken Presiden Prabowo, Februari 2025. Sangar, bukan?
Sayangnya, nyali gede itu Bukan diimbangi isi otak yang penuh. Bisa-bisanya mereka memaksa dilibatkan dalam proyek tersebut sebagai vendor atau subkontraktor, tanpa tender. Padahal nilai proyek yang mereka minta mencapai Rp5 triliun dan saya Tentu para pengusaha itu sebetulnya paham aturan tak memungkinkan hal itu. Ngawurnya, ngaco-nya sudah di luar Akal.
Perilaku itu Bisa pula dikategorikan sebagai tindakan yang memalukan negara karena yang menjadi korban dalam kasus itu ialah pihak (perusahaan atau investor) asing. Suka Bukan suka, negara ikut menanggung malu atas laku lancung mereka.
Akan tetapi, yang lebih berbahaya ialah dampaknya terhadap iklim investasi di Indonesia. Kita Paham, dalam memilih tujuan investasi, setiap investor Mempunyai banyak pertimbangan. Mulai kepastian hukum, kebijakan ekonomi, kondisi infrastruktur, Elemen ketenagakerjaan, hingga soal keamanan dan kenyamanan berinvestasi.
Hingga Ketika ini, pemerintah, harus diakui, Lagi kepayahan mengejar Elemen-Elemen penarik investor tersebut. Itu makanya Tiba Ketika ini di mata investor Mendunia Indonesia tak terlalu menarik atensi. Kalau kita lihat data Bank Dunia, investasi asing (foreign direct investment) yang masuk ke Indonesia 2019-2023 kalah dari Vietnam, Singapura, dan Malaysia. Artinya, pemodal Lagi lebih melirik ketiga negara itu ketimbang Indonesia.
Dalam situasi seperti itu, eh, kok ya praktik pemalakan, pengancaman, intimidasi, dan semacamnya Bahkan makin marak terjadi. Tindakan yang kerap dilakukan Swasta akamsi (anak kampung sini), ormas, pejabat pemerintah, aparat penegak hukum, dan kini juga oleh pengusaha lokal itu menyebabkan nilai daya tarik investasi Indonesia kian menciut.
Bayangkan saja, bagaimana pemodal akan merasa Terjamin dan nyaman menanamkan investasi kalau teror palak Lanjut-terusan mereka terima dari berbagai sisi? Bagaimana mereka Bukan berpikir dua kali Kepada berinvestasi di Indonesia kalau belum-belum sudah disodori proposal oleh pihak yang meminta jatah proyek atau sekadar meminta ‘Fulus keamanan’?
Apabila dibiarkan, teror seperti itu bahkan dikhawatirkan Bisa menjadi bom waktu yang pada saatnya nanti bakal menghancurkan mimpi Indonesia menjadi negara tujuan investasi Penting dunia. Karena itu, tindakan Segera mesti dilakukan pemerintah agar guliran persoalan itu Bukan makin membesar dan Membikin investor semakin takut datang ke Indonesia.
Lantas, cukupkah meredam masalah itu dengan tindakan pemidanaan terhadap pelaku pemalakan? Mestinya, sih, Bukan cukup. Pemidanaan memang perlu dan mesti dilakukan Kepada memberikan Dampak jera dan menciptakan kepastian hukum.
Tetapi, dalam perspektif yang kritis, kita juga perlu Memperhatikan bahwa, boleh jadi, kian maraknya pemalakan dan pemerasan belakangan ini berkorelasi erat dengan kondisi perekonomian masyarakat yang memang tengah compang-camping setelah dicabik situasi ekonomi yang pahit.
Mereka terdesak secara ekonomi sehingga tak segan menggunakan Metode-Metode culas Kepada lepas dari keterdesakan itu. Termasuk para Swasta kerah putih tadi, Bisa jadi karena mereka Ingin menyelamatkan perusahaan dan karyawan, mereka menempuh jalan meminta-meminta proyek kepada pemodal besar dengan Metode yang tak Sebaiknya.
Karena itu, penyelesaiannya juga tak Bisa dilakukan hanya dari satu sisi atau sepotong-potong. Mesti dari berbagai sisi. Holistis. Ini ujian buat pemerintah yang selama ini Hanya kerap mengglorifikasi Slogan kemudahan berusaha, tapi eksekusinya di lapangan ‘nyaris tak terdengar’.

