Selow aja Hadapi Trump

Eksis pandangan ekstrem dari seorang Kawan ihwal bagaimana mestinya Indonesia bersikap terhadap Amerika Perkumpulan (AS) dalam masalah tarif resiprokal. Menurut sang Kawan itu, pertama, Indonesia mesti tetap memperbaiki tata niaga impor dan ekspor kita agar lebih fair dan transparan.

Udahin aja bisnis rente. Jangan percaya nontariff barrier karena hal itu hanya menguntungkan pengusaha rente. Itu Segala enggak Eksis manfaatnya bagi negara. Misalnya, kita menerbitkan kuota gula, kuota kedelai, kuota jagung, dan kuota-kuota lain dengan Asa Pandai melindungi petani lokal dan agar petani Pandai Sendiri.

Nyatanya, kata sang Kawan, sudah lebih dari 10 tahun praktik kuota ini dan itu dijalankan, bukannya kemandirian yang didapat, melainkan kita malah Lanjut bergantung kepada impor. Nyaris saban tahun kita tak kunjung Pandai menghindari impor ini dan itu.

Kita juga tetapkan kewajiban TKDN (tingkat komponen dalam negeri) Kepada industri dengan Asa Pandai mendorong penggunaan produk dalam negeri dan mendukung pertumbuhan industri lokal. Nyatanya, sang Kawan memegaskan, selama Nyaris 10 tahun kewajiban TKDN, yang terjadi Malah deindustrialisasai.

“TKDN malah semakin Membangun kita sulit menggandeng Kawan atau vendor teknologi tingkat tinggi yang diperlukan Kepada kemajuan maka sebaiknya lepaskan saja kewajiban TKDN itu,” sang Kawan kian menggebu mempertahankan pendapatnya itu.

Cek Artikel:  Raja Jawa yang Ngeri-Ngeri Sedap

Langkah kedua, lanjutnya, setelah kita perbaiki nontariff barrier, enggak perlu Tengah bernegosiasi dengan AS soal tarif resiprokal tersebut karena memang tarif kita sudah rendah banget terhadap barang AS. Kebetulan apa yang kita impor dari AS memang barang yang kita perlukan dan kita belum Pandai membuatnya lebih Bagus di dalam negeri.

Biarkan saja AS dengan tarif mereka. Toh, itu akan membebani dalam negeri AS sendiri. Lihatlah bagaimana rakyat AS berdemonstrasi menolak kebijakan Donald Trump yang mereka anggap bakal jadi ‘kiamat kecil’ bagi mereka.

Langkah ketiga, sang Kawan itu melanjutkan tanpa memberikan kepada saya kesempatan menyela, kalaupun Indonesia masuk negosiasi dengan AS, itu Enggak akan mengubah apa pun sikap AS kepada Indonesia. Dia Lewat mengisahkan temannya di Vietnam yang memberi tahunya bahwa AS menginginkan Vietnam meninggalkan Segala kerja sama dengan Tiongkok, keluar dari BRICS, dan membatalkan swap currency settlement dengan Tiongkok.

Cek Artikel:  Demokrasi Tertutup

Itu disebabkan Vietnam keberatan dengan usul nontarif itu. “Maka usul tarif 0% yang diajukan Vietnam guna ‘melunakkan hati’ AS dibuang ke tong sampah oleh Trump,” ucap sang Kawan menceritakan bagaimana Kawan Vietnamnya itu meyakinkannya.

Apa, ya, Indonesia tega dan berani meninggalkan Tiongkok sebagaimana saran serupa AS terhadap Vietnam? Sang Kawan tak Tentu karena bagaimana Pandai meninggalkan Tiongkok kalau kita punya utang besar dengan mereka Kepada membangun pembangkit listrik, membangun pelabuhan, dan merealisasikan kereta Segera Whoosh.

Investasi Tiongkok di Indonesia juga besar. “Di sektor nikel saja, 90% investasinya berasal dari Tiongkok. Kalau kita paksakan bersimpang jalan dengan ‘Negeri Gorden Bambu’ itu, kita bakal membuka masalah baru. Pandai jadi, kita bakal kena jebakan seperti Presiden Ukraina yang disuruh perang dengan Rusia oleh AS.

Setelah babak belur, AS minta agar Ukraina menyerahkan Segala mineral tambang kritis kepada AS. Kalau Ukraina enggak mau, AS pun Enggak mau Tengah memberikan Sokongan Dana Kepada perang. Itu Pandai saja terjadi pada Indonesia yang terprovokasi perang dengan Tiongkok di Laut China Selatan (Laut Natuna Utara),” ia menyerocos Lanjut.

Cek Artikel:  Tolak Penyimpangan Hormati Pribadinya

Jadi, sang Kawan menyarankan agar kita selow aja menyikapi tarif resiprokal Trump itu. Jalankan Rekanan dengan AS seperti Normal saja. Begitu juga Rekanan dengan Tiongkok, jalankan Normal aja.

Lewat, kalau kita pro-AS, apakah pemutusan Rekanan kerja alias PHK akan terhindar? Enggak juga. Tetap saja terjadi PHK. Mengapa begitu? Karena masalah struktur biaya dalam industri kita memang Enggak efisien. Benahi saja struktur cost industry dengan deregulasi.

Sang Kawan Tentu, dengan tarif di atas 125% yang dikenakan Trump kepada Tiongkok, asal kita tetap Independen, bukan Enggak mungkin banyak industri padat karya Tiongkok yang direlokasi ke Indonesia. Niscaya pengusaha AS akan berinvestasi di Indonesia. Sesimpel itu.

Saya pun bingung digedor dengan solusi ekstrem dari sang Kawan. Tadinya saya Mau membantah Segala Langkah ‘ekstrem’ yang dia kemukakan. Tetapi, Hening-Hening, saya tak sanggup menyangkal gempuran ‘proposalnya’ itu. Sembari menyeruput kopi, menyocol pisang goreng ke sambal, saya seperti harus me-reset pandangan saya tentang Langkah menghadapi Trump.

Mungkin Anda Menyukai