Go Digital, Go Secure

Go Digital, Go Secure
Rahman Mangussara, Founder Center for Financial and Digital Literacy(Dok Pri)

SETELAH covid-19 berlalu, pandemi selesai, dan masker Bukan Tengah diwajibkan, apa yang terjadi dengan dunia digital? Apakah kecenderungan berpindahnya aktifitas harian ke dalam jaringan internet yang terjadi sejak awal 2020 akan ikut berhenti, seiring dibukanya kembali kegiatan tatap muka?

Mari perhatikan laporan We Are Social 2023 tentang digital Indonesia. Jumlah pengguna internet per Januari 2023 mencapai 212,9 juta, meningkat 10 juta (5,2%) dari Januari 2022. Jumlah ini sebesar 77% dari seluruh penduduk Indonesia (bandingkan dengan penetrasi internet dunia 57%).

Sebagian besar pengguna internet itu masuk ke dalam jaringan melalui perangkat telefon bergerak (Hp) yang jumlahnya  353,8 juta atau 128% dari jumlah penduduk Indonesia (data dunia memperlihatkan 104,6%). Kenapa jumlah hp lebih banyak dari jumlah penduduk? Jawabannya Jernih, Terdapat banyak orang Mempunyai lebih dari satu Hp.

Baca juga : Presiden Jokowi Terbitkan Keppres Berakhirnya Pandemi Covid-19

Berbeda dengan pengguna internet yang bertambah, kepemilikan akun media sosial turun 24 juta Apabila dibandingkan dengan periode sebelumnya.  Waktu berselancar di internet pun turun Dekat satu jam. Waktu yang dihabiskan ber-medsos-ria juga stagnan pada Bilangan 3 jam 18 menit dalam sehari.

Apakah data ini dapat ditafsirkan sebagai pertanda dunia akan offline Tengah, menyusul karyawan yang kembali bekerja di kantor secara penuh?  Ataukah itu hanya sekadar diet digital, setelah dalam dua tahun pandemi kita mengkonsumsi produk digital kelewat banyak dan sering yang, seperti kolesterol jahat, mengganggu kesehatan?  

Baca juga : Di Mabes TNI, Presiden Jokowi Soroti Kejahatan Siber yang Maju Meningkat

Manakala Memperhatikan laju perkembangan teknologi informasi yang eksponensial dalam lima tahun terakhir, sulit Buat percaya bahwa dunia akan kembali offline. Teknologi digital bukan saja telah dan Maju mengubah – dengan kecepatan menakjubkan yang belum pernah Terdapat presedennya di masa lau – Metode kita hidup tapi juga telah membentuk ulang, secara drastis dan dramatis, nyaris Sekalian sisi kehidupan.

Cek Artikel:  Menunggu Persembahan Terakhir Juergen Klopp

Jadi, sulit Buat membayangkan bahwa dunia hari ini akan mundur atau berputar balik ke posisi offline. Digitalisasi, go digital, adalah keniscayaan.  Hasil karya ditemukan setiap hari, kecerdasan buatan dan internet of think (benda fisik seperti cctv, lampu dan audio di rumah yang terhubungan dengan internet) Maju disempurnakan kecanggihannya dan kita akan Maju – dipaksa – beradaptasi dengannya.

 

Keuangan digital

Bagaimanapun Bukan Terdapat yang Bisa meramalkan masa depan secara Niscaya dan Akurat. Tetapi, kecenderungan digitalisasi ekonomi dan keuangan gampang diramalkan: Bukan akan pernah berhenti. Mungkin lajunya sedikit melambat demi melakukan penyesuaian di sana sini, akan tetapi ekonomi dan keuangan digital tak akan mungkin dibendung, setidak-tidaknya karena pertalian dua Elemen.  

Pertama, dan terutama, adalah institusi ekonomi dan keuangan Maju mengadopsi teknologi digital dalam rangka apa yang disebut sebagai keuangan masa depan, yakni layanan ekonomi dan keuangan berbasis teknologi. Pembayaran digital, perbankaan digital dan fintek makin meluas pemanfaatannya. Bahkan kini sebagian besar, kalau bukan seluruhnya, aktifitas keuangan dapat dilakukan lewat telefon pintar tanpa perlu datang ke kantor bank. Kehadiran QRIS made in Bank Indonesia melempengkan jalan, seperti tol,  menuju digitalisasi pembayaran.  

Kedua, perubahan perilaku dan kebiasaan masyarakat dan konsumen dalam aktifitas ekonomi dan keuangan. Pandemi telah memaksa perubahan itu dalam kecepatan tinggi.  Data We Are Social ini bicara banyak tentang bagaimana perilaku konsumen berubah drastis sejak dua tahun terakhir ini. Per Januari 2023, Dekat 30% pengguna internet mengakses perbankan, investasi dan asuransi melalui online, Bilangan ini lebih tinggi satu persen dibandingkan periode yang sama tahun 2022. Terdapat 25% dari pengguna internet itu yang melakukan pembayaran online, dimana satu tahun sebelumnya hanya 21,6%.

Yang menakjubkan adalah 62% lebih pengguna internet (Terdapat 212,9 juta pengguna internet dan 353,8 juta pengguna hp) ini berbelanja online dengan Dekat setengahnya menggunakan fasilitas pembayaran digital. Pun mereka tak ketinggalan berinvestasi di aset kripto dengan kepemilikan kripto yang tumbuh dari 16,4% tahun 2022 menjadi 20,1%  awal tahun 2023.  

Cek Artikel:  Penanganan Infeksi HIVAIDS di Indonesia, Sebuah Catatan reflektif

Laporan terbaru TikTot yang diluncurkan di Jakarta 15 Juni 2023 mengungkapkan, bahwa empat dari lima UMKM telah berpindah dari pasar tradisional ke pasar TikTok (shop), hal mana Bisa meningkatkan pendapatan mereka Dekat 50%. Perlu dingat bahwa Indonesia adalah rumah bagi 113juta pengguna TikTok (April 2023) yang menempatkan Indonesia nomor dua dibawah Amerika sebagai negara dengan jumlah pemakai TikTok terbanyak sedunia.

Dengan Sekalian itu, kita Bisa percaya bahwa alih-alih berhenti online pasca-korona, masyarakat akan Maju meningkatkan penggunaan teknologi digital dalam berniaga dan mengelola keuangannya. Dalam hal ini Bukan Terdapat U turn.

 

Literasi digital dan keuangan

Gabungan antara Hasil karya teknologi digital dengan perubahan perilaku masyarakat akan membentuk masa depan ekonomi dan keuangan yang penuh Kesempatan. Tetapi, sekaligus menghadirkan tantangan berat dalam hal keamanan data dan privasi. Dengan tingkat literasi digital masyarakat yang Tetap belum memadai, masalah ini Jernih serius.

Menurut survei Kementerian Komunikasi dan Informatika, indeks literasi digital masyarakat Indonesia tahun 2022 berada pada Bilangan 3,54 dari skala 5. Secara total, indeks ini dari tahun sebelumnya, Tetapi sangat tipis, yakni dari 3,49. Manakala ditelisik satu per satu dari empat komponen pengukuran indeks, yakni 1) kecakapan digital; 2) etika digital; 3) keamanan digital dan terakhir 4) budaya digital, terlihat bahwa keamanan digital meningkat paling rendah hanya 0,02. Bahkan pilar budaya digital Bahkan merosot.

Survei ini menemukan, bahwa masyarakat Bukan Mempunyai kesadaran dan kemampuan yang Berkualitas Buat melakukan aktivitas-aktivitas Krusial dalam melindungi data pribadi.  ‘’Sebanyak 71,2% responden belum Bisa membedakan e-mail yang berisi spam, virus, malware atau e-mail Normal. Padahal spam menjadi salah satu Metode penyebaran malware yang menyebabkan kebocoran data,’’ tulis laporan tersebut.

Cek Artikel:  Papua, antara Gencatan Senjata dan Solusi Damai

Kompleksitas masalah kejahatan internet makin bertambah Apabila itu menyangkut keuangan digital. Pasalnya, literasi keuangan konsumen pun Bukan cukup memadai. Indeks literasi keuangan, berdasarkan survei terbaru Otoritas Jasa Keuangan, Bukan melebih 50% (bandingkan dengan indek inklusinya yang melaju di depan Tiba pada level 85,10%). Gabungan antara literasi digital dan literasi keuangan yang sama-sama rendah Membikin tingkat kriminal di finansial digital tetap tinggi. Harus diakui bahw kerawanan di bidang keuangan digital Indonesia mencemaskan.

Tak Terdapat jalan Buat menghadapi kejahatan cyber yang kian rumit dan canggih, selain meningkatkan kewaspadaan dan keahlian dalam melindungi kerahasiaan data – data Krusial. Mengingat, sebagian besar pengguna internet adalah generasi yang lahir dan besar di masa teknologi internet mulai berkembang,  Sebaiknya mereka Bukan kesulitan menghadapi revolusi digital ini dan pada Begitu yang sama Bisa memahami potensi ledakannya.  Tetapi harus segera dicamkan bahwa keamanan digital bukan masalah individu semata. Ini adalah tugas Serempak Sekalian pihak: konsumen (sudah Niscaya), pemerintah, otoritas, perusahaan dan kerjasama antarnegara.

Akan halnya di bidang keuangan,  mungkin sudah saatnya lebih berfokus kepada literasi keuangan, setidak-Bukan mengkonsolidasikan program dengan Sekalian lembaga yang Mempunyai tugas ini. Program Bulan Inklusi Keuangan yang digelar tiap tahun, mestinya diimbangi dengan Bulan Literasi Digital dan Keuangan.

Saya Niscaya salah Apabila mengatakan inklusi keuangan Bukan Tengah perlu setelah indeksnya sudah begitu tinggi. Yang ini saya katakan adalah, tanpa Percepatan program, koordinasi antarlembaga atau program menyeluruh, sulit bagi indeks literasi keuangan mengejar inklusinya. Kejahatan cyber yang Maju meningkat akan menjadi bumerang bagi pencapaian inklusi keuangan.

Dengan kolaborasi program edukasi antarlembaga, implementasi UU Perlindungan Data Pribadi, penegakan kewenangan  OJK dalam perlindungan konsumen dan masyarakat, ditambah kesadaran publik Buat meningkatkan kecakapan dan keamanan digitalnya, kita akan memasuki ekonomi dan keuangan digital yang terjamin keamanannya. Go Digital, Go Secure.

Mungkin Anda Menyukai