KENALKAN, salah satu petani perempuan milenial, yaitu Jatu. Jatu mengatakan petani milenial memiliki kelebihan dalam hal adaptasi teknologi dan jejaring yang luas. Dengan berjejaring secara global, petani milenial dapat memperoleh pengetahuan dan teknologi baru yang dapat diterapkan di Indonesia, sehingga meningkatkan produktivitas dan efisiensi produksi pertanian.
Di tengah ancaman krisis pangan yang melanda dunia akibat perubahan iklim, peran petani milenial dan pemanfaatan teknologi menjadi kunci penting bagi Indonesia dalam menjaga ketahanan pangan nasional.
“Ketahanan pangan memang sedang menjadi ancaman krisis di setiap negara. Jadi pentingnya peran milenial dan anak-anak muda yang bisa bergerak cepat dan borderless. Jadi kita juga bisa kerja sama bilateral untuk meredam ancaman ketahanan pangan akibat perubahan iklim,” ujar Jatu dalam dialog Perhimpunan Merdeka Barat 9 (FMB9) dengan tema Ketahanan Pangan di Tangan Petani Milenial, Senin (24/6).
Baca juga : Cegah Krisis Pangan, Negara Colombo Plan Belajar SLI ke BMKG
Jatu yang merupakan sarjana pertanian ini mengatakan, problematika pangan tak hanya soal produksi, tetapi juga distribusi dan akses pasar. Hal ini yang menjadi salah satu masalah besar di Indonesia.
“Banyak problem di Indonesia. Kalau misalkan kita impor, direspons negatif. Tapi di negara lain, impor itu penting dalam bisnis pertanian,” ujarnya.
Jatu mengatakan, regenerasi petani merupakan langkah penting, terutama karena banyak anak muda yang memiliki wawasan luas dalam penggunaan teknologi pertanian.
Baca juga : WWF Dorong Perbankan Perkuat Pengelolaan Risiko Perubahan Iklim
Karena itu, setelah lulus kuliah, ia memutuskan untuk membentuk komunitas yang bergerak di bidang pertanian, yaitu AIO (Agriculture Innovation Organization) di Yogyakarta. Tujuan utama komunitas ini adalah untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi oleh petani.
“Banyak petani di lapangan tidak mengerti bagaimana mengakses pasar, sementara pasar juga tidak memahami kebutuhan dan keinginan petani. Melalui AIO, kami berupaya menjembatani kesenjangan ini dengan mengedukasi petani tentang strategi pemasaran dan memfasilitasi komunikasi antara petani dan pasar,” ujarnya.
Menurutnya, petani milenial Indonesia memiliki potensi besar untuk membantu pemerintah dalam menjaga ketahanan pangan nasional. Tetapi, dibandingkan dengan negara lain, upaya pengembangan pertanian di Indonesia dinilai kurang masif.
Baca juga : Penanaman Pohon Komitmen Dukungan Pencapaian Zero Net Emission 2050
Di sinilah peran milenial menjadi penting. Dengan kemampuannya bergerak cepat dan berjejaring global, Jatu dan kawan-kawannya membangun kolaborasi bilateral untuk meredam ancaman krisis pangan akibat perubahan iklim.
“Kolega-teman di Indonesia harusnya bersyukur bahwa movement atau regenerasi petani ini sudah selangkah lebih maju untuk membantu pemerintah dalam rangka menjaga ketahanan pangan nasional,” kata Jatu.
Jatu juga berharap pemerintah untuk lebih mengoptimalkan program-programnya. Ia menyadari bantuan pemerintah merupakan hal penting dalam mendorong gerakan masyarakat. “Sokongan itu stimulus, bukan untuk kecanduan,” tegasnya.
Lebih jauh, Jatu melihat potensi besar Indonesia di sektor pangan dengan tanahnya yang subur dan iklim tropis yang mendukung. Di sisi lain, ia juga prihatin dengan minimnya pemanfaatan teknologi dan kurangnya manuver dalam mengembangkan sektor pertanian dibandingkan dengan negara lain.
Karena itu, generasi petani milenial dan penggunaan teknologi memiliki peran penting dalam memajukan sektor pertanian. Dengan semangat, inovasi, dan kolaborasi, para petani milenial memiliki potensi besar dalam membawa perubahan positif bagi masa depan ketahanan pangan Indonesia dan dunia. (H-2)