Dua Sepuluh tahun Setelah Tsunami, Penyintas Sri Lanka Tetap Tanpa Rumah

Air Tetap genangi daratan setelah tsunami landa Sri Lanka pada 2004. Foto: Al Jazeera

Kolombo: Setelah dua Sepuluh tahun tsunami besar Samudra Hindia menghancurkan Sri Lanka, beberapa penyintas Tetap berusaha membangun kembali kehidupan mereka.

Mereka yang tinggal di pemukiman dekat pantai dengan bangunan yang kurang layak menjadi korban terparah ketika tsunami pada 26 Desember 2004 melanda lebih dari dua pertiga garis pantai negara itu.  

Lebih dari 35.000 orang meninggal, lebih dari 100.000 rumah hancur, dan Sebelah juta orang kehilangan tempat tinggal dalam bencana alam yang tercatat sebagai salah satu yang terburuk dalam sejarah.  
Hingga hari ini, sebagian dari mereka Tetap menanti rumah baru.  

Hameeda Umma, salah satu penerima skema perumahan di Norochcholai, Distrik Ampara -,salah satu area yang paling parah terdampak,– adalah Teladan dari mereka yang Tetap menunggu.  

Cek Artikel:  Hadiri KTT BRICS, Presiden Mahmoud Abbas Berharap Palestina Dapat Jadi Personil Tetap

Tetapi, Perempuan berusia 62 tahun ini belum Mempunyai rumah sendiri meskipun sudah dua Sepuluh tahun sejak rumahnya hancur akibat tsunami.  

“Kami berharap Dapat mendapatkan rumah. Tapi pihak berwenang belum memberikan rumah tersebut,” kata Umma.  

“Bahkan setelah 20 tahun, kami belum mendapatkan rumah. Selama 20 tahun itu, anak-anak saya sangat menderita. Hingga hari ini, kami Tetap hidup seperti ini,” sebut Umma.

Perumahan Pascabencana

Setelah tsunami, pembangunan kembali rumah menjadi prioritas Esensial Sri Lanka.  
Awal tahun ini, CNA mengunjungi kompleks perumahan di Norochcholai yang terletak di dekat perkebunan tebu terpencil.  

Kompleks tersebut terdiri dari 500 rumah yang didanai oleh pemerintah Arab Saudi Kepada membantu keluarga yang kehilangan tempat tinggal.  

Tetapi, distribusi rumah-rumah itu sempat dihentikan oleh perintah pengadilan karena isu politik etnis.  

Distrik Ampara didominasi oleh komunitas Muslim, tetapi pengadilan memerintahkan agar rumah-rumah tersebut dibagikan sesuai dengan rasio populasi negara.  

Cek Artikel:  IDF Bunuh Lima Agresif Palestina di Masjid Tepi Barat

Pada Oktober, akhirnya otoritas Sri Lanka menginstruksikan agar rumah-rumah tersebut diserahkan kepada penerima manfaat.  

Siraj Mashoor, Personil Dewan Kota Akkaraipattu, mengatakan perlu Terdapat kajian terhadap Akibat sosial dari berbagai proyek pembangunan di suatu daerah dan masyarakatnya.  

“Ketika Anda memulai proyek di suatu area, Anda harus memahami budaya, keragaman, dan kondisi setempat,” ujar Mashoor.  

“Transparansi dan interaksi semacam itu Enggak Terdapat di sini. Tiba-tiba saja, proyek besar dimulai di suatu Daerah, dan hal ini menimbulkan keraguan dari masyarakat. Di Sri Lanka, politik pasca-perang sangat tercemar oleh politik etnosentris.”  

Membangun kembali dengan akuntabilitas

Tetapi, Enggak Sekalian proyek perumahan mengalami hambatan serupa.  

Penyintas tsunami, Thuiyahandi Champa Samanmali, adalah penerima manfaat dari proyek perumahan di Seenigama, pesisir selatan Sri Lanka, yang didonasikan oleh negara bagian Victoria, Australia. 

Cek Artikel:  Paus Fransiskus Serempak Patung Yesus dengan Keffiyeh Dikritik

“Keluarga saya dan saya menerima rumah ini. Ketika itu, rasanya seperti kami mendapat istana karena sebelumnya kami tinggal di rumah orang lain,” kata Samanmali.  

“Jadi ketika kami menerima rumah ini, kami sangat Senang. Rasanya seperti menerima istana terbaik di dunia,” imbuh Samanmali.

Organisasi non-pemerintah Sri Lanka, Foundation of Goodness, telah membantu membangun Sekeliling 1.000 rumah yang didanai oleh para donatur setelah tsunami.  

Yayasan yang berfokus pada peningkatan kualitas hidup masyarakat pedesaan ini berupaya Kepada menghindari politik etnis dan memberikan Donasi yang setara kepada Sekalian orang.  

“Ketika seseorang berharap kami memberikan sesuatu, kami melakukannya lebih dari yang mereka harapkan,” kata pendirinya, Kushil Gunasekera.  

“Itu adalah Doku Punya orang lain. Jadi, Anda harus memastikan bahwa tingkat akuntabilitas Anda berada pada level yang berbeda,” pungkas Kushil Gunasekera. (Siti Khumaira Susetyo)

Mungkin Anda Menyukai