Merayakan Kemerdekaan Kehidupan Berkota

Merayakan Kemerdekaan Kehidupan Berkota
Ilustrasi MI(MI/SENO)

PELAKSANAAN Upacara 17 Agustus 2024 di Ibu Kota Nusantara (IKN) menandai tonggak awal pembangunan IKN tahap I (2022-2024). Perayaan kemerdekaan di IKN menandai babak baru pembangunan kota di Indonesia dan mempertegas arah pembangunan perkotaan di Indonesia menuju Indonesia emas 2045.

Jumlah total penduduk Indonesia pada 2020 telah mencapai 275,5 juta jiwa yang mana jumlah penduduk perkotaan telah mencapai 155,5 juta jiwa atau 56,4%, meningkat dari 49,8% pada 2010, dengan laju pertambahan 2,77% per tahun. Di Indonesia, tingkat urbanisasi juga terus bertambah dari 151 juta jiwa (56%, 2020) diprediksi menjadi 233 juta jiwa (73%, 2045) (BPS, 2020; Bappenas, 2020). Lampau, langkah apa yang harus dilakukan?

Pertama, kota harus menarik, ia tidak perlu menjadi hutan beton. Sebaliknya, pemerintah kota dapat membawa kembali alam ke kota. Mereka dapat memperbanyak ruang terbuka hijau (RTH) ke dalam kota berupa taman lingkungan/kota/pemakaman, taman air situ/danau/embung/waduk (SDEW), jalur hijau jalan/kolong jalan layang/kolong rel kereta layang, jalur hijau bantaran rel kereta api, jalur hijau sempadan sungai/kanal, dan hutan kota/pantai/bakau.

Baca juga : Luhut Pandjaitan Apresiasi Pembangunan Ramah Lingkungan di IKN

Tiga dari empat tanaman yang menghasilkan buah dan biji bergantung pada penyerbuk. Lebah merupakan penyerbuk paling produktif, tetapi mereka mendapat banyak bantuan dari kelelawar, serangga, kupu-kupu, burung, dan kumbang. Pemerintah kota dan masyarakat dapat memperbanyak dan mengoptimalkan RTH kota–dilengkapi kolam/SDEW ramah penyerbuk agar alam dapat kembali normal, menanam beragam jenis bunga asli di taman kota dan rumah yang akan menarik perhatian burung, kupu-kupu, dan lebah. Masyarakat perlu mengurangi polusi udara, meminimalkan dampak buruk pestisida dan pupuk, melestarikan padang rumput, hutan, dan lahan basah tempat berkembang biaknya penyerbuk.

Cek Artikel:  Literasi Jalur Rempah dan Pembangunan Kebudayaan Indonesia

Kedua, kota harus tangguh terhadap perubahan iklim. Laporan Risiko Dunia 2024 (WEF) menuliskan bahwa perubahan iklim dan cuaca ekstrem sebagai hal yang patut diantisipasi dalam satu dekade ke depan. Keberaadan RTH kota dapat meningkatkan kualitas udara, memberikan lebih banyak keteduhan dan mengurangi kebutuhan akan pendinginan mekanism, serta meredam pulau panas perkotaan. Kota perlu melestarikan sungai, kanal, kolam, SDEW, dan badan air lainnya untuk mengurangi gelombang panas dan meningkatkan keanekaragaman hayati. Bangunan gedung memasang lebih banyak taman atap dan dinding untuk menyediakan habitat bagi burung, serangga, dan tanaman.

Kota memulihkan ekosistem air tawar yang menopang siklus air yang menjaga kesuburan tanah. RTH menyediakan makanan dan air bagi miliaran orang, melindungi kita dari kekeringan dan banjir, serta menyediakan habitat bagi tanaman dan hewan yang tak terhitung jumlahnya. Tetapi, populasinya terancam punah karena polusi, perubahan iklim, penangkapan ikan yang berlebihan, dan ekstraksi yang berlebihan. Pemerintah kota dapat meningkatkan kualitas air, mengidentifikasi sumber polusi, dan memantau kesehatan ekosistem air tawar. Kota dapat mengembangkan inovasi pengolahan air limbah, limpasan air hujan dan banjir perkotaan, serta proses desalinasi air laut.

Cek Artikel:  Kedaulatan Pangan

Baca juga : HUT RI di IKN Dipaksakan, Banyak Fasilitas Belum Siap

Ketiga, kota harus lestari, tidak perlu semua lahan diperkeras. Dengan memperluas RTH, kota dapat melindungi kelestarian tanah tempat berpijak. Tanah ualah habitat dengan keanekaragaman hayati paling tinggi di planet ini. Nyaris 60% spesies hidup di tanah dan 95% makanan yang kita makan dihasilkan dari tanah. Tanah yang sehat berperan sebagai penyerap karbon, mengunci gas rumah kaca yang seharusnya masuk ke atmosfer, dan memainkan peran penting dalam mitigasi iklim.

Kota mengembangkan pertanian organik yang ramah tanah. Penggiat pertanian diajak mempraktikkan pengolahan tanah tanpa pengolahan, yaitu teknik yang melibatkan budi daya tanaman tanpa mengganggu tanah melalui pengolahan tanah untuk menjaga tutupan tanah organik. Kompos dan bahan organik dapat ditambahkan ke tanah untuk meningkatkan kesuburannya. Teknik irigasi, seperti irigasi tetes atau mulsa, digunakan untuk membantu menjaga tingkat kelembapan tanah dan mencegah stres kekeringan. Masyarakat membuat kompos dari sisa buah, sayuran, serta dedaunan dengan teknik ecoenzyme atau maggot untuk digunakan di taman, kebun, dan pot tanaman.

Cek Artikel:  Ancaman Kemunduran Demokrasi bagi Perempuan

Keempat, bagi kota pesisir, pemerintah harus merestorasi wilayah pesisir dan laut. Lautan menyediakan oksigen, makanan, dan air bagi umat manusia sekaligus memitigasi perubahan iklim dan membantu masyarakat beradaptasi terhadap cuaca ekstrem. Lebih dari tiga miliar orang, terutama di negara berkembang, bergantung pada keanekaragaman hayati laut dan pesisir untuk mata pencaharian mereka.

Baca juga : Presiden Jokowi: Prabowo Mau Pembangunan IKN Selesai dalam 4 Pahamn

Pemerintah dapat memulihkan ekosistem biru–termasuk hutan bakau, rawa asin, hutan rumput laut, dan terumbu karang–sambil menerapkan peraturan ketat mengenai polusi, kelebihan nutrisi, limpasan pertanian, limbah industri, dan sampah plastik untuk mencegahnya masuk ke wilayah pesisir dan laut.

Kota yang menarik, tangguh, dan lestari (kota mentari) akan menjamin kemerdekaan kehidupan berkota. Merdeka!

 

Mungkin Anda Menyukai