BEBERAPA studi menyatakan bahwa 90% startup yang ada berpotensi akan gagal. Sementara studi lainnya menunjukkan kecenderungan korporasi raksasa untuk terjebak dalam zona nyaman mereka, sehingga tidak merasa perlu berinovasi.
Kondisi tersebut mengarahkan kepada sebuah pertanyaan. Apa jadinya jika solusi untuk inovasi sejati bukanlah lahir dari gudang-gudang startup mungil atau koridor-koridor berpendingin udara korporasi besar, melainkan dari individu-individu yang berani mempertanyakan status quo di tempat mereka bekerja?
Inilah intrapreneur; pemberontak di dunia korporat, yang dengan keberanian startup-nya, siap menjadi jembatan inovasi antara dunia yang seringkali terlihat berseberangan. Mereka mungkin adalah jawaban atas tantangan inovasi yang kita cari. Tetapi pertanyaannya, apakah dunia korporasi dan startup siap untuk mereka?
Di satu sisi, kita memiliki startup yang diisi oleh jiwa-jiwa muda, lincah, dan penuh energi yang seringkali bermula dari ruang tamu, garasi atau kafe. Mereka beroperasi dengan semangat ‘bikin dulu, baru pikirkan kemudian’, bersemangat mengejar setiap ide cemerlang yang mungkin bisa mengubah dunia– atau setidaknya cara kita memesan makanan. Teknologi? Mereka bernafas dengannya. Hasil karya? Itu adalah sarapannya.
Kemudian ada korporasi besar; institusi-institusi tua, berpengalaman, dengan sumber daya luar biasa, namun seringkali dengan struktur dan birokrasi yang membuat mereka bergerak secepat siput.
Mereka memiliki departemen research and development (R&D) dengan anggaran sampai miliaran rupiah. Tetapi apakah mereka benar-benar berinovasi atau hanya mempertahankan status quo?
Rupanya masih ada ‘pemain’ ketiga, yaitu intrapreneur. Inilah yang menarik. Mereka mungkin terdengar asing di dunia bisnis, tetapi inilah sosok-sosok yang memegang kunci. Mereka adalah pekerja korporat dengan jiwa pemberontak startup.
Dengan akses ke sumber daya korporasi dan semangat inovasi startup, intrapreneur berperan sebagai agen perubahan, menggoyang pondasi korporasi dari dalam, sambil memastikan ide-ide segar terus mengalir.
Mereka adalah pahlawan tak dikenal yang mungkin, hanya mungkin, bisa menyelamatkan dunia korporat dari stagnasi dan membawa semangat inovasi startup ke tingkat berikutnya. Tetapi siapakah sebenarnya mereka dan mengapa kita seharusnya peduli?
Kelebihan startup dalam inovasi teknologi
Bayangkan sebuah kapal cepat, ringan, yang mampu bermanuver di antara ombak besar dengan mudah. Itulah gambaran startup di lautan teknologi. Terdapat beberapa alasan kuat mengapa dunia terus-menerus terpesona dengan apa yang bisa dilakukan oleh startup dalam hal inovasi teknologi.
Pertama, fleksibilitas dan kecepatan dalam eksekusi. Startup seperti atlet sprinter yang cepat, gesit, dan selalu siap berlari. Tanpa beban struktur korporasi besar dan birokrasi, startup mampu mengambil keputusan dalam sekejap, menjalankan ide baru dalam hitungan hari, bukan minggu atau bulan. Ingin merilis fitur baru? Selesai dalam semalam. Perlu pivot? Mereka melakukannya bahkan sebelum saingan mereka menyadarinya.
Kedua, lingkungan yang mendukung risiko dan eksplorasi. Korporasi besar mungkin merasa takut untuk gagal, startup memeluknya. Gagal adalah bagian dari permainan. Taatp kegagalan bukanlah akhir, melainkan pelajaran yang berharga. Lingkungan startup dirancang untuk eksperimen, untuk mencoba hal-hal baru, dan tentunya untuk mengambil risiko.
Ketiga, keterlibatan langsung dengan pelanggan dan feedback cepat. Startup tahu bahwa pelanggan adalah raja. Banyak startup lahir dari kebutuhan pribadi pendirinya atau pengamatan langsung dari masalah yang dialami pelanggan.
Oleh karena itu mereka sangat dekat dengan pasar. Mereka berinteraksi, mendengar, dan menanggapi masukan dengan cepat. Feedback instan ini memungkinkan startup untuk terus menerus menyempurnakan produk atau layanan mereka, menjadikannya selaras dengan keinginan dan kebutuhan pelanggan.
Jadi ketika berbicara tentang inovasi, kita perlu melihat lebih dekat ke dunia startup. Mereka bukan hanya sekumpulan pemuda dengan ide gila. Mereka adalah pelopor, pemimpin, dan mungkin yang paling penting, mereka adalah masa depan teknologi. Kita mungkin perlu bertanya pada diri sendiri; apakah kita ingin berada di garis depan inovasi atau tertinggal di belakang?
Kelebihan korporasi dalam inovasi teknologi
Seringkali kita terpesona oleh kilauan startup yang berani dan inovatif. Jangan cepat-cepat melupakan Goliat industri, korporasi besar yang telah lama berdiri, dengan segala keunggulan mereka yang menonjol dalam inovasi teknologi.
Terdapat sejumlah alasan kenapa korporasi dengan seluruh kekuatan dan kestabilan seperti mereka, tetap berpotensi menjadi pemain kunci.
Pertama, sumber daya dan infrastruktur yang mapan. Bayangkan memiliki akses ke laboratorium penelitian canggih, tim ahli dari berbagai bidang, dan anggaran yang cukup untuk membiayai proyek besar. Itulah yang dimiliki korporasi.
Mereka memiliki fundamental yang kokoh. Selain itu memungkinkan mereka untuk melakukan investasi jangka panjang, meneliti, dan mengembangkan teknologi yang mungkin terlalu mahal atau berisiko bagi startup yang lebih kecil.
Kedua, jejaring dan hubungan yang luas. Dengan sejarah yang panjang di industri, korporasi telah membangun hubungan dengan mitra bisnis, pemasok, dan pelanggan di seluruh dunia.
Rekanan ini bukan hanya tentang jumlah, tetapi tentang kedalaman dan kepercayaan. Rekanan ini berarti akses ke pasar baru, kerja sama teknologi, dan peluang sinergi yang mungkin tidak tersedia bagi pemain yang lebih baru.
Ketiga, kemampuan untuk skala dan ekspansi. Ketika sebuah ide inovatif ditemukan, korporasi memiliki mesin yang siap untuk mengambil ide tersebut dan memperluasnya ke skala global.
Mereka memiliki saluran distribusi, tim pemasaran global, dan kapasitas produksi untuk memastikan bahwa inovasi dapat mencapai pasar dalam volume besar. Selain itu mereka dapat memastikan bahwa inovasi bukan hanya sebuah prototipe atau konsep, tetapi benar-benar menjadi produk atau solusi yang digunakan oleh jutaan orang.
Jadi, sementara kilau dan kecepatan startup mungkin menarik perhatian kita, ada kekuatan dan kemampuan yang hanya bisa dimiliki oleh korporasi besar. Mereka bukan dinosaurus yang ketinggalan zaman, tetapi raksasa yang terus berinovasi.
Intrapreneur menggabungkan kedua dunia
Terdapat suatu peran yang semakin mendapat pengakuan atas kontribusinya dalam inovasi dan adaptasi. Peran ini adalah peran intrapreneur. Individu ini memiliki karakteristik unik yang membedakan dirinya dari karyawan korporasi konvensional dan pendiri startup.
Intrapreneur bekerja dalam lingkungan korporasi, dikelilingi oleh struktur yang telah mapan dan prosedur yang ditetapkan. Kondisi tersebut tidak membuat mereka terbatas. Mereka memanfaatkan struktur ini sebagai landasan untuk berinovasi.
Mereka mempertanyakan kembali norma. Kemudian mencari celah untuk peningkatan, dan sering mengajukan solusi yang menggabungkan kecepatan dan kreativitas startup dengan kehandalan dan stabilitas korporasi.
Dengan kedalaman akses ke sumber daya korporasi, intrapreneur memiliki kemampuan untuk memobilisasi teknologi, keahlian, dan modal yang sudah dimiliki oleh korporasi dengan efisiensi yang luar biasa.
Mereka memahami tata kelola perusahaan, bagaimana mendapatkan persetujuan untuk inisiatif, dan bagaimana mengorkestrasi kolaborasi antar departemen. Dengan kemampuan ini, solusi inovatif yang diusulkan oleh intrapreneur dapat diimplementasikan dengan kecepatan dan dukungan yang signifikan.
Meskipun berada dalam lingkungan korporasi, intrapreneur tetap menghadapi tantangan yang serupa dengan yang dihadapi oleh startup, seperti resistensi terhadap perubahan, atau skeptisisme terhadap ide-ide baru.
Berbekal pemahaman mendalam tentang dinamika internal perusahaan dan industri secara keseluruhan, intrapreneur dapat merumuskan strategi untuk mengatasi hambatan tersebut. Mereka memastikan bahwa inovasi tidak hanya dihasilkan, tetapi juga diterapkan.
Intrapreneur dengan kemampuan uniknya untuk menggabungkan kekuatan korporasi dengan agilitas startup, menjadi aset berharga dalam dunia bisnis saat ini. Peran ini mencerminkan adaptasi dan evolusi dalam cara organisasi merespons tantangan dan peluang di era digital.
Nadiem Makarim, pendiri Gojek, sebenarnya bisa disebut sebagai intrapreneur sebelum dia mendirikan Gojek. Sebelum memulai Gojek, Nadiem pernah bekerja di perusahaan konsultan multinasional McKinsey & Company dan juga di Zalora Indonesia.
Dari pengalaman kerjanya di korporasi besar, Nadiem mengambil keahlian manajemen, strategi bisnis, dan pemahaman tentang pasar Indonesia, kemudian mengaplikasikannya saat mendirikan Gojek.
Begitu Gojek telah berkembang, semangat intrapreneurship dijadikan bagian integral dari budaya perusahaan. Gojek mendorong karyawannya untuk berpikir seperti pemilik bisnis, memberi mereka kebebasan untuk bereksperimen dengan ide-ide baru dan mengejar inovasi. Budaya ini tecermin dari berbagai layanan yang ditawarkan oleh Gojek, mulai dari layanan transportasi, pengiriman, hingga keuangan.
Akibat positif intrapreneur pada teknologi
Bayangkan sebuah korporasi raksasa dengan sumber daya yang melimpah bergerak dengan kecepatan startup. Intrapreneur dapat membuat hal tersebut menjadi kenyataan. Dengan pemikiran kritis, ketekunan, dan pandangan segar, mereka mampu menavigasi birokrasi dan merangsang gerakan inovasi.
Mereka tidak menunggu perubahan terjadi karena mereka adalah perubahannya. Hasilnya? Produk, layanan, dan solusi baru lahir lebih cepat dari yang kita kira.
Hasil karya memang menarik, tetapi juga berisiko. Di sini intrapreneur masuk, menggabungkan keberanian startup dengan kebijaksanaan korporasi.
Mereka memahami cara kerja korporasi, tetapi juga tahu bagaimana memvalidasi ide dengan cepat, melakukan prototipe, dan memastikan bahwa inovasi yang dihasilkan bukan hanya cemerlang, tetapi juga feasible dan sesuai dengan kebutuhan pasar. Hasilnya adalah inovasi yang lebih berdampak, lebih tahan lama, dan lebih mungkin berhasil.
Dunia bergerak cepat, teknologi yang relevan hari ini mungkin menjadi usang besok. Korporasi tanpa intrapreneur mungkin akan kesulitan mengejar. Dengan intrapreneur di barisan depan, perusahaan memiliki radar terbaik untuk tren mendatang.
Mereka membantu organisasi tidak hanya menyesuaikan diri tetapi juga mendefinisikan ulang industri. Jadi bukan hanya tentang tetap relevan, tetapi juga menjadi pemimpin dan pembentuk opini.
Mencetak para intrapreneur
Menyadari bahwa era digital terus berkembang dan teknologi meresap ke dalam setiap aspek kehidupan, peran intrapreneur menjadi semakin penting. Intrapreneur adalah mereka yang memiliki wawasan bisnis, pemahaman organisasi, serta keahlian teknologi informasi.
Siapakah yang dapat mempersiapkan individu dengan kualifikasi tersebut? Jawabannya terletak pada program studi sistem informasi dengan ciri khas kurikulumnya yang berfokus pada digital product management.
Begitunya kita memberikan apresiasi yang lebih besar kepada intrapreneur. Mereka adalah jembatan antara visi dan realitas, antara ide brilian dan produk nyata yang membantu perusahaan tetap berada di garis depan inovasi. Bayangkan berada di garis terdepan inovasi, kita tidak hanya menjadi konsumen teknologi, tetapi juga pemberdayanya.