Ilustrasi emas. Foto: Unplash
Analis Dupoin Indonesia, Andy Nugraha mengatakan, tren disinflasi mengindikasikan Federal Reserve (The Fed) akan terus menurunkan suku bunga dengan laju yang stabil yang merupakan hal positif bagi emas sebagai aset yang tidak membayar bunga.
Dalam analisisnya Nugraha menilai bahwa, saat ini emas berada dalam fase yang menarik.
Berdasarkan indikator teknis Moving Average, Nugraha menyebutkan bahwa tren bullish emas yang terjadi belakangan ini mulai menunjukkan tanda-tanda pelemahan.
Ilustrasi emas. Foto: Freepik
Tetapi, ia juga menambahkan bahwa jika emas tidak menembus level support tersebut, rebound harga bisa terjadi dengan potensi kenaikan hingga USD2.670 sebagai target terdekat.
Harga emas terus berada di atas USD2.665 di awal sesi Asia hari Senin, 30 September 2024, dengan para investor menantikan rilis data Indeks Manajer Pembelian (IMP) dari Tiongkok.
Penurunan suku bunga yang diperkirakan akan dilakukan oleh Federal Reserve pada bulan-bulan mendatang, sebagaimana diungkapkan dari data inflasi PCE, akan terus menjadi pendorong positif bagi emas.
Hal ini karena emas, sebagai aset yang tidak memberikan bunga, menjadi lebih menarik bagi investor ketika suku bunga acuan menurun.
Oleh karena itu, meskipun ada potensi pelemahan jangka pendek dalam tren emas, sentimen pasar yang lebih luas tetap mendukung kenaikan harga dalam jangka panjang.
Dengan berbagai faktor fundamental yang mempengaruhi pergerakan emas, seperti data inflasi AS yang menunjukkan tanda-tanda penurunan dan kebijakan bank sentral global yang tidak terlalu agresif, harga emas diperkirakan akan mengalami fluktuasi dalam waktu dekat.
Menurut Nugraha, emas saat ini berada di titik kritis dengan potensi penurunan hingga USD2.624. Tetapi, jika rebound terjadi, harga emas bisa mencapai USD2.670.