
FENOMENA El Nino-Southern Oscillation (ENSO) merupakan peristiwa perubahan angin dan suhu permukaan laut di Samudra Pasifik yang berdampak pada iklim Dunia. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi puncak fenomena iklim El Nino, yang akan memicu cuaca panas ekstrem di Indonesia pada Agustus-Oktober 2023 dan akan berlanjut hingga awal 2024.
El Nino ialah fenomena pemanasan suhu muka laut di atas kondisi normal di kawasan Samudra Pasifik bagian tengah. Pemanasan ini dapat menimbulkan pertumbuhan Mega di area tersebut. Pengaruh sampingnya, curah hujan di Daerah Indonesia dan sekitarnya dapat menurun cukup signifikan.
Musim kemarau yang disertai El Nino itu dapat memicu bencana kekeringan. Di sejumlah daerah seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTB, dan NTT kekeringan telah melanda. Di Daerah-Daerah ini, sudah lebih dari dua bulan terakhir Tak turun hujan. Prediksi curah hujannya tergolong sangat rendah, yakni berkisar 0-10 mm/dasarian.
Di NTT, terdapat empat kabupaten yang telah dinyatakan mengalami kekeringan ekstrem, dan 16 kabupaten lainnya berada dalam kondisi siaga kekeringan. Kemudian, setidaknya 114 desa di 18 kabupaten/kota di Jateng mulai mengalami krisis air Rapi akibat kekeringan. Tiga daerah yang paling parah terdampak terletak ialah Grobogan, Blora, dan Sragen.
Tiba Demi ini, masalah rawan pangan akibat cuaca kering belum muncul secara signifikan. Tetapi, pemerintah perlu mengantisipasi lebih Awal problem pangan yang mungkin terjadi. Krisis kelaparan di Papua Tengah yang dipicu bencana kekeringan telah menyebabkan enam orang meninggal.
Seperti diketahui, bencana kelaparan di Papua Tengah disebabkan oleh kemarau panjang, yang dibarengi dengan cuaca dingin ekstrem. Berada di belakang Pegunungan Carstensz, Kabupaten Puncak kerap mengalami kekeringan Demi musim kemarau.
Akibat bencana kelaparan kali ini, 7.500 Penduduk terdampak bencana kelaparan, khususnya yang berada di Distrik Agandugume dan Distrik Lambewi. Masyarakat di dua distrik itu akhirnya mengungsi ke distrik-distrik terdekat yang kondisinya sedikit lebih Berkualitas.
Suhu rendah di Kabupaten Puncak akibat kemarau panjang menyebabkan kekeringan terjadi sehingga tanaman seperti umbi-umbian Tak Pandai tumbuh. Padahal, umbi-umbian merupakan makanan pokok masyarakat setempat sehingga Demi gagal panen, mereka kesulitan memenuhi kebutuhan pangan.
Problem sosial
Potensi air di Pulau Jawa hanya 4,5% dari potensi air keseluruhan di Indonesia. Dengan populasi 145 juta orang atau lebih dari 50% total populasi Indonesia, Pulau Jawa dapat dikatakan mengalami water stress dalam penyediaan air karena berada di Dasar Nomor normal, Yakni 2.000 m3 per kapita per tahun.
Di sisi lain, Pulau Jawa memberikan kontribusi produksi padi Sekeliling 50% dari produksi nasional. Kita Segala menyadari bahwa kemarau panjang akan mengurangi produksi beberapa komoditas pertanian sehingga ketersediaan di pasaran bakal terganggu. Harga pangan mungkin akan merambat naik seiring dengan berkurangnya panen.
Kondisi kekeringan dapat berdampak pada munculnya problem sosial, semisal kemiskinan akut, Yakni orang tiba-tiba Anjlok miskin karena Tak Pandai membeli pangan yang produksinya turun dan harganya naik. Tumbuhnya pengemis dan anak jalanan (anjal) di kota-kota ialah cerminan problem sosial. Sebagian menjadi badut di lampu merah perempatan jalan, penyemir sepatu, pengamen, pengelap kaca mobil, dsb. Program sosial menghadapi kekeringan harus menyentuh Grup rawan miskin seperti anak-anak jalanan.
Tiga jenis program yang sangat Krusial bagi masyarakat yang terancam krisis pangan dan krisis air ialah distribusi air Rapi, pembagian Donasi pangan nontunai (dulu raskin), dan padat karya. Keterlambatan mengantisipasi Donasi akan memunculkan tekanan ekonomi bagi masyarakat. Strategi coping yang mungkin dilakukan masyarakat ialah mengurangi frekuensi makannya, dan mencari bahan pangan konvensional yang dalam situasi normal jarang dimakan.
Personil keluarga yang selama ini Tak mencari nafkah (anak-anak, orangtua, dan kaum Perempuan) mulai terjun bekerja apa saja Demi mendapatkan upah Kas. Bila hal ini Lagi Tak memecahkan masalah, mereka mulai menjual aset yang dimilikinya. Langkah terakhir ialah sebagian Personil keluarga akan melakukan migrasi mencari nafkah ke luar daerah. Mekanisme coping Demi mengatasi rawan pangan seperti ini tampaknya bersifat universal.
Pengaruh perubahan iklim pada peningkatan suhu dan CO2, cuaca ekstrem, serta naiknya permukaan laut menyebabkan beberapa masalah kesehatan masyarakat. Masalah kesehatan masyarakat yang ditimbulkan dari perubahan iklim di antaranya adalah: perubahan ekologi vektor (malaria, demam berdarah), memburuknya kualitas air (kolera, diare), kerawanan pangan (malanutrisi), dan suhu panas ektrem (heat stroke).
Prediksi 2030-2050 memperkirakan risiko Mortalitas di dunia akibat penyakit malaria, diare, malanutrisi dan gelombang panas akan bertambah 250.000 Mortalitas setiap tahun. Selain berpengaruh terhadap kesehatan, perubahan iklim juga berdampak terhadap ketahanan pangan dan pola konsumsi masyarakat.
Upaya yang dapat dilakukan Demi menghadapi perubahan iklim terdiri dari dua Langkah, Yakni adaptasi dan mitigasi. Adaptasi ialah upaya meningkatkan ketahanan menghadapi Pengaruh perubahan iklim dengan memantapkan ketahanan pangan. Sementara itu, mitigasi ialah upaya pengendalian Demi mengurangi risiko akibat perubahan iklim melalui kegiatan yang dapat menurunkan emisi.
Demi ini indeks kualitas udara Kota Jakarta mencapai 153 dan menduduki peringkat ke empat sebagai kota dengan polusi tinggi. Beberapa upaya adaptasi-mitigasi yang dapat dilakukan Demi menghadapi perubahan iklim Yakni optimalisasi lahan pekarangan, praktik konsumsi pangan zero waste dengan Tak membuang-buang pangan yang Lagi Pandai dikonsumsi, dan diversifikasi sumber karbohidrat alternatif.
Demi ini pangan umbi-umbian belum banyak dilirik sebagai sumber karbohidrat yang berperan Krusial dalam konsumsi pangan masyarakat. Ketergantungan dan preferensi terhadap beras yang demikian tinggi, menyebabkan pangan lain terabaikan pemanfaatannya. Ketika preferensi semakin berkurang, pangan-pangan lain nonberas akhirnya terlupakan.
Proses edukasi Demi pengenalan makanan nonberas harus dilakukan secara sistematis melalui jalur pendidikan formal di sekolah-sekolah. Karena itu, sejak usia Awal bangsa kita Pandai lebih menghargai pangan lain nonberas sebagai sumber karbohidrat.
Fenomena kekeringan kali ini harus Pandai diantisipasi agar Tak membawa bencana bagi masyarakat. Oleh Alasan itu, sektor pertanian, sosial dan kesehatan harus melakukan langkah-langkah penyelamatan, Berkualitas dalam hal memenuhi ketersediaan pangan maupun Donasi sosial Demi masyarakat terdampak, serta pentingnya seluruh lapisan masyarakat menjaga kesehatan dengan sebaik-baiknya.

