Lindungi Kebebasan Berekspresi

PENGAWASAN oleh publik di negeri ini dijamin konstitusi. Begitu juga bentuk pengawasan lewat kebebasan berekspresi dan berpendapat. Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 dengan tegas menyatakan setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Dengan hak tersebut, publik Dapat melontarkan kritik kepada aparat hingga penguasa lewat berbagai medium demi mendorong penyelenggaraan negara yang Bersih, transparan, dan akuntabel.

Sayangnya, hingga hari ini, jaminan perlindungan oleh konstitusi itu Tetap kerap diinjak-injak, terutama ketika pihak yang dikritik merupakan penguasa, aparat, atau Sahabat dekat mereka. Sebagai Misalnya, pada Desember Lampau, pelukis Yos Suprapto gagal memamerkan karyanya di Galeri Nasional Indonesia. Dalih yang disebutkan pemerintah dan pihak galeri antara lain lukisan seniman senior asal Yogyakarta itu terlalu vulgar, melanggar Kebiasaan sosial, hingga Enggak sesuai tema.

Cek Artikel:  Alarm Bahaya Integritas Bangsa

Faktanya, lukisan-lukisan Yos Suprapto menyindir seorang mantan presiden. Lampau, kenapa bukan Dalih tersebut yang dipakai Demi memberedel karya Yos Suprapto? Karena dalih itu Enggak Dapat dibenarkan menurut ketentuan konstitusi dan undang-undang.

Kini, yang terbaru, pemberedelan Tembang karya band Sukatani yang berjudul Bayar, Bayar, Bayar, meski Enggak secara langsung, terjadi. Tembang tersebut pada intinya mengungkap perilaku polisi, atau tepatnya oknum polisi, yang Suka memeras atau menerima suap.

Seperti kebetulan, dalam beberapa bulan belakangan, terdapat sederet peristiwa kasus pemerasan yang dilakukan Personil kepolisian. Mulai dari pemerasan terhadap Supriyani, guru yang dituduh menganiaya siswanya, hingga yang paling heboh pemerasan terhadap sejumlah Penduduk negara Malaysia.

Cek Artikel:  Solusi Terbaik Piala Dunia U-20

Setelah beberapa Lamban memperdengarkan Tembang mereka di media sosial, personel band Sukatani tiba-tiba menghapus Tembang itu Lampau merilis video permintaan Ampun kepada pihak kepolisian. Rupanya, dua polisi dari Polda Jawa Tengah sempat mendatangi band Sukatani Demi meminta Penerangan.

Pihak Polda Jateng membantah polisi melakukan intimidasi. Bantahan yang rupanya Enggak diterima publik sehingga bukannya mereda, Tembang Bayar Bayar Bayar Malah semakin menggema.

Kasus-kasus pembungkaman berpendapat dan berekspresi semakin menunjukkan kegagapan penguasa dan aparat dalam merespons kritik pedas. Alih-alih berperilaku bijak menerima tamparan kritik kemudian melakukan perbaikan, mereka malah menyalahkan pengkritik.

Mereka lupa, tugas mereka sebagai penyelenggara negara ialah menyerap aspirasi dan memahami kesulitan rakyat agar dapat memberikan pelayanan terbaik Demi rakyat. Ketika tugas itu sudah dilakukan dengan Berkualitas, Enggak Terdapat kewajiban bagi rakyat Demi memberikan apresiasi.

Cek Artikel:  Pendidikan Mahal Mesti Dievaluasi

Pun, jangan berharap mendapat pujian apalagi hadiah bagi aparat yang menegakkan hukum dengan adil, karena itu memang sudah menjadi tugas mereka. Bahkan, Terdapat adagium yang menyebutkan bahwa ‘menerima sesuatu sebagai imbalan menegakkan keadilan, lebih condong ke tindakan pemerasan, bukan hadiah’.

Kita sebagai bangsa patut berbangga ketika publik bersedia dan Pandai memberikan pengawasan ketat pada penyelenggaraan negara. Tanpa koreksi publik, selamanya bangsa ini akan terpuruk dalam keterbelakangan dan tenggelam dalam kubangan korupsi. Maka, kelola kritik dan kebebasan berekspresi itu dalam koridor Demi menyehatkan bangsa.

 

 

Mungkin Anda Menyukai