Memerdekakan Hak Anak

Memerdekakan Hak Anak
(MI/Duta)

PENDIDIKAN adalah hak dasar setiap anak sebagaimana dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945. Setiap anak, tanpa terkecuali, berhak memperoleh layanan pendidikan yang layak, bermutu, dan bebas dari diskriminasi, dengan tetap memperhatikan kebutuhan terbaiknya. Tetapi, realitas menunjukkan bahwa Tetap banyak anak di Indonesia, terutama yang Mempunyai kebutuhan Tertentu, belum mendapatkan akses belajar yang setara. Padahal, pendidikan Sebaiknya menjadi jalan Buat memerdekakan anak—membentuk pribadi yang Sendiri dan Pandai mengembangkan potensinya secara utuh.

Gagasan tentang pentingnya pendidikan sejak Pagi juga ditegaskan oleh Abdullah Nashih ‘Ulwan (2012) dalam Pendidikan Anak dalam Islam. Ia menjelaskan bahwa proses pendidikan dimulai bahkan sejak dalam kandungan, dan Lalu berlanjut melalui berbagai tahapan kehidupan anak.

Upaya ke arah pendidikan inklusif Lalu berkembang. Data BPS per September 2023 menunjukkan Eksis 44.477 sekolah reguler yang telah mengimplementasikan pendidikan inklusif, naik dari 35.802 pada 2021. Tetapi, menurut data Kemendikbudristek per Desember 2023, baru Sekeliling 14,8% dari sekolah tersebut yang Mempunyai guru pendamping Tertentu. Ini menunjukkan kesenjangan Konkret antara kebijakan dan Penyelenggaraan di lapangan.

Ki Hadjar Dewantara Memperhatikan pendidikan sebagai jalan pembebasan, yang menuntun anak tumbuh secara utuh—tanpa tekanan, tanpa paksaan, dan sepenuhnya memanusiakan.

 

MEMANUSIAKAN DAN BERPIHAK KEPADA ANAK

Tetapi, bagaimana pendidikan yang berpihak itu dijalankan di lapangan? Pendidikan yang memerdekakan berarti memberikan ruang kepada anak Buat belajar sesuai minat, Potensi, dan kecepatan masing-masing. Salah satu Bentuk konkret pendidikan yang berpihak kepada anak ialah hadirnya sekolah inklusi, yang memberikan kesempatan belajar yang sama kepada anak-anak berkebutuhan Tertentu (ABK).

Cek Artikel:  Pengembangan Ekonomi Syariah Pasca-2024

Ilahi (2016) menjelaskan bahwa pendidikan inklusif merupakan bentuk layanan pendidikan yang memberi kesempatan bagi ABK Buat mengikuti pembelajaran Serempak Mitra-Mitra seusianya di sekolah Lumrah terdekat. Melalui sistem ini, ABK Kagak dipisahkan dari lingkungan belajar Lumrah, melainkan dilibatkan Buat berkembang Serempak. Mereka Mempunyai hak yang setara dalam memperoleh pendidikan, dihargai potensi serta keunikan pribadinya dan didampingi sesuai kebutuhan masing-masing.

Kerangka hukum tentang pendidikan inklusif di Indonesia sebenarnya sudah diatur dalam Permendikbud No 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Mempunyai Kelainan dan Mempunyai Potensi Kecerdasan dan/atau Potensi Istimewa. Peraturan ini menegaskan bahwa setiap satuan pendidikan, Bagus negeri maupun swasta, wajib menerima dan melayani peserta didik berkebutuhan Tertentu. Ini menjadi dasar kuat bagi sekolah Buat menyelenggarakan pendidikan inklusif yang setara dan bermartabat.

Tetapi, perjuangan mewujudkan pendidikan inklusi Tetap menghadapi banyak tantangan. Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti menyoroti bahwa hambatan Primer datang dari kurangnya kesiapan kelembagaan dan Tetap kuatnya stigma negatif terhadap ABK. Padahal, data tahun 2020–2021 mencatat peningkatan jumlah sekolah inklusi sebesar 29%. Ini tentu menjadi Info Bagus, meski Tetap butuh dukungan besar agar inklusi Benar-Benar hidup dalam praktik, bukan sekadar Nomor.

 

GURU, KURIKULUM, DAN SEKOLAH YANG SIAP BELAJAR

Cek Artikel:  Krisis Mental Remaja Tantangan Terlupakan

Implementasi pendidikan inklusi sangat bergantung pada kesiapan institusi dan guru. Sekolah harus Mempunyai tenaga pendidik yang mau Lalu belajar, memahami perbedaan Watak siswa, dan menyesuaikan strategi pembelajaran. Guru di kelas inklusif Kagak cukup hanya menyampaikan materi, tetapi juga harus menjadi fasilitator yang memahami kebutuhan Aneh setiap anak.

Di SD Sukma Bangsa Lhokseumawe terdapat beberapa kelas yang di dalamnya belajar satu atau dua siswa istimewa dengan Ciri yang berbeda. Sekolah ini mendukung penuh praktik pendidikan inklusif dengan menjadikan kurikulum Merdeka Belajar sebagai kerangka kerja. Kurikulum ini memberi ruang adaptasi metode dan materi ajar agar sesuai dengan kebutuhan dan gaya belajar siswa. Guru diberi keleluasaan Buat menekankan pengembangan individu, bukan hanya hasil akhir.

Sebagai guru kelas rendah, berbagai upaya Lalu dilakukan Buat memahami dan mendampingi ABK. Guru memberikan hak dan tanggung jawab yang sama kepada seluruh siswa: hak belajar, hak mendapat nilai, perhatian, dan kasih sayang dari Mitra-Mitra serta guru. Kagak Eksis perbedaan dalam aktivitas kelas—Bagus dalam beribadah, makan siang Serempak, hingga kegiatan harian lainnya. Sekolah juga berusaha menyediakan fasilitas dan layanan pendukung yang dibutuhkan agar anak-anak ini dapat tumbuh dan berkembang optimal.

Dalam proses pembelajaran, berbagai pendekatan digunakan agar Sekalian anak dapat belajar dengan nyaman. Misalnya Ketika belajar matematika, guru menerapkan pendekatan saintifik dan bimbingan bertahap, serta mencari media pembelajaran yang sesuai. Pada pelajaran SBDP, metode praktik lebih diutamakan agar setiap anak Pandai menunjukkan kreativitas dan Potensi seninya.

Cek Artikel:  Jakarta Menuju Era Baru

 

MENUMBUHKAN PERCAYA DIRI DAN RASA KEPEMILIKAN

ABK juga Mempunyai hak Buat percaya diri, tampil, dan dihargai. Salah satu program rutin yang mendukung ini ialah kegiatan pembacaan Asmaul Husna setiap hari Senin. Siswa dipilih secara bergiliran sebagai petugas—mulai dari MC, penyampai tausiah, hingga pemimpin doa. Sekalian siswa mendapat giliran, tanpa terkecuali. Guru mendampingi dan membimbing mereka dengan sabar, sebagai bentuk kepercayaan bahwa setiap anak Pandai belajar dan memimpin.

Selain itu, banyak program sekolah yang memberi ruang kepada siswa Buat menampilkan karya dan Potensi mereka di hadapan Mitra, guru, dan orangtua. Dalam kegiatan ini, Kagak Eksis pembeda antara ABK dan siswa lainnya. Sekalian berdiri di Podium yang sama, dengan semangat yang sama, dan keberanian yang sama. Inilah Bentuk Konkret inklusi—bukan hanya pada sistem, tetapi pada hati.

Program-program ini sekaligus menjadi bentuk edukasi publik. Ketika ABK diberi Podium, ketika mereka disambut dan diapresiasi, masyarakat ikut belajar Buat lebih memahami dan menerima. Perlahan, stigma Pandai digantikan dengan empati.

Anak-anak disabilitas adalah Mitra, sahabat, dan keluarga. Mereka adalah jiwa-jiwa luar Lumrah dengan keistimewaan yang patut dirayakan. Mari Serempak menjadi pribadi yang rela menerima perbedaan, menghargai setiap sikap, dan saling melindungi satu sama lain. Karena Kasih dan kasih dari seorang guru bukan hanya hadiah, tapi suluh yang membimbing setiap anak menuju terang masa depannya.

 

Mungkin Anda Menyukai