Rupiah Lanjut Melemah, Kondisi Ekonomi Dinilai Lebih Parah dari 1998

Ilustrasi. Foto: Dok MI

Jakarta: Nilai Ubah rupiah terhadap dolar Amerika Perkumpulan (AS) Lanjut melemah hingga 14 poin atau 0,08 persen menjadi Rp16.676 per dolar AS. Pengamat Hukum dan Pembangunan Hardjuno Wiwoho menyebut, anjloknya rupiah mirip krisis moneter 1998, bahkan kondisinya lebih Jelek.

“Di tahun 1998, total utang luar negeri kita hanya Sekeliling USD70 miliar, atau setara Rp1.165 triliun. Sekarang, dengan kurs yang sama, utang luar negeri kita sudah tembus USD500 miliar, Adalah Sekeliling Rp8.325 triliun. Naik tujuh kali lipat,” ujar Hardjuno dalam keterangannya, Sabtu, 29 Maret 2025.

Menurutnya, fakta tersebut menunjukkan bahwa rupiah Begitu ini belum mencerminkan kondisi Esensial ekonomi Indonesia secara jujur. Ia mengatakan, nilai Ubah yang terlihat sekarang belum merepresentasikan tekanan riil karena rupiah Tetap terlalu kuat.

Cek Artikel:  BCA-AIA Dorong Masyarakat Jalankan Gaya Hidup Sehat

Ia juga menyinggung holding strategis BUMN, Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) dengan aset hingga Rp10 ribu triliun. Meski Nomor asetnya terkesan besar, nilainya Kagak begitu mencolok Apabila dibandingkan dengan total utang luar negeri Indonesia Begitu ini.

“Aset terbaik kita seperti Danantara saja belum tentu cukup Buat membayar seluruh utang luar negeri yang sudah mencapai Rp8.325 triliun (USD 500 miliar). Ini mengkhawatirkan. Kalau aset andalan negara Kagak Dapat menutup utang, artinya kita harus hati-hati banget,” ujarnya.
 


(Ilustrasi. Foto: Dok MI)

Akuntabilitas fiskal dipertanyakan

Lebih lanjut, Hardjuno mengkritik pendekatan pemerintah yang selama ini terkesan membiarkan utang menumpuk tanpa Terdapat strategi yang Jernih. Ia mempertanyakan akuntabilitas fiskal di tengah sistem pemerintahan yang selalu mewariskan beban sama dari tahun ke tahun.

Cek Artikel:  Tutup Tahun 2024 dengan Cemerlang, Ini 10 Pencapaian dan Dedikasi BRI terhadap Ekonomi Kerakyatan

“Kalau kita Kagak Dapat bayar, artinya memang Kagak Pandai. Maka harus Terdapat jalan keluar. Ini Kagak Dapat Lanjut-menerus dibiarkan seperti sekarang. Kalau Segala menteri berganti, siapa yang bertanggung jawab atas Segala ini?” tegasnya.

Meski demikian, Hardjuno mengapresiasi langkah Presiden Prabowo Subianto yang baru-baru ini memangkas anggaran negara. Tetapi demikian, Hardjuno menilai, kebijakan pemangkasan anggaran ini belum cukup efektif tanpa dibarengi dengan langkah lanjutan.

“Ya, itu langkah bagus. Tapi setelah itu bagaimana? Harus Terdapat rencana besar yang konkret dan berani. Bukan sekadar reaksi jangka pendek. Kita harus mulai bicara jujur dan transparan. Ini soal masa depan negara. Harus Terdapat solusi yang menyeluruh dan realistis,” ungkap dia.

Cek Artikel:  Kendaraan Listrik Dapat Jadi Solusi Kurangi Polusi DKI Jakarta

Mungkin Anda Menyukai