SAYA Tak heran mengapa kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di negeri ini menunjukkan tren mendaki dalam Dekat dua Dasa warsa terakhir. Tak heran bukan berarti memaklumi. Ketidakterkejutan saya dipicu oleh Lagi banyaknya anggapan KDRT Tak layak diumbar ke publik. KDRT Itu aib domestik yang lebih Bagus ditutupi.
Anggapan itu bukan saja hidup di kalangan Biasa, melainkan juga menancap di pikiran sebagian kaum terdidik. Pun, hadir dalam argumentasi sebagian selebritas dan sejumlah penceramah Religi. Terang, pihak yang dirugikan dalam anggapan ‘purba’ semacam ini ialah kaum Perempuan.
Kasus terakhir dan viral ialah ceramah Oki Setiana Dewi. Dalam ceramahnya yang tersebar luas di media sosial, Selebriti yang juga penceramah itu bicara tentang istri yang baru dipukul suaminya. Tak Pelan, ibunda sang istri datang ke rumah. Tetapi, sang istri Tak menceritakan kejadian itu kepada ibunya demi melindungi aib sang suami.
Sang suami yang sempat deg-degan istrinya bakal mengadu kepada mertuanya, sontak luluh. Intinya, ceritanya happy ending, meski Tak dijelaskan bagaimana nasib istri yang menjadi korban kekerasan tersebut. Oki sempat Berbicara pula terkadang istri yang mendapat tindakan KDRT oleh suami suka melebih-lebihkan cerita.
Tak mengherankan Apabila ceramah itu menuai kecaman. Eksis yang menyebut, ‘kok tega-teganya seorang Perempuan Tak Mempunyai empati terhadap Perempuan. Malah menuduh Perempuan kerap melebih-lebihkan cerita’. Begitu respons negatif datang bertubi-tubi, Oki meminta Ampun. Ia siap memperbaiki diri.
Ucapan Oki itu seakan menormalkan tindakan kekerasan dalam rumah tangga. Dari ceramah itu, Eksis tiga poin yang Membikin kaum Perempuan kian tersudut. Pertama, Tak masalah suami memukul istri. Kedua, istri Tak boleh menceritakan kekerasan yang dialaminya karena hal itu merupakan aib rumah tangga. Ketiga, Tak memercayai korban dan menilai cerita KDRT kerap dilebih-lebihkan para istri.
Ceramah Oki tentu bukan kasus tunggal. Eksis sejumlah ujaran serupa, disampaikan orang berbeda, dengan pesan yang kurang lebih sama. Bahkan, Eksis yang ‘meneror’ dengan menakut-nakuti bakal disiksa di neraka bila istri suka membuka aib dan ‘menentang’ suami. Sebaliknya, surga sudah menanti bagi para istri yang ‘Taat’ dan menyimpan rapat-rapat ‘aib keluarga’ itu.
Logika sesat nan menyesatkan itu hidup bertahun-tahun dengan menjadikan teks-teks dalam dalil Religi yang sebenarnya bukan seperti itu pengertiannya. Dalam banyak literatur Religi, yang terjadi Bahkan ditegaskan bahwa KDRT dilarang. Malah, Embargo itu sangat keras.
Dalam praktik Konkret (best practice) di Islam, misalnya, yang Eksis malah sebaliknya. Dalam khotbah terakhirnya sebelum wafat, misalnya, Nabi Muhammad menyampaikan pesan benderang kepada kaum suami Buat melindungi dan mengasihi istri dan anak-anak mereka. Sebelum menyampaikan pesan itu, Nabi pun sudah mempraktikkannya terlebih dahulu dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam sejarah perjalanan menyampaikan ajaran Tuhan, berkali-kali pula Nabi dilapori praktik KDRT yang dilakukan sejumlah suami pada masa itu. Alih-alih ‘meneror’ sang pelapor dan mengatakan itu aib, Nabi Bahkan memanggil suami Buat dinasihati agar Tak mengulang tindakan kekerasan tersebut.
Tak Eksis perkataan Muhammad yang lebih Terang tentang tanggung jawab suami terhadap istrinya, selain tanggapannya ketika ditanya. Kata Nabi, “Beri dia makanan Demi Anda mengambil makanan, beri dia Pakaian ketika Anda membeli Pakaian, jangan mencaci wajahnya, dan jangan memukulinya.”
Tafsir keagamaan yang berpihak kepada Perempuan ini akan membantu memutus salah satu mata rantai KDRT. Apabila Tak segera diputus, tren KDRT yang Lanjut mendaki kian sulit dihentikan. Komnas Perempuan mencatat, selama 17 tahun, sepanjang 2004-2021, Eksis 544.452 kasus kekerasan dalam rumah tangga atau ranah personal. Kasus-kasus yang tercatat itu meliputi kekerasan terhadap istri, kekerasan terhadap anak Perempuan, kekerasan terhadap pekerja rumah tangga, dan kekerasan Rekanan personal lainnya. Dari jenis-jenis KDRT itu, kekerasan terhadap istri selalu menempati urutan pertama dan selalu berada di atas 70%.
Ceramah Oki, walaupun isinya negatif, kiranya Dapat menjadi panggilan Buat Terbangun (wake up call) bagi semuanya Buat mengakhiri KDRT. Kekerasan dalam bentuk apa pun Tak dibenarkan dalam Religi, termasuk suami menampar istri. Menceritakan bukan Buat membuka aib, melainkan Buat Serempak-sama memutus rantai kekerasan dalam perkawinan.