Membudayakan Literasi Becermin dari Banyak Negeri

 Membudayakan Literasi Becermin dari Banyak Negeri 
M Salehuddin Al-Ayubi(Dok pribadi)

DENGAN kekuatan kolaborasi sesama negara Personil SEAMEO dalam penguatan literasi siswa, kita Kagak sekadar mewujudkan ASEAN yang maju dan bermartabat, Tetapi juga Bisa mengejawantahkan nilai-nilai keragaman masing-masing negara dalam membangun masa depan Serempak.

Berdasarkan data The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) 2018, kemampuan membaca anak-anak Indonesia berada di Dasar rata-rata. Indonesia Mempunyai skor rata-rata 371 sementara skor terendah Terdapat pada Bilangan 340. Tetapi Indonesia Kagak sendiri karena negara tetangga yang berada di Distrik Asia Tenggara juga menghadapi hal yang sama. 

Sementara itu, Lagi berbasis pada skor Programme for International Student Assessment (PISA) tentang tren yang terjadi dalam performa nilai rata-rata kemampuan membaca, tujuh negara mengalami tren peningkatan dalam rata-rata skor membaca, matematika, dan sains Merukapan Albania, Kolombia, Makau (Tiongkok), Moldova, Peru, Portugal, dan Qatar.

Negara di bilangan Eropa lainnya seperti Estonia, Montenegro, Polandia, Rumania, dan Federasi Rusia serta negara non-Eropa Israel, juga mengalami peningkatan yang signifikan dalam nilai rata-rata siswa Buat dua dari tiga mata pelajaran selama keikutsertaan negara-negara tersebut dalam PISA. Singapura yang seringkali mencatat skor PISA di atas negara-negara kawasan Asia Tenggara, Rupanya juga Kagak berubah secara signifikan. 

Apa yang terjadi pada negara-negara di Asia Tenggara? Kalau diamati pada masing-masing kebijakan yang diimplementasikan oleh negara-negara di Asia Tenggara, Kagak sedikit praktik Bagus yang mereka terapkan Buat penguatan literasi siswa. 

Praktik Bagus 

Sebuah Cerminan keberhasilan Thailand dalam menerapkan metode pembelajaran bahasa berbasis bahasa ibu Buat pendidikan inklusif, berkeadilan, dan membuka Kesempatan seluas-luasnya Buat pembelajaran seumur hidup bagi Seluruh.

Thailand Mempunyai tantangan yang serupa tapi tak sama dengan negara-negara tetangganya. Thailand Lagi harus menghadapi banyaknya anak-anak minoritas yang Kagak Mempunyai kesempatan Buat mendapatkan pendidikan terbaik. Beberapa dari mereka bahkan Kagak Mempunyai kewarganegaraan, dan beberapa lainnya sangat miskin. Kualitas pendidikan yang mereka dapatkan tergantung pada Letak geografis dan bahasa yang dikuasai. 

Cek Artikel:  Makan Bergizi Gratis, From Farm to Plate

Masalah geografi yang dihadapi anak-anak thailand adalah Letak rumah mereka yang jauh dari sekolah. masalah akses ini juga dimiliki oleh Indonesia di daerah-daerah 3T (terdepan, tertinggal, terluar). Dengan Argumen inilah, anak-anak Thailand kesulitan Buat datang ke sekolah. Di Indonesia tantangan ini menjadi tantangan Serempak sehingga terlahir para pegiat pendidikan kemasyarakatan Buat ‘menjangkau mereka yang Kagak terjangkau’.

Buat masalah bahasa, tantangan yang dihadapi oleh Thailand adalah bahwa Kalau siswa Kagak Bisa berbicara dalam bahasa Thai, mereka Kagak dapat masuk ke sekolah menengah. Masalah ini bukan hanya dialami oleh Thailand, tetapi juga oleh banyak negara di dunia. Dengan begitu pemerintah Thailand berupaya Buat Konsentrasi pada masalah bahasa tersebut. 

Menurut Dr Nirada Chitrakara, Governing Board Member SEAQIL Buat Thailand, anak-anak yang bukan penutur Asal bahasa Thai merasakan kesulitan dalam pembelajaran. Itu karena mereka Kagak berbicara bahasa Thai di rumahnya, dan orang Sepuh mereka juga Kagak berbicara bahasa Thai. 

Mereka lebih nyaman berbicara bahasa Melayu Patani, bahasa yang lebih dekat dengan bahasa Indonesia daripada bahasa Thai. Padahal, mereka tinggal di Thailand dan harus mendapatkan pendidikan dalam bahasa Thai. Hal Ini menjadi masalah Biasa bagi banyak minoritas di Thailand.

Sebagai intermeso, bangsa kita Menyantap fakta itu dari Jirayut, seorang selebritas asal Thailand yang Demi ini tampil sebagai Pemandu acara dangdut di Indonesia. Ia tampak luwes berbicara dalam bahasa Indonesia. Akan tetapi bukan dia yang akan kita bahas, kita kembali ke praktik Bagus apa yang diterapkan Thailand pada kasus ini?  

Cek Artikel:  Era Wonderkids belum Tiba

Thailand menemukan kesenjangan dalam pencapaian mereka dibandingkan dengan penutur bahasa Thai Asal. Menurut UNICEF, 55% pemuda usia 15-24 tahun dari rumah tangga yang Kagak berbicara bahasa Thai adalah buta huruf dalam bahasa Thai. Bagi Thailand, ini merupakan masalah yang sangat serius.  

Padahal investasi besar telah dilakukan oleh Thailand khususnya dalam bidang pendidikan. Kebijakan itu Kagak hanya menyentuh minoritas Melayu Patani, tetapi juga minoritas etnis lainnya. Bagi siswa Melayu Patani, masuk ke sekolah seperti pergi ke negara asing bagi mereka, karena guru-guru di sekolah berbicara dalam bahasa Thai, yang bukan merupakan bahasa ibu mereka. 

Pada akhirnya mereka putus sekolah karena gagal dalam ujian atau merasa terdiskriminasi, dan memutuskan Buat Kagak melanjutkan ke sekolah menengah. Akan tetapi, Kagak sedikit dari mereka yang pantang menyerah. Banyak dari mereka yang berhasil masuk sekolah, mengambil kelas selama 8 tahun Tetapi tetap Kagak Bisa membaca atau menulis. 

Menurut Dr Nirada hal Ini menunjukkan bahwa sistem yang Terdapat Kagak cocok bagi siswa minoritas. Padahal Thailand sedang berfokus pada pada pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan yang keempat, Merukapan memastikan pendidikan inklusif, berkeadilan, dan membuka Kesempatan seluas-luasnya Buat pembelajaran seumur hidup bagi Seluruh.

Solusi

Pemerintah Thailand Membikin metode berbasis bahasa ibu. Metode ini pertama kali diterapkan di Thailand bagian selatan, karena banyak minoritas yang tinggal di sini, terutama di Provinsi Selatan yang dekat dengan Malaysia. Mereka berbicara dalam bahasa Melayu Patani yang Mempunyai tiga sistem penulisan Merukapan sistem yawi, rumi, dan bahasa Thai dalam aksara Thai. Bahasa Thai adalah bahasa Formal yang digunakan dalam pendidikan.

Cek Artikel:  World Water Lembaga ke-10 dan KTT Air 2024 Krisis Air dan Urgensi Pengelolaan Air Kepada Masa Depan Peradaban

Metode ini dimulai dengan Metode mengajarkan anak-anak dalam bahasa ibu mereka, yang diikuti dengan pengenalan bahasa Thai. Hal ini dapat Membikin mereka merasa lebih nyaman di sekolah. Selain itu, para guru diajarkan Buat menggunakan Watak bahasa Thai dalam pelajaran mereka, yang berbeda dari metode tradisional dengan mengandalkan alfabet bahasa Thai. 

Dalam metode ini, para guru akan memulai dengan cerita, yang kemudian diikuti dengan pelajaran menulis dan membaca. Metode ini membantu menciptakan jembatan antara bahasa sehari-hari dan bahasa akademik. Berdasarkan penelitian yang dilakukan akademisi di Thailand, ini adalah Metode efektif Buat mengajarkan pendidikan multibahasa.

Metode ini tentunya membutuhkan materi ajar yang Betul. Pemerintah Thailand akhirnya menciptakan materi ajar baru yang sesuai dengan metode ini. Mereka menyelenggarakan berbagai workshop dan pelatihan guru. Hasilnya adalah peningkatan yang signifikan dalam kemampuan membaca dan menulis siswa, serta peningkatan nilai-nilai mereka dalam mata pelajaran lain. Sehingga Bisa ditegaskan bahwa ini adalah bukti bahwa bahasa dapat menjadi jembatan Buat pembelajaran yang lebih Bagus.

Keberhasilan metode pembelajaran bahasa berbasis bahasa ibu ini Bisa sukses karena adanya kolaborasi yang Bagus antara pemerintah, Ahli bahasa, guru, dan masyarakat, Kagak ketinggalan juga komunitas-komunitas lokal dan organisasi Dunia seperti Uni Eropa. Akibatnya, mereka telah berhasil mengubah pendidikan bagi anak-anak minoritas di Thailand yang terpinggirkan menjadi terdepan dan membanggakan. Sebuah kisah sukses yang berawal dari keprihatinan negara pada pendidikan rakyatnya yang minoritas. 

Mungkin Anda Menyukai