Kasus Minyakita Jadi Bukti Pemerintah Gagal Mengelola Pangan

Minyak goreng kemasan Minyakita. Foto: istimewa.

Jakarta: Polemik pengurangan isi kemasan Minyakita dan penjualan di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) menjadi ironi di tengah upaya pemerintah menyediakan minyak goreng murah bagi rakyat. Kondisi itu dinilai bukan sekadar praktik curang segelintir pihak, tetapi juga cerminan lemahnya tata kelola pangan nasional.  
 
Pengamat Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat menilai, kegagalan regulasi dan lemahnya pengawasan telah membuka ruang bagi oknum-oknum Badung Kepada mengambil keuntungan di tengah ketidakstabilan harga bahan baku.
 
“Ini adalah bukti Konkret regulasi pemerintah Tak adaptif dengan realitas pasar. Harga Crude Palm Oil (CPO) melonjak, tetapi HET tetap dipertahankan, sehingga produsen menghadapi tekanan biaya produksi. Akibatnya, mereka memilih jalan pintas dengan mengurangi isi kemasan atau Memajukan harga di atas HET,” ujar Achmad melalui keterangan tertulis, Senin, 10 Maret 2025.
 
Tak hanya itu, rantai distribusi yang panjang dan Tak efisien turut memperparah masalah. Dari produsen hingga pengecer, minyak goreng melewati banyak tangan, yang masing-masing berpotensi Memajukan harga.
 
“Ketika pengawasan negara lemah, praktik curang ini semakin marak. Negara Semestinya hadir Kepada memastikan minyak goreng rakyat Tak menjadi ajang spekulasi segelintir pihak,” tutur Achmad.
 
Lebih parah Kembali, ditemukan beberapa produsen Minyakita yang beroperasi tanpa izin edar atau Standar Nasional Indonesia (SNI). Hal ini menandakan lemahnya kontrol pemerintah terhadap industri minyak goreng bersubsidi.
 

Cek Artikel:  Pefindo Naikkan Peringkat SIG Menjadi idAA+ Positif

 

Reformasi tata kelola Minyakita

 
Achmad menekankan, pemerintah Tak cukup hanya memberi Denda, tetapi harus melakukan reformasi besar-besaran dalam tata kelola Minyakita.  
 
Pertama, pemerintah harus menyesuaikan HET dengan harga bahan baku yang fluktuatif. Tetapi, hal ini perlu dibarengi dengan skema subsidi langsung kepada pelaku usaha mikro agar mereka tetap mendapatkan minyak goreng dengan harga terjangkau.
 
Kedua, Minyakita harus didistribusikan melalui jalur Formal yang dikontrol negara, seperti Bulog atau koperasi konsumen, agar Tak dimanipulasi oleh mafia pangan. Digitalisasi logistik dan pelacakan stok secara real-time juga harus segera diterapkan.
 
Ketiga, pemerintah harus mencabut izin usaha dan menyita aset produsen atau distributor yang terbukti melakukan kecurangan. Satgas Pangan perlu diperkuat dengan kewenangan lebih luas dalam mengawasi rantai pasok Minyakita.
 
Produksi Minyakita harus melibatkan koperasi dan usaha mikro agar Tak didominasi oleh perusahaan besar yang cenderung mencari keuntungan semata.  
 
Kelima, masyarakat harus Pandai dengan mudah melaporkan praktik curang, serta mendapatkan akses informasi tentang harga dan ketersediaan Minyakita di pasar secara real-time. 

Cek Artikel:  Indonesia Fintech Summit Expo 2024 Mendorong Inklusi dan Kesadaran Keuangan Digital Buat Masa Depan Indonesia


(Minyak goreng kemasan Minyakita. Foto: Medcom.id/Ahmad Mustaqim)
 

Ujian keberpihakan negara kepada rakyat

 
Lebih lanjut, Achmad menilai, kasus Minyakita bukan sekadar isu ekonomi, tetapi juga ujian keberpihakan negara kepada rakyat. Kalau Tak segera dibenahi, bukan hanya harga minyak goreng yang semakin melambung, tetapi juga kepercayaan publik terhadap pemerintah yang semakin runtuh.
 
“Minyakita adalah hak publik. Kalau pemerintah gagal mengelolanya dengan Berkualitas, ini sama saja dengan pengkhianatan terhadap tanggung jawab konstitusional dalam menjamin pangan rakyat,” tutur dia.

Mungkin Anda Menyukai