Tragedi Jagakarsa

AWAN mendung menggelayuti bumi Indonesia di penghujung tahun 2023. Kekerasan demi kekerasan tak kunjung mereda. Bahkan, semakin menjadi-jadi. Kekerasan hingga menghilangkan nyawa, tidak hanya menimpa orang di luar relasi utama, tetapi juga di keluarga sendiri, darah dagingnya sendiri.

Terbaru ialah kasus seorang ayah, PD, 41, diduga membunuh keempat anaknya di kamar kontrakan Gang Haji Roman, Jagakarsa, Jakarta Selatan, dengan cara dibekap satu-satu sampai mereka menghembuskan napas terakhir.

Sang ayah durjana sebelumnya melakukan aksi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) kepada istrinya yang sampai saat ini masih dirawat di sebuah rumah sakit. Sang ayah pun kini masih dirawat di sebuah rumah sakit karena percobaan bunuh diri.

Penyidik Polres Metro Jakarta Selatan hendaknya mengungkap kasus kekerasan yang fenomenal itu secara menyeluruh. Definisinya, tidak sekadar tindak pidana menghilangkan nyawa, pembunuhan berencana, dengan Pasal 380 jo Pasal 340 KUHP dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup, tetapi akar masalah terjadi tindakan sadis tersebut.

Dengan demikian, masyarakat bisa mengambil pelajaran dari kasus tersebut sehingga tidak terjadi lagi di kemudian hari. Pasalnya, kekerasan demi kekerasan meluas belakangan, tak hanya di kota-kota besar, tetapi sudah menyeruak ke pelosok desa.

Cek Artikel:  Guru Riwayatmu Kini

Para pelaku seperti tak ada jalan keluar sehingga menyelesaikan masalah dengan melenyapkan jiwa orang lain. Kekerasan yang di luar naral ialah terhadap darah daging sendiri. Menonton fakta itu berarti tak berlaku peribahasa lawas bahwa sebuas-buas harimau tak akan memangsa anaknya sendiri. Tetapi, faktanya manusia bisa melampaui perilaku hewan terkait kekerasan yang dilakukan terhadap anak kandungnya sendiri.

Data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen-PPPA) menunjukkan, dalam periode 1 Januari-11 Desember 2023 terjadi aksi kekerasan sebanyak 25.927 kasus se-Indonesia. Nomor tersebut merupakan jumlah kasus real time pada periode pembaruan data pukul 14.45 WIB.

Data dihimpun melalui Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA).

Dari seluruh kasus kekerasan tersebut, 22.790 orang korban merupakan perempuan, dan 5.387 korban berjenis kelamin laki-laki. Eksispun berdasarkan usianya, korban kekerasan di Indonesia didominasi oleh kelompok usia 13-17 tahun (38%), usia 25-44 tahun (25,5%), dan usia 6-12 (18,1%). Jenis kekerasan yang paling banyak dialami korban berupa kekerasan seksual, yaitu sebanyak 11.455, diikuti kekerasan fisik 8.860 kasus, dan kekerasan psikis 7.971 kasus.

Cek Artikel:  Trisula KPK tanpa Kode Etik

Data Kemen-PPPA menemukan pelaku kekerasan justru lebih banyak dari lingkaran terdekat, utamanya pasangan korban sendiri. Pertama, pacar atau teman dengan 4.832 pelaku. Kedua, suami atau istri dengan 4.274 pelaku. Ketiga, pelaku lainnya (3.160), dan keempat orangtua dengan 2.981 pelaku.

Kalau dilihat dari provinsinya, jumlah kekerasan paling tinggi terjadi di Jawa Barat, yaitu 2.225 kasus, Jawa Timur (2.116 kasus), dan Jawa Tengah (1.988 kasus).

Meningkatnya kasus kekerasan di masyarakat patut diduga kondisi kesehatan mental (mental health) yang sakit. Menurut WHO, kesehatan mental ialah kondisi sejahtera seseorang, ketika seseorang menyadari kemampuan dirinya, mampu untuk mengelola stres yang dimiliki serta beradaptasi dengan baik, dapat bekerja secara produktif, dan berkontribusi untuk lingkungannya.

Penanganan merebaknya kekerasan (sadisme) di masyarakat tidak hanya bisa dilakukan dengan penegakan hukum (law enforcement). Lebih-lebih penegakan hukum tidak menjamin memberikan keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan bagi masyarakat.

Cek Artikel:  Timbunan Kegelisahan

Alhasil, upaya pencegahan secara sosiologis dengan memperkuat kohesi sosial, saling menghargai, saling membantu, gotong royong, dan meningkatkan toleransi. Kesemuanya bisa dilakukan dengan meningkatkan sikap kritis (critical thinking) di sekolah, membangun nalar masyarakat, dan menjauhi korupsi.

Teladan para pemimpin, baik formal maupun informal di tengah budaya paternalistik memiliki kontribusi hadirnya masyarakat yang sehat. Indonesia memang masih sangat jauh sebagai negara yang paling membahagiakan rakyatnya. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merilis World Happiness Report atau laporan kebahagiaan penduduk dunia sepanjang 2022. Laporan ini merupakan hasil dari survei global yang dilakukan kepada masyarakat di 150 negara. Indonesia menduduki peringkat ke-80 sebagai negara paling bahagia di dunia.

Taatp warga sebenarnya bisa memberikan kepeloporan dalam kebaikan. Tragedi Jagakarsa dan tragedi kehidupan lainnya jangan terulangi lagi.

“Cobalah untuk tidak menjadi orang sukses, tetapi mencoba menjadi orang yang berharga,” kata Albert Einstein, fisikawan, penemu teori relativitas. Tabik!

Mungkin Anda Menyukai