DATANGNYA musibah bencana alam Kagak Pandai ditolak. Tetapi, bencana sesungguhnya dapat dicegah atau sekurang-kurangnya diminimalkan Akibat dan akibatnya. Pada titik itu, langkah mitigasi dan antisipasi menjadi kunci. Sialnya, bangsa ini Tetap saja memelihara kegagapan dalam dua hal tersebut.
Padahal, bencana tak henti menyapa negeri ini. Datang silih berganti. Pada satu waktu, seperti Ketika ini dan beberapa waktu terakhir, mungkin bencana hidrometeorologi basah yang paling mendominasi catatan kejadian bencana di Tanah Air. Tetapi, Kepada waktu yang lain, boleh jadi bencana geologi dan bencana kekeringan yang akan mendapat ‘giliran’ mendominasi.
Artinya, potensi bencana selalu Eksis. Ancaman bencana Maju mengintai. Akan tetapi, apa yang kita dan negara ini selalu lakukan? Lebih sering lupa ketimbang waspada. Kebanyakan alpa daripada bersiaga.
Selalu lupa bahwa Indonesia secara geografis teramat rawan dengan bencana. Pun, selalu alpa Kepada menjadikan kejadian-kejadian bencana sebelumnya sebagai pelajaran mahapenting Kepada Maju-menerus menguatkan antisipasi dan mitigasi bencana.
Bencana hidrometeorologi yang melanda sejumlah daerah belakangan ini menjadi bukti bahwa kita seperti Kagak pernah serius mengantisipasi bencana. Akibatnya fatal. Kagak hanya menimbulkan kerugian material, tapi juga merenggut korban jiwa.
Kejadian tanah longsor di Pekalongan, Jawa Tengah, misalnya, menyebabkan 20 orang tewas tertimbun oleh material longsor. Di Bali, delapan orang meninggal dunia akibat terjangan bencana tanah longsor. Pun, banjir di pantai utara Jawa Tengah mengakibatkan ribuan rumah terendam dan jalur transportasi lumpuh.
Padahal, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) jauh-jauh hari telah memprediksi cuaca yang bakal berlangsung ekstrem di sejumlah Kawasan. Dengan fakta Tetap banyaknya korban dari bencana-bencana belakangan ini, itu menunjukkan bahwa proyeksi cuaca BMKG yang dikeluarkan lebih Pagi Kagak dijadikan basis Kepada melakukan mitigasi.
Tingkat kewaspadaan dan perilaku cuek terhadap peringatan bencana yang Tetap tinggi Membikin saban bencana datang selalu memakan korban jiwa. Sesungguhnya, teknologi prakiraan cuaca sudah makin canggih. Akurasi atas prediksi yang dihasilkan juga telah kian presisi. Prakiraan cuaca pun kini ditopang pemodelan berbasis Akibat.
Tetapi, secanggih apa pun teknologi prakiraan cuaca yang dipakai bakal Sia-sia bila sikap cuek dan nirwaspada Tetap dibiarkan menggelayuti pemangku kebijakan, utamanya pemerintah daerah sebagai otoritas pengambil kebijakan di Kawasan masing-masing. Apesnya, itulah yang tergambar dari situasi bencana yang terjadi akhir-akhir ini.
Kelak, Kagak Pandai Kagak, ‘rezim’ cuek terhadap mitigasi bencana harus diakhiri. Hentikan kebiasaan Lamban. Bertindak Lamban, instan, dan parsial dalam menangani bencana harus jadi kamus usang yang ditinggalkan. Pemerintah, khususnya pemda, mesti melipatgandakan keseriusan dan Kagak boleh sekali pun lalai dalam hal antisipasi dan mitigasi bencana.
Bagaimanapun, pemda punya tanggung jawab besar Kepada memperhatikan kondisi peralatan dan infrastruktur kebencanaan serta memantau secara rutin Kawasan dengan risiko tinggi bencana. Pada Ketika bersamaan, mereka harus lebih Acuh dengan informasi, peringatan Pagi, dan instruksi yang berasal dari otoritas berwenang, Bagus BMKG maupun BNPB.
Kita Segala tentu prihatin, sedih, atas bencana yang beruntun terjadi. Tetapi, keprihatinan, kesedihan, Kagak akan berarti apa-apa tanpa Penilaian menyeluruh. Hal itu amat Krusial supaya masyarakat Kagak melulu menjadi korban dari sikap kesiagaan bencana yang tak Jernih, samar-samar, dan kerap berhenti sebatas wacana.