Pembangunan Sosok dan Makan Bergizi Anak Sekolah

Pembangunan Manusia dan Makan Bergizi Anak Sekolah
Ilustrasi MI(MI/Seno)

DALAM sejarah pemikiran ekonomi, pembangunan manusia merupakan konsep yang relatif baru jika dibandingkan dengan konsep klasik: pembangunan fisik (baca: infrastruktur)yang semula diyakini sebagai kekuatan utama untuk memacu pertumbuhan. Menurut aksioma lama, infrastruktur (tanah, pabrik, dan alat produksi) ialah mesin pertumbuhan yang dikategorikan modal fisik, berkontribusi penting dalam meningkatkan produktivitas ekonomi. 

Modal fisik menjadi barometer untuk mengukur kapasitas suatu bangsa dalam mencapai kemajuan ekonomi. Modal fisik punya nilai ekonomi sangat penting, seolah tak tergantikan, sampai kemudian muncul pemikiran baru bahwa ada faktor lain yang bahkan berpengaruh lebih besar pada pertumbuhan ekonomi: modal manusia. 

 

Baca juga : PT SGM Tegaskan Siap Bantu Program Makan Gratis Prabowo-Gibran

Modal manusia untuk pembangunan

Para ahli ekonomi menggunakan frasa modal manusia untuk melukiskan bahwa setiap individu memiliki tiga kecakapan esensial: cognitive skills, intellectual abilities, dan technical competencies,yang dapat berkembang maksimal melalui proses pendidikan. Tetapi, perlu klarifikasi di awal bahwa konsep itu tidak bermakna manusia sebagai human being ialah modal material dalam proses produksi, yang menjadi objek eksploitasi melalui mesin perekonomian yang oleh penganut mazhab Marxian disebut mode of production

Dalam literatur ekonomi pembangunan, konsep modal manusia merujuk pada kualitas yang melekat pada setiap individu: akumulasi pengetahuan, informasi, kompetensi, kemahiran, dan keterampilan, yang punya nilai produktif di pasar kerja. Kualitas individu itu lalu dimonetisasi yang memberi keuntungan finansial dan manfaat ekonomi, tecermin pada pendapatan per kapita, sehingga berdampak pada peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan, baik perorangan maupun masyarakat. Modal manusia selalu berasosiasi dengan pendidikan dan kesehatan karena keduanya merupakan elemen kunci pembangunan manusia.    

Baca juga : Program Makan Bergizi Gratis Dimulai 2 Februari 2025

Pendidikan berkualitas, status kesehatan dan gizi yang baik niscaya berpengaruh langsung pada produktivitas individu di dunia kerja yang dikonversi dengan penghasilan yang diperoleh. Konsep modal manusia punya akar sangat kuat dalam sejarah pemikiran ekonomi yang bisa dilacak sampai ke pemikiran klasik Terdapatm Smith dalam The Wealth of Nations (1776): ‘A man educated at the expense of much labour and time to any of those employments which require extraordinary dexterity and skill may be compared to one of those expensive machines’

Pandangan klasik itu menjadi rujukan utama para ahli ekonomi pada abad modern dengan mengembangkan gagasan modal manusia yang memiliki monetized benefit dan economic valuejustru berkali lipat jika dibandingkan dengan modal fisik. Merujuk pengalaman banyak negara maju, modal manusia merupakan faktor determinan dalam memacu peningkatan produktivitas dan akselerasi pembangunan. Sedemikian penting peran modal manusia dalam pembangunan dan memajukan ekonomi, Gary Becker (2002) menulis ‘this is the age of human capital in the sense that it is by far the most important form of capital in modern economies’. Karena itu, investasi bidang pembangunan manusia mutlak dilakukan. 

Cek Artikel:  Hasil karya Politik Pencapresan Awal dan Isu di Sekelilingnya

 

Baca juga : Kepala Badan Gizi Dibentuk, Agar Program Makan Bergizi Pandai Digelar pada Januari 2025

Investasi untuk pembangunan manusia

Di antara investasi pembangunan manusia yang bernilai strategis ialah program makan bergizi untuk anak sekolah (school nutritious-meals programme) yang diusung presiden (terpilih) Prabowo Subianto. Program itu sungguh penting dan memberi manfaat jangka panjang pada masa depan, terutama untuk menyiapkan generasi cemerlang yang sehat dan cerdas dalam menyongsong Indonesia emas 2045. 

Indonesia memiliki potensi besar dan modal manusia yang sangat memadai untuk membangun generasi emas, tetapi menghadapi masalah kekurangan gizi pada penduduk usia sekolah dan balita. Hal yang sama juga dialami banyak negara di dunia sebagaimana laporan PBB-SDGs (2015). Kepada itu, masalah gizi anak sekolah perlu diletakkan dalam konteks agenda pembangunan global. 

Baca juga : Prospek Ekonomi Keuangan Syariah di Era Prabowo Subianto

Kelaparan dan kekurangan gizi menjadi masalah serius, terutama di negara-negara berpendapatan rendah, bahkan juga dijumpai di beberapa negara ekonomi menengah. Karena itu, agenda pembangunan global menggangkat isu itu dalam SDGs 2: end hunger, achieve food security, improve nutrition, and promote sustainable agriculture

Ketika agenda SDGs dikenalkan pada 2015, diperkirakan sebanyak 795 juta penduduk dunia (mayoritas anak-anak) menderita kekurangan gizi, bahkan menjadi penyebab sekitar 45% kematian anak-anak balita. PBB menyebut pada 2022, sebanyak 735 juta orang (atau 9,2% dari penduduk dunia, sebagian anak-anak) menderita kelaparan kronis. Hal itu menandai situasi buruk yang dialami penduduk dunia: global lack of access to sufficient nourishment indicating severe insecurity food.  

Kelaparan dan kekurangan gizi jelas berdampak langsung pada anak usia sekolah. Bagi anak yang masih dalam masa tumbuh-kembang, apabila menderita gizi buruk dan mengalami micronutrient deficiencies, sangat berisiko terkena aneka macam infeksi dan penyakit kronis ketika dewasa. 

World Food Programme (WFP) mencatat bahwasebanyak 67 juta anak di dunia tidak bisa pergi ke sekolah dan 66 juta anak pergi ke sekolah dalam kondisi perut lapar, tanpa sarapan, sehingga menurunkan motivasi belajar. Kekurangan gizi bukan hanya mengganggu konsentrasi belajar, melainkan juga yang lebih berat lagi, yakni dapat merusak cognitive abilities, yang menyebabkan anak tidak fokus menyimak pelajaran, lamban mengikuti proses pembelajaran, dan tidak mampu berprestasi akademik.

Cek Artikel:  Berlebaran sambil Mewaspadai Varian XE

Kaitan antara prestasi belajar dan kecukupan gizi sangat nyata dan bersifat kausalitas. Balita yang sedang tumbuh kembang bila tidak memperoleh asupan gizi yang cukup dan anak-anak usia sekolah yang tidak mengonsumsi makanan bergizi, jelas tidak akan bisa berkembang maksimal kecerdasan kognitif, kesehatan fisik, dan kesehatan mentalnya. 

Berbagai studi ilmiah menunjukkan bahwa dua tahun pertama ditandai pertumbuhan volume dan jaringan sel-sel otak, fungsi pendengaran dan penglihatan, serta kemampuan bahasa. Perkembangan otak manusia mengalami well-developed pada usia dua tahun (Julia Dayton & Dylan Walters et al 2017). Maka itu, sepenuhnya dapat dimaklumi bila dua badan dunia, UNESCOdan UNICEF, merasa prihatin sangat mendalam bila ada balita dan anak usia sekolah mengalami kekurangan gizi karena berdampak langsung pada capaian hasil belajar dan kinerja akademis di sekolah. 

Tentu saja kita juga prihatin setiap kali membaca laporan (SFN/Stronger Foundation for Nutrition 2023) yang tertulis bernada getir begini: ‘malnourished children score 7 percent lower in mathematics tests and are 19 percent less likely to be able to read at age 8’. Ditegaskan, anak-anak yang mengalami malnourished pada usia dini, suatu periode perkembangan otak dan kecerdasan kognitif, tidak akan pernah mampu mengembangkan segenap potensi dan talenta secara sempurna pada tahun-tahun (umur) selanjutnya.      

 

Visi Prabowo: membangun generasi emas

Ketika ini Indonesia menghadapi masalah status kesehatan dan gizi anak-anak, terutama balita. Banyak balita menderita gizi buruk yang menyebabkan stunting dengan prevalensi tergolong tinggi, yakni 21,5% (SKI 2023). Masalah stuntingperlu ditangani sungguh-sungguh karena berdampak serius pada terhambatnya perkembangan otak, terutama pada periode emas 1.000 hari pertama kehidupan (HPK).   

Sangat jelas, stunting berkaitan erat dengan kemampuan akademik dan prestasi belajar siswa sebagaimana tecermin pada PISA. Hasil PISA 2022 menunjukkan negara-negara dengan prevalensi stunting tinggi, skor PISA rendah: Indonesia rata-rata skor PISA hanya 369, Filipina prevalensi stunting 26,7% dan skor PISA hanya 355. 

Demikian pula sebaliknya, Korea Selatan prevalensi stunting sangat rendah, yakni 2,5%, dan skor PISA sangat tinggi, 515, serta Singapura prevalensi stunting 4,5% dan skor PISA mencapai 543. Keduanya jauh di atas rerata negara-negara OECD, yakni 476. Hal itu memberi indikasi bahwa anak usia balita yang mengalami stuntingcenderung memiliki kemampuan belajar rendah pada masa depan.   

Cek Artikel:  Dunia Gelap, Perhimpunan G-20 Diharap

Kondisi itu menjadi alasan kuat dan argumen valid untuk program makan bergizi anak sekolah. Mengingat sedemikian strategis program itu, banyak negara di dunia bahkan sudah melaksanakannya jauh lebih awal daripadaIndonesia, berdekade silam. Sekadar menyebut sebagian saja: UK (parsial 1944, universal sejak 1946), Finlandia (sejak 1948), Korea Selatan (mulai 1953), Jepang (efektif 1970), Perancis (1971), India (1995), Brazil (2009), dan Tiongkok (2011).

Program makan bergizi sudah umum dijalankan di banyak negara untuk mengatasi masalah kekurangan gizi pada anak-anak usia sekolah. Menurut UNICEF, sebanyak 370 juta anak di dunia menerima program makan bergizi di sekolah.  

Tujuan utama program strategis itu ialah untuk perbaikan gizi anak-anak sekolah yang diharapkan akan berdampak pada peningkatan kehadiran murid, pengembangan kecerdasan kognitif, pencegahan putus sekolah, peningkatan konsentrasi belajar, yang akhirnya berbuah peningkatan hasil belajar dan pencapaian akademik tinggi para siswa. 

Secara teoretis, fondasi kesehatan fisik dan mental anak yang baik dibangun selama usia sekolah,terutama pada umur 4-15 tahun. Masa PAUD dan usia sekolah dasar merupakan periode dinamis pertumbuhan fisik dan perkembangan mental anakyang memerlukan asupan makanan berkalori, protein, dan nutrisi tinggi. 

Program makan bergizi jelas berperan pentingdalam memberi stimulasi tumbuh kembang fisik, kecerdasan intelektual, dan kesehatan mental anak-anak melalui pemberian gizi seimbang agar mereka mampu berprestasi akademik dan mencapai hasil pembelajaran maksimal dalam suatu ekosistem sekolah yang baik.

Jenderal Prabowo Subianto menyadari sepenuhnya betapa penting investasi bidang pembangunan manusia dalam upaya menyiapkan penduduk usia muda produktif pada masa depan. Investasi pembangunan manusia yang secara khusus menyasar anak-anak usia sekolah menggambarkan figur pemimpin visioner yang berkhidmat untuk memajukan bangsa dengan membangun generasi emas, yang akan berperan penting dalam beberapa dekade mendatang.

Impian Indonesia emas 2045 hanya bisa diwujudkan bila bangsa ini berhasil menyiapkan manusia-manusia unggul: sehat, cerdas, menguasai iptek, dan mampu menciptakan inovasi–refleksi the nation’s competitive advantage. Dengan berinvestasi bidang pembangunan manusia melalui program makan bergizi untuk anak sekolah, Prabowo Subianto berikhtiar menunaikan pesan profetik para pendiri bangsa yang tertulis dalam kalimat emas preambule konstitusi negara: mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum.

 

Mungkin Anda Menyukai