Presiden Jokowi Kunci Pemilu Jurdil

AKANKAH Pemilu 2024, terutama pilpres, berlangsung jujur dan adil (jurdil)? Kita tentu berharap demikian. Akan terwujudkah harapan itu? Segala bergantung pada orang nomor satu di negeri ini, Presiden Jokowi.

Ketidakjujuran dan ketidakadilan selalu membayangi setiap kompetisi demokrasi. Bayang-bayang itu semakin gelap ketika orang yang bertanggung jawab untuk memastikan pemilu jujur dan adil punya keberpihakan, tidak netral. Ketika dia imparsial saja, kecurangan pasti ada, apalagi jika parsial.

Itulah yang menjadi pertanyaan sekaligus kekhawatiran akan sejujur apa, seadil apa, pilpres mendatang. Pertanyaan itu wajar, sangat wajar, kian menguat karena ada indikasi Presiden tidak netral. Kekhawatiran itu sah-sah saja lantaran Jokowi kian terang menunjukkan keberpihakan.

Cek Artikel:  Meneguhkan Oposisi, Mencegah Tirani

Memang, berulang kali Presiden berjanji akan netral. Berulang kali pula dia memerintahkan seluruh aparatur negara untuk bersikap yang sama. Pun kepada TNI-Polri yang berada langsung di bawah kendalinya, Jokowi menegaskan hal serupa.

Janji itu, instruksi itu, penegasan itu bagus, tetapi tidak cukup. Ia hanya akan punya arti jika tidak berhenti sebatas kata-kata, tetapi diwujudkan dalam realitas. Ia akan menjadi vitamin kontestasi jika antara ucapan dan tindakan selaras di lapangan, sebaliknya bakal menjadi racun kalau berseberangan.

Sayangnya, semua itu cuma seharusnya, hanya idealnya. Faktanya, ada potensi besar bahwa yang diucapkan akan berbeda dengan yang dilakukan. Presiden berjanji akan netral, tetapi situasi sangat memungkinkan dia tidak netral. Keberadaan sang putra sulung, Gibran Rakabuming Raka, sebagai bakal calon wakil presiden pendamping Prabowo Subianto ialah penyebabnya.

Cek Artikel:  Bansos bukan Donasi Elektoral

Bagaimana kita percaya 100% bahwa Presiden tidak akan berpihak jika anaknya menjadi pemain? Belum lagi pengalaman menunjukkan tidak jarang dia inkonsisten menjelang kompetisi. Dia pernah menyatakan tak akan cawe-cawe, tapi kemudian bilang akan cawe-cawe, bahkan sudah cawe-cawe.

Jokowi pernah mengatakan anaknya tak logis untuk ikut berkontestasi sebagai cawapres, tapi kenyataannya kemudian Gibran mencalonkan diri. Pencalonannya kental dengan dugaan ketidaknetralan, ketidakjujuran. Gibran bisa maju setelah dihamparkan karpet merah oleh sang paman, eks Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman, dan Jokowi merestui.

Terkini, baru dalam hitungan hari berjanji untuk netral, Jokowi lagi-lagi mempertontonkan keberpihakan. Dia menyinggung pemimpin yang kuat dalam sebuah acara yang dihadiri Prabowo, capres yang didampingi anaknya.

Cek Artikel:  Kampanye Menerabas Netralitas

Jujur atau tidaknya, adil atau tidaknya, pilpres memang tanggung jawab semua pihak. Tetapi, dia akan sangat bergantung pada presiden, sosok yang mengendalikan segala sumber daya dan aparat negara. TNI-Polri yang dipimpin ‘jenderal-jenderal kelompok Solo’ pasti netral jika Presiden benar-benar netral. Aparatur negara tidak akan berpihak jika Presiden betul-betul tak berpihak.

Kalah atau menang ialah hal biasa dan bisa lebih mudah diterima jika kompetisi demokrasi bergulir jujur dan adil. Apabila sebaliknya, ia akan menyisakan bara. Kunci jurdil itu ada di tangan Jokowi.

Mungkin Anda Menyukai