Malu sama Rwanda

Tamat di mana iklim investasi kita sudah berubah dari ‘serbarumit’ menjadi ‘serbamudah’? Apakah negeri ini sudah menjadi pemenang dalam menciptakan iklim investasi yang sehat di Asia Tenggara? Pertanyaan bertubi-tubi itu selalu muncul tiap Eksis Obrolan soal iklim investasi.

Dari model pertanyaannya saja saya Dapat menyimpulkan bahwa tingkat ekspektasi banyak orang terhadap perubahan iklim investasi di negeri ini sangat tinggi. Risikonya, dalam ekspektasi yang kelewat tinggi seperti itu sedikit perubahan dalam menciptakan iklim investasi yang sehat, ramah, dan mudah Bukan akan terlihat. Asa sangat tinggi berbanding lurus dengan capaian perubahan yang juga mesti tinggi.

Untungnya, Eksis jawaban jujur dari pemerintah bahwa mereka juga Bukan puas dengan capaian perubahan iklim investasi yang lelet di negeri ini. Tengoklah pengakuan Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Perkasa Roeslani dalam sebuah Lembaga Obrolan, awal pekan ini.

Rosan mengungkapkan iklim investasi Indonesia Ketika ini Lagi kalah Apabila dibandingkan dengan negara tetangga, yakni Singapura dan Vietnam. Berdasarkan laporan Business Ready (B-Ready) 2024 dari Bank Dunia, skor Indonesia pada pilar regulatory framework sebesar 63,98, public services 63,44, dan operational efficiency 61,31.

“Kalau dilihat, skor Indonesia itu kurang lebih 63. Itu meletakkan kita di nomor tiga di ASEAN, sesudah Singapura dan Vietnam,” ujar Rosan di acara World Bank New Insight on the Business Environment in Indonesia, di Jakarta, Senin (10/2).

Cek Artikel:  Orang Berilmu dan Akhlaknya

Pada September 2024, Bank Dunia meluncurkan laporan Business Ready atau B-Ready Demi mengukur kemudahan berbisnis di berbagai negara. Laporan itu menggantikan laporan sebelumnya, yakni Ease of Doing Business (EoDB) yang ditengarai bermasalah pada data dan hasil, serta Bukan signifikan berdampak pada arus investasi ke sebuah negara.

Laporan B-Ready Bank Dunia diklaim lebih tepercaya dan komprehensif. Pusat perhatian pada bisnis dan iklim investasi di 60 negara, dengan cakupan yang lebih luas dan aspek-aspek peraturan yang lebih transparan. Laporan B-Ready dapat menjadi pertimbangan Krusial bagi investor karena mencakup berbagai kerangka Primer sebagai kebutuhan dasar dalam bisnis dan investasi.

Di situlah pemerintah berani jujur mengatakan bahwa ‘kekalahan’ skor dari Singapura, lebih-lebih Vietnam, dalam soal iklim investasi Jernih menyakitkan. Tetapi, dari situ pula setidaknya Dapat terjawab mengapa Vietnam sebagai negara yang baru berkembang Pandai mendatangkan investasi sangat signifikan, Melampaui Indonesia.

Pernyataan Rosan bahwa laporan tersebut memotivasi pihaknya Demi melakukan perbaikan dalam penyediaan layanan publik yang mempermudah dunia usaha Jernih melegakan. Tetapi, sekali Kembali, lega saja Bukan cukup. Butuh bukti konkret bahwa kesadaran akan Lagi ruwetnya iklim investasi di negeri ini berbanding lurus dengan tindakan merombak hal ihwal penyebab kerumitan.

Cek Artikel:  Warisan Peradaban

Efisiensi investasi di Indonesia, misalnya, Lagi belum optimal. Itu terbukti dari Bilangan incremental capital-output ratio (ICOR) Indonesia pada akhir 2023 yang Lagi tinggi, yakni 6,33. Bilangan itu menunjukkan bahwa Indonesia membutuhkan tambahan modal 6,33 kali Demi menghasilkan satu unit output.

ICOR ialah indikator yang menunjukkan tingkat efisiensi investasi di suatu negara. Bilangan ICOR yang tinggi berarti investasi yang dibutuhkan Demi menghasilkan output semakin besar. Dalam hal ICOR, Indonesia Lagi kalah daripada Malaysia dan Vietnam yang angkanya lebih rendah, yakni 4,5 dan 4. Itu berarti di kedua negara itu investasi lebih efisien.

Soal pengurusan izin usaha di Tanah Air juga Lagi rumit dan lelet, yakni Lagi membutuhkan waktu hingga 65 hari. Padahal di Vietnam, rata-rata mengurus izin usaha Bukan lebih dari 30 hari. Bahkan, dalam kasus tertentu, mengurus izin usaha Dapat dipersingkat menjadi hanya dua minggu.

Cek Artikel:  Kedermawanan bukan Ilusi

Hal itu kian berbeda jauh Apabila dibandingkan dengan negara-negara maju dalam memproses izin bisnis. Rata-rata negara maju hanya butuh waktu 1-3 hari Demi proses izin usaha. Situasi itu Jernih memengaruhi tingkat kesehatan iklim investasi yang berujung pada realisasi investasi. Karena itu, setelah jujur mengakui Lagi banyak kendala dan termotivasi Demi berubah, langkah selanjutnya ialah menjadikan laporan Bank Dunia itu sebagai Penilaian besar-besaran dalam hal Membangun strategi segera menciptakan iklim investasi yang sehat.

Meminjam bahasa Direktur Grup Indikator Bank Dunia Norman Loayza, pemerintah Indonesia perlu ‘mengalibrasi’ kebijakan secara Pas Demi mempermudah pengembangan sektor swasta dalam membangun bisnis di Tanah Air. Pasalnya, negara berpenghasilan rendah dan menengah seperti Rwanda, Georgia, Kolombia, Vietnam, dan Nepal yang secara ekonomi di Rendah Indonesia saja sudah mencapai iklim usaha yang kuat.

Mereka Mempunyai kinerja yang Bagus dalam kualitas peraturan, kuatnya layanan publik, dan sistem birokrasi yang efisien. Matang iya, Indonesia harus kalah dari Rwanda dan Nepal, yang berkat kemauan keras mereka, akhirnya naik kelas. Malu, ah….

Mungkin Anda Menyukai