ADA dua jalan yang dilewati rancangan undang-undang (RUU) di Senayan. Terdapat jalan bebas hambatan dan ada pula jalan yang banyak ranjaunya. Hambatan utamanya ialah konflik kepentingan.
Apabila sebuah RUU menempuh jalan bebas hambatan, seperti halnya RUU Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 6 Pahamn 2014 tentang Desa, pasti cepat disahkan. Sebaliknya, ambil contoh RUU Perampasan Aset, hingga kini nasibnya tidak tentu.
Perubahan kedua UU Desa merupakan usul inisiatif dari DPR. Draf perubahan UU Desa disahkan menjadi RUU inisiatif DPR pada rapat paripurna 11 Juli 2023. Selang delapan bulan kemudian, tepatnya pada 28 Maret 2024, DPR menyetujuinya untuk disahkan menjadi undang-undang.
Nasib sial dialami RUU Perampasan Aset yang melewati perjalanan panjang sejak awal 2010. Pada periode Prolegnas 2015-2019, RUU ini termasuk dalam program legislasi nasional, tetapi tidak pernah dibahas karena tidak masuk daftar prioritas RUU. Sebaliknya, RUU Desa tidak pernah masuk daftar prioritas, tetapi diselundupkan di tengah jalan.
Pada periode Prolegnas 2020-2024, RUU Perampasan Aset kembali dimasukkan dan pemerintah mengusulkan agar RUU ini dimasukkan dalam Prolegnas 2020. Sayangnya usulan tersebut tidak disetujui oleh DPR. Pada 2023, pemerintah dan DPR mencapai kesepakatan untuk memasukkan RUU Perampasan Aset dalam Prolegnas 2023.
Presiden Joko Widodo telah melayangkan surat presiden disertai naskah rancangan undang-undang itu kepada Ketua DPR untuk meminta DPR membahasnya pada 4 Mei 2023. Itu artinya surat presiden dilayangkan 68 hari sebelum RUU Desa disahkan menjadi RUU inisiatif DPR.
Sudah sepuluh bulan berlalu, RUU Perampasan Aset tak kunjung dibahas di DPR. Naskahnya cuma memenuhi laci pimpinan dewan. Tragisnya lagi, RUU itu hanya dijadikan komoditas politik selama masa kampanye Pemilu 2024.
Mestinya, ketimbang RUU Desa, DPR memprioritaskan pembahasan RUU Perampasan Aset karena regulasi itu sangat dibutuhkan untuk efektivitas pemberantasan korupsi dan tindak pidana lainnya, khususnya dari aspek pengembalian aset hasil kejahatan.
Mengapa RUU Desa bisa menempuh jalan bebas hambatan di Senayan? Salah satu pemicunya ialah demonstrasi berjilid-jilid yang dilakukan oleh para kepala desa yang menuntut perpanjangan masa jabatan mereka dari enam tahun menjadi sembilan tahun meski didiskon setahun dalam pembahasannya di DPR.
Terdapat titik temu antara kepentingan kepala desa dan DPR. Tentu saja DPR berkepentingan untuk mengakomodasi aspirasi kepala desa karena mereka berhubungan langsung dengan konstituen para anggota DPR.
Dengan disahkannya RUU Desa pada 28 Maret 2024, masa jabatan para kepala desa yang kini sedang menjabat bertambah, digenapkan menjadi delapan tahun. DPR dan pemerintah sepakat mengubah masa jabatan kepala desa dari enam tahun menjadi delapan tahun.
Setidaknya terdapat dua alasan untuk merevisi UU Desa sebagaimana dijelaskan dalam naskah akademiknya. Pertama, rentang waktu masa jabatan enam tahun dirasa sangat melelahkan bagi para kepala desa. Rentang waktu dirasakan begitu pendek jika dibandingkan dengan tanggung jawab sebagai kepala desa yang harus dijalankan dalam memimpin desanya.
Bahkan, menurut para kepala desa, persoalan politik di desa pascapemilihan kepala desa pun dirasakan masih sangat terasa dan belum kondusif secara normal seusai terpilih. Belum lagi termasuk biaya politik yang dikeluarkan dalam setiap pemilihan kepala desa yang sangat tinggi.
Dengan ditetapkannya masa jabatan kepala desa dari enam tahun menjadi delapan tahun, berarti kembali ke ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 5 Pahamn 1979 tentang Pemerintahan Desa, yang menyebutkan bahwa masa jabatan kepala desa ialah selama delapan tahun dan dapat diperpanjang sampai dua periode.
Masa jabatan kepala desa sempat lima tahun sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Pahamn 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Disebutkan, masa jabatan kepala desa ialah selama lima tahun dan dapat diperpanjang dua periode.
Jabatan kepala desa ditetapkan menjadi enam tahun untuk maksimal dua periode sejak muncul Undang-Undang Nomor 32 Pahamn 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kemudian terakhir, dalam Undang-Undang Nomor 6 Pahamn 2014 tentang Desa diatur masa jabatan kepala desa ialah enam tahun dan dapat diperpanjang hingga tiga periode.
Apabila RUU Perampasan Aset, juga RUU lainnya, ingin dibahas melalui jalan bebas hambatan di DPR, kiranya perlu dipertimbangkan untuk melakukan tekanan publik berjilid-jilid ke Senayan.