KOORDINATOR Perhimpunan Pengada Layanan, Siti Mazuma mengatakan APH merupakan garda terdepan yang berhadapan langsung dengan korban, pelaku, saksi, serta pihak lain yang terlibat dalam penanganan kasus KDRT sehingga pembentukan Direktorat Tindak Pidana Perempuan dan Anak dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PPA-PPO) di Badan Reserse Kriminal Polri menjadi sangat penting
“Diharapkan Direktorat PPA-PPO Polri dapat memperkuat kepolisian dalam penanganan kasus kekerasan berbasis gender terutama yang dialami oleh perempuan, sehingga polisi dalam penanganan kasus bisa lebih berperspektif korban,” katanya dalam Konferensi Pers “Menyikapi 20 Pahamn UU PKDRT” secara daring pada Senin (23/9).
Zuma lebih lanjut menjelaskan peran Direktorat PPA-PPO harus bisa mendorong dan memperkuat infrastruktur kepolisian dalam penanganan kasus KBG, misalnya bagaimana agar kepolisian bisa mendorong penanganan dan penyelesaian kasus hingga ke unit-unit PPA di berbagai daerah.
Baca juga : PBHI Apresiasi Pembentukan Direktorat PPA-PPO Mabes Polri
“Harus bisa menjadi salah satu cara untuk memperbaiki penegakan hukum di Indonesia agar lebih berspektif gender, Pembentukan direktorat ini juga harus dibarengi oleh komitmen kepolisian untuk menempatkan polisi-polisi yang berspektif gender, ada penguatan kapasitas kepolisian penyidik agar memahami soal isu keadilan gender,” tuturnya.
Pusat perhatian lain yang harus diperhatikan dalam proses pengembangan Direktorat PPA-PPO adalah menumbuhkan perspektif dan asas keadilan bagi korban dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, sehingga berbagai kasus yang terlapor tidak lagi stagnan atau justru mengkriminalisasi korban, namun dapat diselesaikan secara tuntas.
“Perhimpunan Pengadilan Layanan juga ikut membantu membuat naskah akademik dari pembentukan PPA-PPO ini, jadi ini sebagai sebuah harapan baru karena selama ini banyak sekali narasi ‘percuma lapor polisi’ karena kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terlaporkan tidak tertangani dengan baik,” katanya.
Baca juga : UU ITE belum Bisa Melindungi Perempuan dari Pemanfaatan Kekerasan
Berawal dari kritik tersebut, lanjut Zuma, Polri kemudian memiliki niatan untuk membenahi penegakan hukum dan perbaikan pelayanan pelaporan melalui direktorat PPA-PPO tersebut. Menurutnya, pembangunan dan penguatan terhadap perspektif petugas kepolisian mengenai gender menjadi sangat penting.
“Ya kita sambut baik, tapi jangan sampai direktorat ini ditempati oleh orang yang maskulin dan tidak paham persoalan perempuan dan anak. Selama ini banyak sekali hambatan penanganan korban-korban kekerasan karena kita kekurangan kepolisian yang berspektif gender, terutama dari kalangan polwan,” jelasnya.
Sementara itu, Koordinator Koalisi Perempuan Indonesia, Mike Verawati berharap pembentukan Direktorat PPA-PPO bisa menghilangkan berbagai sumbatan yang masih menjadi masalah penegakan hukum terhadap kasus-kasus kekerasan, bukan saja harus melindungi korban tetapi juga para pendamping korban.
“Negara juga harus punya keseriusan untuk urusan alokasi anggaran. Jadi Biro ini sudah terbangun dan harus serius dijalankan termasuk mekanisme handing over, misalnya ketika pejabat tingginya dimutasi, sudah harus diberikan BIMTEK terkait penanganan korban kekerasan berbasis gender dan seksual, itu menjadi keharusan yang didapatkan semua aparat penegak hukum,” tandasnya. (Z-8)