Gibran

Gibran
Adiyanto Pengumumanwan Media Indonesia(MI/Ebet)

ANAKMU bukanlah anakmu. Mereka adalah anak-anak kehidupan yang rindu pada dirinya sendiri. Mereka lahir lewat dirimu, tetapi bukan darimu. Mereka tinggal denganmu, tetapi mereka bukan milikmu. Kau dapat memberikan mereka kasih sayang, tetapi tidak pikiranmu karena mereka punya pemikiran sendiri.

Kalimat di atas adalah puisi/prosa reflektif dan filosofis yang ditulis oleh Kahlil Gibran. Puisi yang berjudul The Child yang termuat dalam buku kumpulan puisi The Prophet (Sang Nabi) itu amat populer. Sejak diterbitkan pada 1923, buku itu telah diterjemahkan ke lebih dari 40 bahasa. Inti dari puisi itu memuat petuah soal parenting agar orangtua tidak memaksakan keinginan atau kehendaknya kepada anak. Kalau dulu buku kumpulan puisi itu mengisi rak-rak buku, termasuk di Toko Gunung Akbar yang mau bangkrut itu, kini kalimat-kalimat puitis itu wara-wiri di medsos dan banyak dikutip bukan hanya oleh emak-emak dan bapak-bapak, melainkan juga para remaja penikmat senja.

Cek Artikel:  Taubat Ekologis Ikhtiar Hadirkan Keadilan Pembangunan

Entah apakah Presiden Jokowi juga pernah membaca puisi tersebut atau tidak. Tetapi, yang pasti ia memiliki anak yang nama depannya sama  dengan penyair besar kelahiran Libanon tersebut, Gibran Rakabuming. Apakah ketika memberi nama ia juga terinspirasi dan kelak menginginkan putra sulungnya tersebut menjadi seniman? Entahlah. Yang pasti, Gibran yang lahir di Surakarta pada 1 Oktober 1987, itu sekarang menjabat sebagai wali kota di kampung halamannya, jabatan yang dulu pernah diemban sang ayah.

Kini, kabarnya ‘sang anak panah’ itu bersiap melesat lebih jauh; menjadi wakil presiden. Dari segi usia, Gibran sebetulnya belum cukup umur karena aturan mensyaratkan batas minimal untuk menjadi seorang cawapres ataupun capres ialah 40 tahun. Tetapi, Mahkamah Konstitusi (MK) yang diketuai sang paman belum lama ini telah menyetujui persyaratan tambahan, yakni pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah. Itu artinya Gibran sang Wali Kota Surakarta itu boleh dan berhak  dicalonkan sebagai cawapres/capres. 

Cek Artikel:  Apakah Dokter Asing merupakan Solusi Mengatasi Masalah Kesehatan

Pintu itu pun telah terbuka. Sejauh ini, dengan menjadi wali kota, Gibran jelas telah memilih ‘jalan ninjanya’ sebagai politikus, bukan lagi sebagai pengusaha kuliner (meski halal juga mengemban dua profesi itu sekaligus). Toh, sang ayah dulunya juga seorang pengusaha furnitur. Apalagi Partai Gerindra bersama rekan koalisinya ngebet meminangnya untuk mendampingi Prabowo Subianto sebagai cawapres. Kemarin, Golkar bahkan secara resmi juga telah merestui duet itu. Nah, kurang apalagi? Kini semua tentu berpulang kepada Gibran, apakah bersedia atau tidak menerima pinangan tersebut dan apakah ia betul-betul ingin mengikuti jejak karier sang ayah. Kita tunggu saja.

Satu hal yang pasti sesuai aturan konstitusi, Jokowi segera turun takhta setelah dua masa berkuasa. Ia tentu paham suka dukanya memimpin negara. Ia tentu juga tahu bagaimana merdunya senandung puja puji dan pahitnya caci maki. Apakah kekuasaan itu akan diteruskan oleh sang putra yang telah beranjak dewasa atau cukup sekadar menjadi bagian dongeng pengantar tidur untuk para cucu dan cicit kelak? Hmm… yang pasti ‘kehidupan tidak bergerak mundur dan tidak tinggal bersama hari kemarin,’ begitu tulis Gibran sang penyair, bukan Gibran sang wali kota. Selamat berakhir pekan. Wasalam.

Cek Artikel:  Mencintai Tanah Air di Era Anthropocene

Mungkin Anda Menyukai