PERGURUAN tinggi merupakan satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi Mempunyai fungsi sebagaimana diatur dalam UU No 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi, Yakni (a) mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, (b) mengembangkan sivitas akademika yang inovatif, responsif, kreatif, terampil, berdaya saing, dan kooperatif melalui Penyelenggaraan Tridharma, dan (c) mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora.
Mengacu pada rumusan UU tersebut, perguruan tinggi menjadi salah satu garda terdepan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa melalui Tridharma sebagai core business (bisnis Esensial), Yakni pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Seiring perkembangan Era, sebagian perguruan tinggi mengalami pergeseran fungsi ke arah yang bersifat instrumental, seperti persoalan administrasi, mencari sumber pendanaan melalui bisnis yang diharapkan menghasilkan pemasukan Biaya, khususnya perguruan tinggi negeri yang berstatus badan hukum (PTNBH), di samping fungsi Tridharma.
Apalagi, Begitu ini muncul wacana tawaran izin pengelolaan tambang bagi perguruan tinggi yang menimbulkan pro dan kontra di kalangan insan akademik perguruan tinggi. Polling yang dilakukan oleh Bunyi Surabaya (SS) kepada para pendengar SS yang rata-rata berlatar belakang akademisi menunjukkan Komparasi yang Dekat seimbang, antara yang setuju perguruan tinggi ikut mengelola tambang sebesar 47% dan yang Enggak setuju sebesar 53%.
Responden yang setuju beralasan menjadi kesempatan bagi perguruan tinggi Buat mendapatkan dan menghasilkan nilai ekonomi, sekaligus Buat laboratorium penelitian. Sedangkan bagi yang Enggak setuju karena adanya kekhawatiran akan terjadi pertentangan dengan independensi dan nilai-nilai perguruan tinggi.
Pendapat responden yang setuju senada dengan pandangan Wakil Rektor IV Bidang Penemuan, Kerja Sama, dan Kealumnian Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Mohammad Hatta yang menyambut positif wacana pengelolaan tambang bagi perguruan tinggi, Buat memperbaiki tata kelola pertambangan agar lebih berwawasan lingkungan dan berkeadilan. Di samping Buat mengatasi keterbatasan pendanaan yang dihadapi oleh perguruan tinggi, terutama dalam pengembangan riset dan Penemuan.
Sedangkan pendapat responden yang Enggak setuju senada dengan pendapat Ketua Komisi Nasional Indonesia Buat UNESCO Itje Chodidjah yang berpendapat bahwa kampus atau perguruan tinggi bukan tempat berbisnis seperti pertambangan, melainkan sebagai center of excellence dan center of knowledge. Menurutnya, independensi perguruan tinggi harus dijaga dari kepentingan bisnis dan politik.
Sementara itu, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) belum membahas sama sekali terkait wacana pengelolaan tambang bagi perguruan tinggi sebagaimana disampaikan oleh Mendiktisaintek Satryo Soemantri Brodjonegoro dan Wamendiktisaintek Stella Christie yang menegaskan Enggak perlu buru-buru membahas hal tersebut.
Menyikapi pro dan kontra terkait pandangan pengelolaan tambang bagi perguruan tinggi, perlu dilakukan reposisi atau memposisikan kembali kepada jati diri dan core business perguruan tinggi sebagaimana amanat UU dengan mengedepankan akademik dan riset Buat menjaga kelestarian alam, mengembangkan nilai-nilai humaniora, dan memperkuat khittah perguruan tinggi sebagai pusat keilmuan dan akademik, bukan lahan bisnis, apalagi politik.
Implementasi regulasi
Terkait kebutuhan instrumental seperti sarana prasarana dan sejenisnya Buat PTN, pemerintah berkewajiban Buat menyiapkan fasilitas secara memadai agar pimpinan perguruan tinggi Enggak disibukkan mencari sumber pendanaan seperti pengelolaan tambang dan urusan yang bersifat instrumental, administratif, dan sejenisnya, melainkan Konsentrasi memimpin dan mengawal Penyelenggaraan Tridharma.
Buat PTS, pihak yayasan juga berkewajiban menyiapkan segala hal yang berkaitan dengan kebutuhan sarana prasarana supaya aktivitas Tridharma di PTS berlangsung dengan Berkualitas pula.
Di sisi lain, perguruan tinggi Enggak Pandai disamakan dengan perusahaan yang Mempunyai core business dengan orientasi income generating. Tuntutan perusahaan memang menghasilkan Biaya melalui business plan dan produk-produk yang dihasilkan karena memang demikian di antara tugas pokok dan fungsinya.
Perguruan tinggi yang Pandai menghasilkan sumber pendanaan yang Terkenal disebut income generating itu sebagai suatu nilai tambah saja bagi perguruan tinggi, dari aktivitas kerja sama dan dharma penelitian yang mengarah pada hilirisasi, sehingga memberi nilai tambah secara ekonomi. Di sinilah pentingnya link and match antara perguruan tinggi dan dunia usaha-dunia industri (DUDA-DUDI).
Mengadaptasi kebijakan presiden
Era pemerintahan Presiden Prabowo telah mengarah pada kebijakan dalam penggunaan anggaran secara efektif dan efisien, bahkan anggaraan perjalanan dinas dikurangi Sebelah. Berdasarkan analisis yang dilakukan penggunaan anggaran di berbagai kementerian belum sesuai dengan yang semestinya, Lagi banyak ditemukan anggaran perjalanan dinas (jaldis) dalam jumlah besar. Kebijakan ini tentu akan turun Tiba satuan kerja di Rendah kementerian atau lembaga (K/L) di bawahnya Buat menerapkan prinsip efisiensi dalam penggunaan anggaran negara.
Dalam Sidang Kabinet di Kantor Presiden, Rabu 22 Januari 2025, Presiden Prabowo menetapkan tiga kriteria wajib Buat penggunaan APBN. Pertama, anggaran dikeluarkan Buat penciptaan lapangan kerja dan produktivitas ekonomi. Kedua, anggaran harus dikeluarkan Buat mendukung swasembada pangan dan Daya. Keduanya merupakan kebutuhan dasar. Ketiga, anggaran negara yang dikeluarkan harus Pandai memberikan terobosan teknologi demi kemajuan RI.
Mengacu pada kriteria yang ditetapkan Presiden, perguruan tinggi dan induk kementerian yang menaungi wajib menyesuaikan kebijakan terkait penggunaan anggaran, dengan menfokuskan pada core business perguruan tinggi, Yakni pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, di samping juga mengurangi anggaran Buat perjalanan dinas secara efisien.