Diaspora Indonesia dan Peran Strategis Nahdliyin

DALAM beberapa pekan terakhir, muncul perbincangan hangat terkait dengan keinginan Anggota Indonesia Demi pindah ke luar negeri. Tagar #KaburAjaDulu bermunculan di media sosial serta menyedot perhatian publik yang luar Lazim. Unsur ekonomi nasional, kontestasi politik, dan transisi pemerintahan yang Bergerak menjadikan sebagian Anggota berniat mendedikasikan hidup Demi berkarya di negeri lain.

Apalagi dengan maraknya pemberitaan mengenai kasus korupsi di berbagai lembaga yang menjerat pejabat tinggi serta pengusaha, yang angkanya hingga ratusan triliun rupiah. Ibaratnya, kasus-kasus korupsi berhamburan menjadi Aliansi tertentu, yang membikin Asa terhadap Indonesia Emas 2045 semakin suram.

Perbincangan yang melebar di media sosial tentang kesempatan pekerjaan serta kualitas hidup di Indonesia menjadi diskursus yang Variasi. Generasi muda lebih tertantang Demi mencari Kesempatan berkarier di luar negeri, dengan jalur sekolah maupun langsung mencari pekerjaan. Penulis berpendapat bahwa perbincangan mengenai hal itu juga Eksis manfaat positifnya, di antaranya agar Anggota Indonesia lebih terbuka dengan pelbagai kemungkinan berkarier di manapun berada, asalkan tetap menjaga identitas bangsa.

Pada beberapa tahun terakhir, dalam tugas riset maupun keperluan keluarga, penulis berinteraksi dengan banyak Anggota Indonesia yang bermukim di berbagai negara. Dari perjalanan di Amerika Perkumpulan, Eropa, Australia, Timur Tengah, dan beberapa kawasan Asia, penulis menyelami Kepribadian serta seluk beluk kehidupan Anggota Indonesia yang menjalani nasib bermukim di luar negeri. Mereka merupakan diaspora Indonesia yang punya cerita hidup berwarna. Setiap Anggota yang saya temui bercerita tentang kisah hidup yang berbeda, dengan perjuangan masing-masing yang mengharukan.

Sebagian diaspora Indonesia juga menempati pos-pos pekerjaan bergengsi di luar negeri. Mereka menjadi profesional di pelbagai bidang, profesor di berbagai kampus, pendidik, serta sebagai pekerja di berbagai sektor. Penulis menemukan orang-orang Handal yang punya dedikasi sekaligus merah putih yang Lagi menyala kuat di nadinya. Dari konteks ini, keinginan sebagian Anggota Demi berkiprah di luar negeri juga bermakna positif, yang menjadikan mereka Dapat berkarya lebih leluasa dan menemukan Arti hidup dengan keluarga.

Senang sekali Kalau berdiskusi dan mengobrol santai dengan para diaspora Indonesia yang menjadi profesor di sebuah kampus New York dan kampus lain di Amerika Perkumpulan, atau profesional yang bekerja sebagai ekonom di sebuah bank Amerika di London. Juga, seorang Rekan yang menjadi chief of digital strategy di sebuah lembaga pemerintah di Dubai. Atau Rekan-Rekan yang bekerja sebagai peneliti nanoteknologi di Jepang, serta periset optik di Cambridge Inggris atau di Karlsruhe Jerman.

Cek Artikel:  Peran Tekfin dalam Menyetarakan dan Mendorong Akses Modal yang Berkelanjutan bagi UMKM di Indonesia

Meski demikian, Eksis juga cerita-cerita sedih dan ratapan tangis. Penulis teringat ketika Berbarengan Muslimat Inggris dan beberapa lembaga mengadvokasi seorang ibu pekerja migran yang kehilangan pekerjaan serta Enggak mendapat kompensasi yang layak dari majikan. Kami berkoordinasi dengan KBRI London serta pemerintah lokal di London Demi mengakses benefit yang Dapat didapatkan dalam kasus pekerja yang diputus kontraknya tanpa Karena. Alhamdulillah, singkat cerita, ibu pekerja migran tersebut Dapat mendapatkan haknya.

 

PERSEBARAN DIASPORA INDONESIA

Diaspora Indonesia menyebar di berbagai kawasan dan negara lain, dengan ragam, konteks, dan jalan hidup masing-masing. Data dari GoodStats (2023), sebaran diaspora Indonesia di beberapa negara tergambar dengan data berikut ini: Malaysia (3.500.000 orang), Belanda (1.700.000), Arab Saudi (1.000.000), Taiwan (300.000), Singapura (198.444), Hong Kong (168.214), Amerika Perkumpulan (142.000), Uni Emirat Arab (111.987), Brunei Darussalam (80.000), serta Suriname (80.000). Negara-negara lain semisal United Kingdom, Korea Selatan, Jepang, Australia, dan beberapa kawasan lain menjadi tujuan dari diaspora Indonesia dengan data populasi yang lebih sedikit.

Istilah diaspora berasal dari bahasa Yunani, yakni dia yang berarti menyeberangi (across) dan speirein yang bermakna terpencar (scatter). Kata ‘diaspeirein’ diartikan dalam bahasa Inggris sebagai ‘disperse’ dan ‘dispersion’, yang dimaknai sebagai persebaran dalam area atau lingkup geografis yang luas. Kemudian, pada abad ke-18, istilah diaspora digunakan Demi merujuk Grup massa yang tersebar, dalam konteks sejarah pada masa persekusi Kerajaan Gereja Moravia dari Republik Ceko serta persebaran Anggota Yahudi ke pelbagai penjuru dunia.

Laporan Bank Dunia (2017) bertajuk Indonesia’s Mendunia Worker: Juggling Opportunities and Risk mencatat Anggota Indonesia yang bekerja di luar negeri dalam pelbagai bidang keahlian. Dari laporan ini tercatat bahwa Anggota Indonesia yang bekerja di luar negeri mencapai 9 juta orang. Dari Nomor itu, Bagian tertinggi yakni pada bidang pekerja rumah tangga atau perawat (32%), kemudian bidang pertanian (19%), pekerja Pembangunan (18%), serta pegawai pabrik (8%).

Cek Artikel:  Transformasi Museum Sebagai Pusat Ekonomi Kreatif dan Agen Perubahan Sosial

Pada 2016, diaspora menyumbang Rp118 triliun ke perekonomian Indonesia melalui remitansi, dengan sebagian besar data disumbangkan oleh diaspora yang berada di Malaysia (55%). Kemudian, persentase berikutnya disumbangkan pekerja Indonesia yang bermukim di Arab Saudi (13%), Taipei (10%), dan kemudian Hong Kong (6%).

Selain laporan Bank Dunia, riset yang dilakukan oleh Badan Riset dan Ciptaan Nasional (BRIN) juga menggambarkan Persona diaspora Indonesia yang lebih Variasi. Pada riset ini, BRIN berupaya membangun gambaran Ciri diaspora Indonesia, yang diselenggarakan pada 2021 Lampau. Riset BRIN diselenggarakan dengan survei berdasarkan aspek geografis, demografis, sosiologis, kultural historis, hingga politik hukum. Studi ini melibatkan 1.493 responden yang berdomisili di 90 negara, dengan periode survei pada 27 Juni-30 Juli 2021.

Hasil studi BRIN menyebutkan bahwa mayoritas tingkat pendapatan Rapi bulanan bagi diaspora Indonesia kurang dari US$1.999 (36,13%). Rentang pendapatan bulanan Rapi tertinggi yakni US$14.000 (6,91%). Pada karakteristiknya, mayoritas bekerja di sektor pemerintahan (15,87%) dan sektor jasa (11,09%).

Adapun posisi dalam pekerjaan Esensial mayoritas sebagai tenaga professional (37,54 %), kemudian yang berada di level pemilik serta manajer masing-masing pada Nomor 9,54% dan 14,64%. Riset BRIN ini memang memberi Pembangunan Persona dan Kepribadian yang berbeda terkait dengan diaspora Indonesia, meski secara proporsi dan persebaran perlu diperkuat dengan riset lain yang lebih komprehensif.

Diaspora Indonesia juga memendam keinginan Demi pulang ke negeri asal dalam beberapa tahun mendatang. Survei Robert Walters yang dipublikasikan pada 2023 (Kompas, Januari 2025) mengungkap hal itu bahwa setidaknya 60% diaspora berencana Demi kembali ke Indonesia dalam kurun waktu lima tahun mendatang. Asa Demi pulang ini meningkat Kalau dibandingkan dengan data sebelumnya yang hanya 46% menyatakan hal serupa (data 2021).

Eksis beberapa Unsur yang memengaruhi keinginan Demi pulang ke Tanah Air, Merukapan mengurus orangtua atau membangun Rekanan yang lebih dekat dengan Kekasih/keluarga (68%), kedekatan emosional, sosial, dan kultural dengan tanah air (36%), Kesempatan pekerjaan yang lebih menarik (29%), kontribusi kepada negara (25%), serta keinginan Demi pensiun di tanah Kelahiran (20%).

Cek Artikel:  Artificial Intelligence dan Pendidikan Berbasis STEM

Selain itu, terungkap juga Unsur yang menyebabkan diaspora enggan kembali ke kampung halaman. Terutama disebabkan oleh Unsur perbedaan standar gaji dan kompensasi oleh perusahaan di Indonesia Kalau dibandingkan dengan di luar negeri (68%), kualitas hidup yang kurang memadai (45%), serta permasalahan keamanan dan isu rasial (39%).

 

PERAN DIASPORA NAHDLIYIN

Dari Sekeliling 9 juta diaspora Indonesia yang tersebar di berbagai negara, Eksis ikatan emosional dan Rekanan Keyakinan yang Lagi menancap. Itu tergambar dari tingginya keinginan mendirikan masjid atau ruang ibadah di berbagai kota atau negara di mana terdapat populasi diaspora yang besar.

Dalam perbincangan saya dengan Anggota Indonesia di New York beberapa waktu Lampau, Eksis kerinduan besar Demi bersilaturahim dan mengkaji Keyakinan Berbarengan-sama, yang menjadi latar belakang pendirian Masjid Al-Hikmah di kawasan Astoria, New York. Hal yang sama pun saya dapati ketika berinteraksi dengan Anggota Indonesia di Belgia dan Jepang, yang juga mendirikan masjid dalam beberapa tahun terakhir.

Masjid-masjid ini Enggak hanya menjadi tempat ibadah, tapi juga destinasi kunjungan ketika Anggota Indonesia sedang mampir di kota atau negara tersebut. Bahkan, masjid-masjid yang didirikan oleh Anggota Nahdliyin di Jepang juga menjadi ruang saling belajar, berinteraksi Demi saling membantu Kalau Eksis diaspora yang sedang sakit atau membutuhkan Sokongan.

Nahdlatul Ulama Dapat menjadi jembatan Demi menguatkan koneksi sosial di antara para diaspora yang tersebar di berbagai negara. Kebutuhan atas Keyakinan, spiritualitas, dan kawasan sesama negara, menjadikan NU–juga Muhammadiyah–sebagai rujukan Demi belajar tentang ajaran Keyakinan.

Selanjutnya, Rekanan people to people menjadi penguat second track diplomacy Demi menguatkan interaksi Indonesia dengan negara-negara lain. Kekuatan sosial-ekonomi Dapat dibangun Demi memperkuat jalur ini, dengan basis massa yang besar dan persebaran Letak di berbagai negara. Mereka perlu Lalu dirangkul dengan sistem organisasi dan komunikasi dua arah Demi Berbarengan-sama berkhidmah serta berkontribusi demi Tanah Air.

 

Mungkin Anda Menyukai