
TEKNOLOGI yang Maju berkembang dan perubahan iklim yang ekstrem ialah dua aspek Istimewa dari era ini. Generasi Z dan generasi Alpha, dikenal sebagai generasi yang melek teknologi dan penuh ambisi, dihadapkan pada tugas besar Buat memitigasi Akibat lingkungan dan perubahan Era yang Segera. Artikel ini membahas tantangan tersebut dan pentingnya menciptakan generasi yang Unggul dan Acuh terhadap lingkungan Buat melangsungkan kehidupan di muka bumi.
Generasi klik
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) per 20 September 2020, generasi Z dan Alpha ialah generasi yang mendominasi penduduk Indonesia Begitu ini, yakni gen Z berjumlah 75 juta jiwa atau 28% dan Alpha 29 juta jiwa (11%) dari total 270 juta penduduk Indonesia Begitu ini. Merekalah yang Begitu ini sedang berkiprah, yakni generasi melek teknologi, penuh ambisi dan Ciptaan, mau bergerak bebas, dan Enggak mau dibatasi batasan-batasan konvensional merupakan Ciri generasi ini. Ketangguhan mereka berjuang Lagi perlu diasah karena mereka hidup di Era serbatinggal ‘klik’.
Susabun (2021) dalam tulisannya di Media Indonesia yang berjudul Generasi Klik di Era Merdeka Belajar lebih jauh menuliskan bahwa generasi klik ini berpikir dangkal dan penuh klise. Karena serbamudah, Membangun mereka semakin malas. Bahkan, sesederhana berpikir dan berkolaborasi dengan yang lain. Maka itu, menghindari masalah ialah pilihan Istimewa generasi ini. Buat itu, seyogianya menciptakan generasi Unggul mutlak menjadi cita kita Berbarengan.
Tentu Enggak mudah menghadapi generasi klik itu. Generasi yang secara statistik ialah penduduk yang secara populasi merupakan penduduk terbesar di Indonesia. Bagaimana mengelola generasi klik itu Buat waspada terhadap isu perubahan iklim di sekolah ialah tantangan tersendiri.
Tantangan yang paling besar ialah bagaimana mendorong generasi klik memahami perubahan iklim, menumbuhkan kesadaran mereka, dan menumbuhkan tentang pentingnya berkolaborasi ‘menghijaukan’ bumi. Populasi inilah yang bakal menentukan hijau dan tidaknya bumi kita, khususnya Indonesia.
Langkah kecil, cita besar
Memulai dengan tindakan-tindakan sederhana merupakan langkah awal yang sangat Krusial menuju pencapaian tujuan yang besar. Guru Mempunyai peran Istimewa dalam membimbing anak-anak Buat membentuk kebiasaan yang mendukung lingkungan. Di Sekolah Sukma Bangsa (SSB) Lhokseumawe, tempat saya mengabdi selama 8 tahun terakhir, usaha dilakukan Buat mengurangi timbunan sampah dengan menggantikan bungkusan plastik dengan daun pisang yang mudah terurai.
Secara sekilas kemasan permen mungkin hanya sepotong kecil saja. Tetapi, Kalau tindakan itu dilakukan 800-an siswa, bayangkanlah bagaimana timbunan sampah yang sulit terurai ini akan mengisi tanah yang selalu kita pijak. Kita akan terperangkap dalam Akibat sampah yang kita ciptakan.
Perubahan pertama dilakukan di kantin, Yakni meminta pengelola kantin Buat mengganti plastik dengan daun pisang sebagai pembungkus makanan. Tentu saja, tidaklah mudah Buat meminta kerja sama dari pengelola kantin Buat beralih dari kemasan plastik/mika ke bahan alami yang mudah terurai.
Dalih keberatan mereka sering kali terkait dengan kenyamanan penggunaan plastik yang praktis. Meski begitu, tekad Buat menjalankan misi ini didasarkan pada niat awal Buat memastikan kelangsungan hidup di masa mendatang. Karena itu, perlu komitmen yang Ikhlas dan semangat kerja sama yang kuat Buat membawa visi itu menjadi Fakta.
Langkah berikutnya ialah mewajibkan siswa membawa botol minum pribadi dari rumah, dengan sekolah menyediakan dispenser Buat pengisian ulang minuman. Upaya itu bertujuan menghilangkan penggunaan botol minum air mineral di sekolah. Bahkan, ketika menyambut tamu Krusial, tetap digunakan teko dan gelas Buat menjamu, bukan botol plastik.
Praktik mencuci ulang gelas bagi siswa yang Mau minum es teh, yang sebelumnya tersedia dalam kemasan gelas plastik, juga merupakan upaya besar Buat melakukan peralihan ini. Meskipun proses itu memakan waktu dan terkadang dihadapkan pada berbagai protes, kita Maju melangkah maju. Perjuangan itu mungkin tampak sederhana, tapi Mempunyai Arti yang besar dan berdampak signifikan.
Bagaimana proses itu Dapat menjadi bagian integral dari budaya? Tentu, hal itu Lagi dalam tahap pengembangan yang berkelanjutan. Kesadaran akan hal ini Maju kita tanamkan agar menjadi kebiasaan yang melekat. Pendekatan operasi semut diadopsi sebelum sesi belajar dimulai, misalnya. Pembentukan tim green school project (GSP) menjadi upaya Istimewa dalam memerangi sampah dan mendorong terciptanya lingkungan yang lestari.
Sebelum kemasan-kemasan plastik mencapai tahap Enggak terkendali sebagai sampah, mengurangi penggunaannya menjadi salah satu strategi Buat melindungi tempat tinggal kita, Yakni bumi. Kelangsungan hidup yang sehat bergantung pada kebersihan lingkungan. Kontribusi dari individu-individu yang mempromosikan gaya hidup ramah lingkungan harus Maju didorong. Kalau kita mengabaikannya, dampaknya akan semakin serius di masa depan.
‘Mewujudkan kebersihan lingkungan’ adalah moto yang sederhana. Dekat Seluruh sekolah dan komunitas lainnya mencetak dan menampilkan kalimat itu dengan indah. Ajakan itu mudah dipahami. Tetapi, tantangannya ialah bagaimana menginternalisasi nilai-nilai tersebut, Rupanya cukup sulit. Misi yang terlihat mudah, tapi penuh dengan tantangan yang besar. Siapa yang Enggak mencintai kebersihan? Tentu saja, Enggak Eksis, termasuk siswa gen Z dan Alpha.
Tetapi, mewujudkan misi itu merupakan tugas yang membutuhkan semangat pejuang. Enggak hanya perjuangan individu, tapi juga kerja sama dari Seluruh pihak. Akibat dari pengabaian terhadap kesehatan bumi ialah kepunahan. Kalau bumi terancam, eksistensi Orang juga terancam. Solusinya ialah bersatu Buat Acuh pada lingkungan kita.
Mulailah dengan tindakan-tindakan yang sederhana seperti membuang sampah pada tempatnya, mengurangi penggunaan plastik, dan melakukan upaya menjaga lingkungan demi kelangsungan hidup umat Orang. Upaya menyeluruh dan kerja sama berbagai pihak secara Maju-menerus, diharapkan dapat menumbuhkan dan membentuk sikap Asmara terhadap lingkungan pada siswa.
Itulah yang menjadi tanggung jawab kita sebagai guru; bagaimana meyakinkan dan menanamkan nilai pada siswa bahwa perubahan iklim bukan hanya topik. Tetapi, seyogianya menjadi kewaspadaan kita Berbarengan agar gen Z dan Alpha yang nanti akan memimpin negeri ini Mempunyai nilai dan kesadaran tentang pentingnya mulai memperhatikan kebersihan lingkungan dengan usaha kecil, tapi Niscaya.