UNTUK kedua kalinya sejak menyandang status tersangka kasus korupsi, Ketua nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri diperiksa polisi, hari ini. Sebagai pucuk pimpinan lembaga antikorupsi tetapi diduga malah korupsi, tak ada sedikit pun toleransi buatnya. Dia harus ditahan, dibawa ke pengadilan secepatnya, lalu dihukum seberat-beratnya.
Apa yang dilakukan Firli sangat keterlaluan. Inilah kali pertama di negeri surganya korupsi ini, panglima perang melawan korupsi justru menjadi tersangka korupsi. Inilah jelaga paling hitam, kotoran paling menjijikkan yang melumuri wajah KPK.
Sebagai ketua KPK, Firli paling sarat kontroversi sepanjang sejarah. Dia beberapa kali tersandung masalah kode etik dan kepantasan. Dia kerap disangkutpautkan dengan beragam kasus, termasuk membocorkan informasi operasi tangkap tangan sehingga keburu ketahuan oleh target yang bakal di OTT.
Firli juga disebut-sebut terlibat dalam pembocoran dokumen penyidikan kasus korupsi di Kementerian ESDM. Perkara ini sudah dilaporkan ke Polda Metro Jaya, penyidik mengatakan sudah ada indikasi tindak pidana, tapi tindak lanjutnya tidak jelas sampai di mana.
Pada konteks itulah, harus kita tegaskan, tidak ada alasan barang secuil pun untuk tidak memproses hukum Firli secara tegas, super tegas. Kita mengapresiasi Polda Metro Jaya yang akhirnya punya keberanian dan kemauan untuk mentersangkakan Firli.
Kita angkat topi kepada para penyidik yang mampu mengatasi hambatan psikologis karena mereka berani menjadikan Firli yang purnawirawan jenderal polisi bintang tiga sebagai tersangka.
Dari sisi alasan objektif, dugaan pemerasan dan gratifikasi yang dilakukan Firli terhadap eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo bukan perkara ecek-ecek. Ancaman hukuman penjara kejahatan korupsi itu di atas lima tahun, bahkan dia disangkakan pasal dengan ancaman maksimal pidana kurungan seumur hidup.
Firli juga tidak terlalu kooperatif. Sebagai penegak hukum, dia sempat tidak taat pada proses penegakan hukum. Dia pernah mangkir dari panggilan pemeriksaan dan menolak diperiksa di Polda karena mungkin merasa levelnya harus diperiksa di Bareskrim Polri.
Tingkat ketaatan Firli terhadap regulasi juga layak disoal. Dia, misalnya, tidak melaporkan apartemen miliknya di Jakarta Selatan yang digeledah penyidik, kemarin, dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Dia tidak jujur, dan ketidakjujuran itu berpotensi dilakukan dengan memengaruhi saksi dan mengaburkan alat bukti jika terus dibiarkan bebas tidak ditahan.
Polisi pantang kompromi, dilarang berbaik hati, saat menangani kasus pidana. Apalagi kejahatan itu berupa korupsi. Terlebih lagi pelakunya penegak hukum yang bertanggung jawab atas pemberangusan korupsi.
Pun dengan Dewan Pengawas KPK yang sudah memeriksa Firli dalam perkara dugaan pelanggaran etik. Tiada pembenaran bagi mereka untuk terus-terusan melunglaikan diri, untuk tidak memberikan sanksi paling keras terhadap Firli.
Karena Firli, muruah KPK roboh. Karena Firli, upaya pemberantasan korupsi babak belur. Hanya hukuman paling tegas kepada Firli untuk memulihkan semua itu. Firli harus dibelenggu sebagai pesan agar tidak ada Firli-Firli lain di kemudian hari.