KETUA Asosiasi Dosen Hukum Kesehatan Indonesia M Nasser menyoroti sikap Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang menyatakan ada dugaan pungutan Rp 40 juta terhadap mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip), Dokter Aulia Risma Lestari.
Dia menilai pernyataan itu bagian dari kebohongan yang selama ini diungkap ke publik. Nasser yang juga mantan anggota Kompolnas itu mengatakan kebohongan pertama yang disampaikan ke publik soal dugaan bunuh diri yang dipicu oleh perundungan atau pembullyan.
Nasser mengatakan hal tersebut tertuang dalam surat yang diterbitkan Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan (Ditjen Yankes) Kementerian Kesehatan. Surat bernomor TK.02.02/D/44137/2024 berisi Penghentian Sementara Program Studi Anestesi Undip Semarang di RS Kariadi Semarang.
Baca juga : Polisi Bentuk Tim Tertentu Usut Mortalitas Mahasiswi PPDS Undip
Dalam surat tersebut dijelaskan alasan penghentian sementara Prodi Anestesi karena adanya dugaan perundungan yang memicu bunuh diri dari dr Aulia Risma Lestari. Padahal, dia menyebut pihak kepolisian masih mendalami dugaan bunuh diri yang dilakukan oleh korban. Polrestabes Semarang juga belum menyimpulkan korban bunuh diri gegara aksi perundungan.
“Tamat hari ini saksi masih diperiksa. Enggak ditemukan alat bukti akibat bully, anak ini (korban) bunuh diri,” ujar dia dalam jumpa pers secara daring bersama Kolaborasi Anti-Korupsi yang terdiri dari LBH Undip, Badan Pembelaan Personil Ikatan Dokter Indonesia serta Komite Solidaritas Profesi dan Satuan Anti Kebohongan, Senin (2/9).
Nasser kemudian menyinggung soal surat atau buku harian yang ditulis oleh korban. Tulisan korban itu kemudian disimpulkan sebagai indikasi korban bunuh diri akibat pembullyan.
Baca juga : Terungkap Dugaan Perundungan dan Kerja di Luar Dosis Dokter PPDS Undip Semarang
“Jadi, itu sungguh tidak benar. Setelah kebohongan itu terungkap, diungkap media dan sarasehan bahwa tidak ada pembunuhan. Pembunuhan itu harus ada sebab akibat,” ujar Nasser.
Dia pun menyinggung pernyataan Juru Bicara Kemenkes, Mohammad Syahril soal adanya pungutan sebesar Rp 40 juta terhadap korban dari oknum senior.
Menurut dia, pernyataan dari pihak Kemenkes sebagai sebuah kebohongan. Hal itu dikuatkan juga oleh keterangan dr Firda, salah satu teman seangkatan Aulia Risma Lestari yang hadir dalam jumpa pers daring tersebut.
Baca juga : Penyelidikan Bunuh Diri Mahasiswa PPDS Undip Ditangani Pihak Kepolisian
“Enggak benar adanya pemalakan atau pemungutan dari senior,” kata Firda.
Dia lantas menuturkan bahwa yang sebenarnya terjadi adalah kolektif uang untuk satu angkatan PPDS yang diberikan oleh semua peserta didik.
“Nominalnya juga sesuai kesepakatan satu angkatan. Enggak ada patokan harga untuk kumpulan (patungan) satu angkatan itu per bulannya,” kata dia.
Baca juga : Hasil Penyelidikan PPDS: dr Aulia Risma Diduga Dipalak Rp40 Juta per Bulan
Firda menyebut dalam satu angkatan, total ada sebelas mahasiswa-mahasiswi, termasuk korban. Eksispun pungutan uang itu digunakan untuk operasional angkatan dan biaya makan malam ketika bertugas. Dia mengatakan dari rumah sakit hanya mendapat jatah makan siang, sehingga untuk makan malam para mahasiswa harus membeli sendiri.
Firda juga membantah soal pernyataan pungutan sebesar Rp 40 juta tersebut. Dia mengatakan uang yang dikumpulkan dari pungutan hanya sekitar Rp 15-20 juta dalam sebulan dan dipakai untuk operasional. Pengumpulan uang itu juga hanya dilakukan oleh angkatan pertama. Selepas itu, tidak ada lagi pungutan uang.
Hal itu juga dibenarkan oleh dr Angga, salah satu mahasiswa PPDS Undip yang lebih senior.
“Saya pastikan selama menjalani pendidikan tidak ada pemalakan dari pihak mana pun. Sehingga dalam jumlah berapa pun tidak dibenarkan dan tidak terjadi,” ujar dia.
Angga menuturkan mahasiswa semester satu hanya diminta pungutan sebesar Rp 10 juta per orang untuk operasional angkatan selama satu semester.
“Itu juga bisa dicicil tidak harus cash (tunai). Saya cicil sebanyak empat kali,” ujar dia.
Sementara Nasser mengatakan pihaknya yang menamakan diri Kolaborasi Anti Kebohongan itu berencana untuk membuat laporan polisi di Bareskrim Polri atas kebohongan yang sudah disampaikan ke publik.
“Kami sedang merundingkan melakukan upaya hukum melaporkan ke Bareskrim, pencemaran nama baik dan fitnah,” kata dia. (Z-8)