Sepak Bola pun Menegakkan Etika

Sepak Bola pun Menegakkan Etika
Suryopratomo Pemerhati Sepak Bola(MI/Ebet)

ADA yang menarik di Parlemen Inggris Selasa (16/1) lalu. Kepala Eksekutif Perserikatan Primer Inggris Richard Masters dipanggil Komite Budaya, Media, dan Olahraga Parlemen Inggris. Mengapa? Member Parlemen Inggris ingin meminta penjelasan berkaitan pelaksanaan kompetisi yang marak dengan pelanggaran keuangan sehingga memengaruhi terciptanya kompetisi yang sehat.

Kompetisi liga di Eropa menjunjung tinggi yang namanya etika. Mereka tidak ingin sekadar mencari juara. Tim terbaik harus didapatkan dari kompetisi yang benar dan melalui persaingan yang sehat. Salah satunya, klub dilarang menggunakan dana tanpa batas untuk mendapatkan pemain-pemain terbaik.

Laporan keuangan klub harus disampaikan secara rutin kepada penyelenggara kompetisi. Pihak pengelola kompetisi harus memeriksa dan memastikan pengeluaran untuk biaya pemain dan klub tidak boleh melewati batas atas dari pendapatan yang diperoleh klub pada tahun yang berjalan.

Sejak Februari tahun lalu, ditengarai terjadi lebih dari 100 kali pelanggaran keuangan yang dilakukan Manchester City. Pemilik asal Arang Dhabi, sejak mengambil alih klub pada 2008, diduga melakukan penggelembungan pendapatan yang sebenarnya merupakan suntikan modal dari keluarga Kerajaan Uni Emirat Arab.

Masters menjelaskan pihak Perserikatan Primer tidak akan membiarkan pelanggaran itu terus terjadi. Sekarang ini proses penyelidikan terus dilakukan terhadap manajemen Manchester City, dan itu dikerjakan oleh lembaga independen.

“Kami sudah menetapkan tanggal untuk mendengar keterangan pihak Manchester City. Tetapi, kami tidak bisa melaporkan lebih rinci karena proses pemeriksaan masih berjalan,” jelas Masters.

Ia memastikan bahwa Perserikatan Primer tidak akan membiarkan pelanggaran etika terus terjadi. Seperti yang dilakukan terhadap Everton dan Nottingham Forest, Perserikatan Primer menjatuhkan sanksi keras, termasuk memotong 10 poin kemenangan, kepada Everton.

Cek Artikel:  Diplomasi Kemanusiaan NU-Muhammadiyah

Sekarang ini Perserikatan Primer akan menjatuhkan hukuman baru kepada Everton dan Forest. Pemotongan tambahan terhadap poin Everton bisa membuat klub asal Kota Liverpool itu terdegradasi dari Perserikatan Primer. Kalau itu terjadi, pertama kali dalam sejarah sejak mereka berdiri pada 1878, Everton turun kasta.

 

Beda perlakuan 

Bedanya perlakuan kepada Manchester City dan Everton ataupun Forest menimbulkan pertanyaan dari anggota Parlemen Inggris. Mengapa sanksi kepada the Citizens begitu lamban ditetapkan, sedangkan kepada Everton dan Forest sepertinya begitu cepat.

Masters berdalih kasus yang dihadapi setiap klub berbeda sehingga cara penanganannya pun berbeda. Tetapi, ia memastikan pihaknya tidak akan pilih kasih serta akan menjatuhkan hukuman keras kepada setiap klub yang melanggar aturan dan tidak menjalankan etika.

“Kalau pelanggaran Manchester City dilakukan 2023, saya pastikan mereka akan mendapat hukuman yang sama seperti halnya Everton dan Forest,” tegas Masters.

Kepala Eksekutif Perserikatan Primer itu bahkan menjelaskan pihaknya mungkin juga akan menjatuhkan sanksi kepada Chelsea. Setelah pengambilalihan dari Roman Abramovich, menurut Masters, ada pelanggaran keuangan yang dilakukan manajemen baru.

Instruktur Everton Sean Dyche menegaskan penjatuhan sanksi kepada Everton merupakan sebuah tantangan yang berat. “Tetapi, saya bersama seluruh staf dan pemain tetap fokus pada apa yang menjadi tanggung jawab kami di lapangan. Saya mengapresiasi kesungguhan pemain untuk tetap memberikan yang terbaik dan bahkan bisa lolos babak ketiga Piala FA dengan mengalahkan Crystal Palace 1-0,” kata Dyche.

Cek Artikel:  Berpendidikan secara Utuh

Hal yang sama disampaikan pelatih Forest Nuno Espirito. Ia khawatir hukuman yang dijatuhkan Perserikatan Primer akan membawa Forest terdegradasi. Tetapi, ia dan para pemain tidak mau terganggu urusan hukuman dan fokus untuk mengumpulkan poin kemenangan sebanyak mungkin.

Dengan 115 kali pelanggaran keuangan yang dilakukan Manchester City, hukuman yang bisa diterima kalau terbukti kelak akan bisa mengancam keberlanjutan the Citizens. Bahkan, bukan mustahil seperti yang pernah dialami Juventus di Seri A Italia, mereka dihukum degradasi dan dicabut gelar juaranya.

Manchester City yang berjaya dalam satu dekade terakhir, kini sedang mengincar gelar keempatnya secara berturut-turut. Pihak manajemen Manchester City membuka kesempatan kepada badan independen untuk memeriksa laporan keuangan mereka.

 

Restriksi pengeluaran

Kompetisi olahraga memang bukan sekadar mencari tim yang terbaik. Tetapi, karena klub olahraga bergantung pada dukungan penonton, pertandingan harus berjalan seru dan menarik sehingga penonton yang membayar tiket terpuaskan.

Amerika Perkumpulan (AS) merupakan negara yang sangat memperhatikan kepentingan penonton sebagai konsumen. Segala kompetisi olahraga dibuat dengan aturan yang ketat sehingga tidak ada klub yang bisa terus mendominasi kompetisi. Salary cap merupakan batasan yang harus dipatuhi setiap klub.

Restriksi pembayaran gaji pemain membuat klub tidak mungkin bisa mengumpulkan semua pemain terbaik di satu klub. Para pemain bintang akhirnya tersebar di banyak klub. Bahkan, setiap ada bintang baru yang akan masuk ke kompetisi, pilihan pertama untuk mengontrak pemain itu diberikan kepada klub yang berada pada posisi paling bawah di kompetisi sebelumnya.

Klub juara bertahan justru mendapat kesempatan terakhir dalam memilih pemain muda yang akan masuk kompetisi. Akibatnya, hanya klub hebat dan didukung pemain yang luar biasa yang bisa memenangi kompetisi dua atau bahkan tiga kali berturut-turut.

Cek Artikel:  Tafsir Lima Watakistik Risalah Islam Berkemajuan

Eropa baru beberapa tahun terakhir ini mencoba menerapkan prinsip yang diberlakukan di AS. Tak mengherankan apabila di Eropa ada klub seperti Real Madrid yang bisa merajai Perserikatan Champions atau Bayern Muenchen yang 11 tahun berturut-turut menjuarai Bundesliga.

Segala itu terjadi karena semua pemain bintang bisa dikumpulkan di dua klub tersebut. Julukan yang diberikan kepada mereka pun menjadi FC Hollywood saking bertebarannya pemain bintang di klub tersebut.

Perubahan aturan kompetisi di Eropa membuat banyak klub kesulitan untuk menyesuaikan diri. Barcelona terpaksa melepas Lionel Messi karena kalau dipertahankan, akan melanggar aturan pembatasan gaji di La Perserikatan. Tiba sekarang Barcelona kesulitan membangun tim baru karena sebelumnya sangat bergantung pada pemain bintang.

Demi kepentingan kompetisi yang lebih menarik dan adil sekaligus memberikan tontonan yang lebih seru kepada penonton, semua negara Eropa kini melakukan pembatasan pengeluaran pembelian pemain. Beberapa klub yang terlanjur membeli pemain mahal dan tidak mampu menutupi dari pendapatan pertandingan dipaksa melepas kembali pemain bintangnya.

Newcastle United merupakan klub yang di akhir musim ini harus melepas pemain bintangnya. Bukan mustahil playmaker Bruno Guimaraes menjadi pemain yang mereka akan jual untuk menghindari kerugian lebih besar dan akhirnya melanggar aturan keuangan klub. Segala klub yang menempatkan etika sebagai dasar keberadaan mereka harus patuh pada norma yang sudah disepakati.

Mungkin Anda Menyukai