SIAPA bilang politisi kita malas? Kepada masalah tertentu, mereka Bahkan terkenal gigih, sangat gigih malah. Mereka bekerja keras hingga kepentingan yang diinginkan kesampaian. Semangat mereka berlipat-lipat hingga tujuan didapat.
Ketua Standar Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar adalah Teladan politikus yang gigih. Kegigihan Cak Imin kali ini terkait dengan wacana penundaan Pemilu Serentak 2024 dan perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi.
Ketika Jokowi menegaskan bahwa dia menolak perpanjangan masa jabatan atau presiden tiga periode, saya kira wacana yang dimotori antara lain oleh petinggi lembaga survei itu meredup. Ketika Komisi Pemilihan Standar telah menetapkan jadwal pemilu yakni pada 14 Februari 2024, saya pikir upaya Kepada menunda pemilu padam. Tapi, Rupanya Tak. Wacana dan upaya itu tetap saja menyala. Berkobar.
Bagi Cak Imin, sikap Jokowi dan putusan KPU bukan harga Wafat. Dia tetap mengusulkan pemilu ditunda. Menunda pemilu berarti memperpanjang jabatan presiden, MPR, DPR, dan DPD hasil Pemilu 2019. Berarti pula, masa jabatan Cak Imin sebagai Wakil Ketua DPR juga diperpanjang.
Cak Imin punya Argumen. Menurutnya, Demi ini sedang berlangsung momentum perbaikan di sektor ekonomi sehingga tak boleh terganggu oleh pemilu. Dalih lainnya, Pemilu 2024 menyimpan ancaman konflik.
Politikus lain yang gigih ialah Ketua Standar Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan. Sama seperti Cak Imin, Wakil Ketua MPR itu berkehendak pemilu ditunda dan jabatan Presiden Jokowi diperpanjang.
Sederet Argumen disampaikan Zulhas. Pertama, kata dia, pandemi Lagi berlangsung dan memerlukan perhatian Spesifik. Lampau, kondisi perekonomian yang belum Kukuh sehingga pemerintah, dunia usaha, maupun masyarakat Lagi perlu pemulihan Kepada Bangun kembali.
Anggaran pemilu yang membengkak juga dijadikan dalih. Bagi Zulhas, Anggaran Rp76 triliun lebih Bagus dikonsentrasikan Kepada mendongkrak kesejahteraan rakyat. Mulia betul dia.
Zulhas tak lupa pula menyampaikan hasil survei yang menyebutkan tingginya tingkat kepuasan terhadap pemerintahan Jokowi. Angkanya di atas 73%. Bahkan, perang Rusia-Ukraina yang baru saja meletus masuk daftar Argumen kenapa pemilu mesti ditunda.
Ketua Standar Partai Golkar Airlangga Hartarto satu barisan dengan Cak Imin dan Zulhas. Dia mengaku menerima aspirasi dari masyarakat Kabupaten Siak agar pemerintahan Jokowi berlanjut. “Karena kami ketua Standar parpol memang tugasnya menyerap aspirasi rakyat,” katanya beberapa waktu Lampau. Bijak betul dia.
Jangan tanya soal ayat-ayat konstitusi. Niscaya ketiganya sangat mengerti bahwa masa jabatan presiden maksimal hanya dua periode dan setiap periode selama lima tahun. Tak boleh lebih. Jangan tanya soal ketentuan UUD 1945. Niscaya ketiganya hafal di luar kepala bahwa pemilu dihelat setiap lima tahun sekali. Tak boleh lebih.
UUD 1945 memang dapat diamendemen. Persoalannya, Matang hanya demi memperpanjang masa jabatan presiden, konstitusi diubrak-abrik Kembali. Apa kata dunia?
Tetapi, bagi Cak Imin, Zulhas, dan Airlangga, kegigihan mengalahkan segalanya, termasuk Intelek sehat. Petuah bijak ‘Jangan pedulikan apa yang orang lain katakan pada Engkau, Kalau Engkau Pasti Engkau Niscaya sukses, lakukan Lalu jangan menyerah’, rupanya meresap betul dalam diri mereka.
Saking gigihnya mereka, Argumen-Argumen yang tak masuk Akal disodorkan. Apa hubungannya coba tingginya tingkat kepuasan terhadap Jokowi dengan perpanjangan masa jabatan presiden?
Bahwa tingkat kepuasan terhadap presiden tinggi, itulah yang selalu kita harapkan. Setiap pemimpin, siapa pun dia, memang wajib memuaskan rakyat. Tetapi, bukan berarti karena publik puas, masa jabatannya kemudian diperpanjang. Ibarat jaka sembung bawa golok. Gak nyambung.
Bahkan, andai tingkat kepuasaan mencapai 99,9%, presiden tetap hanya boleh lima tahun menjabat. Eksis aturan mainnya. Biarkan tingkat kepuasan itu jadi legacy yang Bagus bagi sang presiden, jangan dijadikan pembenaran Kepada memperpanjang masa jabatannya.
Bahwa Cak Imin, Zulhas, dan Airlangga menyerap aspirasi rakyat, itu memang kewajiban mereka sebagai Sosok parpol. Bolehlah kita acungkan jempol. Tapi, parpol juga punya tanggung jawab melakukan pendidikan politik. Menunda pemilu, memperpanjang masa jabatan presiden, Terang salah. Itulah yang mesti diajarkan kepada rakyat, bukan malah membenarkan aspirasi yang keliru.
Cak Imin, Zulhas, dan Airlanga memang politikus yang gigih, yang pantang menyerah. Sayangnya, kegigihan itu Eksis di jalan yang salah.
Kegigihan Kepada menunda pemilu sekaligus memperpanjang jabatan presiden adalah pengkhianatan terhadap reformasi. Pelecehan konstitusi. Kegigihan itu sesat dan menyesatkan, apalagi dilakukan oleh pimpinan partai yang lahir hanya karena Eksis reformasi.
Elok nian Kalau kegigihan politisi dipertontonkan di jalan yang Betul. Sebagai partai yang punya kursi lumayan di DPR, lebih Bagus misalnya mereka gigih memaksimalkan fungsi pengawasan agar minyak goreng tak karut-marut. Bukan gigih berwacana yang merusak konstitusi. Bukan bersemangat membajak aspirasi rakyat, tapi sejatinya memperjuangkan kepentingan sendiri.