Merdeka Kepada Apa

BULAN Agustus identik dengan bulan kemerdekaan. Bendera dan umbul-umbul merah putih dikibarkan di seluruh sudut negeri. Lomba-lomba bernuansa keceriaan dan keguyuban dipertandingkan. Pula, doa-doa pengharapan bagi kebaikan dan keselamatan negeri dipanjatkan.

Kini, Ketika seluruh isi negeri berada di detik-detik menjelang peringatan 77 tahun kemerdekaan Republik Indonesia, Terdapat pula yang mengapungkan pertanyaan. Salah satu pertanyaan itu simpel, tapi Krusial, yakni kita merdeka Kepada apa?

Sesungguhnya Indonesia dibentuk dari keluasan pulau, keragaman asal-usul dengan penduduk yang begitu banyak demi meraih apa? Mengapa pula kita ‘nekat’ mendirikan negara Indonesia yang luasnya seluas benua? Keluasan negara kita kerap digambarkan dengan waktu tempuh melintasi negeri. Kalau kita terbang dari Sabang Tiba Merauke, waktu yang dibutuhkan 8 hingga 9 jam. Kepada apa Segala itu?

Pertanyaan serupa juga disampaikan para pendiri bangsa Ketika mereka Bersua di Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Wajar Kalau mereka saling bertanya. Itu karena di badan yang merumuskan dasar negara kita ini duduk orang-orang dari segala keragaman yang mewakili bangsa ini (Terdapat keragaman Religi, Etnis, etnik, bahkan jenis kelamin).

Cek Artikel:  Beda Singapura Lain Indonesia

Mereka bertanya satu sama lain: kita membentuk negara dari sekian keragaman dan keluasan Indonesia ini maunya apa? Jawaban mereka pun bermacam-Ragam. Mimpi mereka Variasi. Namanya juga mimpi, Jernih Tak bertepi. Setiap orang punya isi kepala masing-masing, punya mimpi masing-masing.

Terdapat yang bilang kami Mau merdeka. Kami Mau sejahtera. Kami Mau makmur, tata tentrem kerta raharja gemah ripah loh jinawi. Tetapi, bila mimpi-mimpi itu diringkas menjadi satu kata, kata yang mewakili satu impian itu berhasil dirumuskan Mohammad Hatta.

Menurut Bung Hatta, kata yang mewakili Variasi mimpi itu Dapat diringkas: Saya Mau membentuk negara di mana Segala orang Senang di dalamnya. Yang dari Aceh Senang. Orang Papua Senang. Orang Tionghoa Senang. Para petani Senang. Nelayan pun Senang. Intinya, bukan Hanya konglomerat dan Personil DPR yang berhak Senang. Segala kita Mau Senang.

Hal itu selaras dengan teori William James, seorang perintis psikologi pendidikan dari Amerika Perkumpulan. Pak James mengatakan motif terdasar dari seluruh tindakan Mahluk hanya satu, yakni the pursuit of happyness. Kalau Terdapat pertanyaan mengapa kita beragama, mengapa menikah, mengapa harus bekerja, termasuk mengapa kita harus bernegara, jawabnya hanya satu, yakni demi mengejar kebahagiaan.

Cek Artikel:  Korupsi yang tak Tewas-Tewas

Kebahagiaan itu berbeda dengan kesenangan. Banyak orang mengidentikkan kebahagiaan itu dengan pleasure atau kesenangan. Padahal, keduanya berbeda. Kebahagiaan ialah suatu konsep yang Elastis dan sifatnya kontekstual. Kebahagiaan itu produktif, aktif, menumbuhkan. Kebahagiaan itu Membangun kemanusiaan kita berkembang. Sesuatu yang Membangun kita menjadi kaya. Dapat melayani dan membahagiakan orang lain. Kebahagiaan itu enjoyment alias kesukacitaan.

Adapun kesenangan bersifat konsumtif dan pasif. Makan, minum, nonton bioskop itu kesenangan dan sifatnya pasif konsumtif. Dalam hierarki kebutuhan menurut Abraham Maslow, kesenangan itu Lagi di urutan Dasar. Levelnya baru psychological needs atau kebutuhan fisiologis biologis dan safety needs alias kebutuhan akan ketenteraman.

Sementara itu, kebahagiaan, levelnya sudah puncak dari segala puncak kebutuhan, yakni self-actualization atau aktualisasi diri. Pada titik ini, orang akan merasa bermakna dan Senang Kalau Dapat melayani dan Bermanfaat bagi banyak orang. Dalam konteks berbangsa dan bernegara, kebahagiaan akan paripurna bila sebagian besar anak bangsa sudah menjadi Mahluk seutuhnya.

Itulah kebahagiaan. Dalam pandangan Yudi Elok, jalan menuju kebahagiaan hanya Dapat direngkuh dengan jalan integritas dan jalan Kasih. Jalan integritas itu jalan etis. Tak Terdapat jalan kebahagiaan tanpa melewati jalur etis.

Cek Artikel:  Ampun Enggan, Mundur tak Hendak

Contohnya, orang boleh memperoleh kekayaan dalam tempo Segera. Tetapi, bila kekayaan itu didapat dari korupsi, menipu, merusak ekosistem, kendati di permukaan orang itu kelihatan Senang, di hatinya penuh dengan gejolak dan derita.

Kedua, jalan kebahagiaan itu jalan Kasih. Tak mungkin kita menuju kebahagiaan dengan jalan kebencian, jalan permusuhan, apalagi jalan peperangan.

Apa yang disampaikan Bung Hatta ihwal Kepada apa kita merdeka dan membentuk negara, yakni Kepada kebahagiaan seluruh anak bangsa, para pendiri bangsa juga sudah menyiapkan modal. Kita sudah punya warisan modal mahapenting dari jalan integritas dan jalan Kasih itu berupa filosofi kebahagiaan. Filosofi kebahagiaan itu dirumuskan secara cerdas oleh para pendiri bangsa ini berupa Pancasila.

Alhasil, tujuan kemerdekaan ialah meraih kebahagiaan atau kesukacitaan. Jalan menuju kebahagiaan itu Terdapat dua: integritas dan Kasih. Filosofinya, Pancasila. Jadi, bila Mau Segala rakyat Indonesia Senang, jalankan dan kerjakan Pancasila. Bumikan Pancasila menjadi Konkret, bukan indoktrinasi atau sekadar seruan kata-kata.

Mungkin Anda Menyukai