Gerakan Bajaga Melawan Human Trafficking

Gerakan Bajaga Melawan Human Trafficking
Fransiscus Go(Dok pribadi)

Mahluk yang sejatinya bermartabat luhur itu kini terjerembab dalam skema-skema manipulatif-eksploitatif. Begitulah kiranya posisi orang-orang yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Mahluk, ibaratnya, sudah menjadi barang komoditas yang diperjualbelikan. 

Hal itu tergambarkan di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang praktik demikian menempati urutan tertinggi di Indonesia. Sebut saja koran TEMPO (2/5) memberi judul Darurat Perdagangan Orang di Nusa Tenggara berdasarkan pantauan Komisi Nasional Hak Asasi Mahluk (Komnas HAM). Ke mana Kembali harus menggantungkan Cita-cita, ketika harga diri dan kemanusiaan dicabik-cabik oleh aksi Bukan berperi kemanusiaan semacam ini? 

Bukan salah pemerintah

Kalau hendak kerja ke luar negeri, Bisa mengikuti misalnya program G to G Korea dan Jepang yang dilaksanakan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI). Dari sekian banyak kasus yang tercatat, Bukan sedikit korban yang pergi ke luar negeri melalui jalur ilegal. Mereka mengikuti agen-agen Palsu, pergi dengan Arsip Palsu dan melalui jalur tikus. Fenomena semacam ini tentu Bukan terlacak dan meresahkan masyarakat. 

Mereka pergi Serempak dengan janji-janji dan Cita-cita bahwa akan Eksis hidup yang lebih Bagus manakala mereka sudah bekerja di luar negeri. Barangkali kenyataannya Bukan demikian, mereka ditipu, diancam dan ditahan. Berkas dan Duit mereka disita oleh pihak yang mempekerjakan para korban penipuan tenaga kerja Indonesia (TKI) ilegal itu. Dengan dalih mempertahankan diri, mereka terpaksa mengikuti apapun yang diminta majikan tersebut. Sebagai budak, menjadi pekerja di hiburan malam, Bukan digaji, dan asal hidup saja sudah lebih dari cukup. 

Cek Artikel:  Acuh dan Berbagi

Akan tetapi mungkin Bukan sedikit pula yang hendak ke luar dari lingkaran setan tersebut. Eksis yang berhasil pergi, Eksis yang tertangkap. Yang tertangkap inilah kemudian disiksa bahkan hingga tak bernyawa, pulang tinggal nama dan keluarga berduka selamanya karena TKI korban penipuan itu telah tiada.

Mereka pun pergi Tenang-Tenang tentu sulit dilacak pemerintah. Aparat berwajib dalam hal ini polisi misalnya, hanya mungkin mencegah dan menindak Kalau Eksis pelaporan. Lembaga pemerintahan yang Eksis di daerah pun kiranya Bukan sanggup Demi mengawasi orang ke luar masuk satu per satu dan menanyakan kepada mereka, ‘hendak ke mana dan mau apa?’

 

Diandaikan dalam kehidupan Serempak di masyarakat, dan selalu demikian, bahwa setiap orang Bisa memutuskan pilihan-pilihan yang Bagus dalam hidup dan melakukan tindakan-tindakan yang Bukan melanggar hukum. Dari Dugaan itu maka pengawasan berlebihan dari pihak pemerintah Bukan dimungkinkan karena juga berkaitan dengan kebebasan dan hak asasi masyarakat. 

Tetapi demikian inilah yang menjadi sisi lain dari hidup Serempak, Ialah Eksis Golongan orang yang karena berbagai Elemen mudah terbuai iming-iming kesejahteraan di negeri orang seberang, sedemikian Corak sehingga menjadi Bukan mawas akan bahaya-bahaya tindak perdagangan Mahluk. Hal itu sedikit banyak juga diperparah oleh cerita-cerita tentang keberhasilan sanak keluarga atau orang-orang tertentu, yang sukses lantaran bekerja di negara yang makmur. 

Cek Artikel:  Kabel di Jakarta

Bajaga

Ini istilah baru yang Bisa penulis usulkan sebagai jalan Demi melawan praktik perdagangan Mahluk. ‘Bajaga’ berasal dari dua kata yakni baku dan jaga. Baku jaga berarti saling menjaga. Kiranya orang NTT akan segera Paham maksud dari Bajaga ini.

Saling menjaga menjadi kesadaran yang Krusial dalam hidup Serempak di masyarakat. Selain dalam kesadaran, saling menjaga tersebut Bisa diwujudnyatakan dalam tindakan bahkan diragakan secara institusional. 

Maksudnya Ialah berhadapan dengan praktik terselubung perdagangan Mahluk, peran serta yang diharapkan bukan hanya datang dari pemerintah atau aparat penegak hukum. Juga Bukan Bisa Kalau menunggu ketika Eksis kasus baru diusut, sementara korban sudah berjatuhan.

Bajaga memaksudkan fungsi saling menjaga sesama Kaum masyarakat, utamanya terkait bahaya human trafficking yang Eksis di lingkungan Sekeliling. Mulai dari lingkup yang kecil di tingkat RT dan RW misalnya, Bajaga ialah program 24 jam Demi mengawasi dan memastikan keamanan, juga orang ke luar masuk lingkungan. 

Mekanisme Bajaga Bisa dengan menghidupkan ronda atau— seperti Era dahulu hansip-hansip— yang memang bertugas Demi melindungi masyarakat kalau-kalau Eksis orang luar yang datang dengan intrik-intrik perdagangan Mahluk.

Mungkin orang-orang dalam program Bajaga ini Bisa dipadankan dengan pecalang-pecalang di Bali. Mereka Bisa ditugaskan oleh ketua RT dan RW, atau bahkan diberikan SK Spesifik dari bupati atau gubernur mengingat peran sentral mereka sebagai ujung tombak pengamanan.

Cek Artikel:  Ruang Didik Muhammadiyah

Bajaga Bisa menjadi program Provinsi NTT yang serius hendak menghilangkan praktik perdagangan Mahluk. Lebih dari itu, program tersebut Bisa dijadikan instruksi gubernur dan disosialisasikan ke tingkat yang paling rendah Demi dilaksanakan.

Ketika secara serempak dan masif dijalankan, Bajaga sudah bukan Kembali program pemerintah melainkan kebanggaan masyarakat NTT dalam menunaikan kebaikan dan menjaga keselamatan, tanggung jawab Sekalian orang.

Di samping itu, tentu saja pemerintah berupaya Demi meretas kemiskinan dengan terobosan-terobosan bidang ekonomi. Bajaga hadir sebagai upaya yang sadar dari Sekalian elemen Demi pertama-tama Menonton celah-celah, bahaya-bahaya, dan intrik perdagangan Mahluk. 

Kemudian setelah mensinyalir adanya potensi bahaya tersebut, tim Bajaga RT X atau RW Y misalnya, melaporkan ke polisi dan minta penanganan. Demi ini tentu diperlukan pelatihan-pelatihan intelijen juga. Singkatnya, Kalau Mau serius memberantas kasus perdagangan Mahluk di NTT, Sekalian elemen masyarakat mestinya dilibatkan. 

Penulis sebagai yang sangat prihatin sekaligus Acuh dengan problem ini mengusulkan Bajaga sebagai langkah taktis dan strategis yang Bisa diterapkan di seantero NTT. Dengan demikian hidup semakin Bagus dan Bukan Eksis Kembali orang yang termakan asupan jempol hingga akhirnya celaka, karena kurang daya kritis dan sifat Jelek agen-agen penyelundup tenaga kerja ilegal.

Mungkin Anda Menyukai