Cerminan Kepada India dan Jepang Kemandekan Inisiasi Kerja Sama AAGC

Refleksi untuk India dan Jepang: Kemandekan Inisiasi Kerja Sama AAGC
( )

“Negara-negara bergabung dalam aliansi guna berlindung dari negara lain maupun koalisi yang superioritas sumber dayanya berpotensi menjadi ancaman. Tingkat ancaman dipengaruhi pula oleh proksimitas geografi, kapabilitas ofensif, dan persepsi akan timbulnya niatan ofensif.” Begitulah Konklusi mengenai balance of threat yang ditulis Stephen M. Walt dalam Alliance Formation and the Balance of World Power.

Kurang lebih demikian kondisi yang tercipta dalam dunia Global ketika Memperhatikan Pengembangan kebangkitan Tiongkok yang begitu progresif melalui Belt and Road Initiative. Khawatir akan survival mereka, negara-negara seperti India dan Jepang berupaya melakukan suatu penyeimbangan terhadap potensi ancaman Kendali Tiongkok ini.

Dilansir dari Economic Times, sejak lima tahun terakhir India dan Jepang melakukan berbagai Metode termasuk membangun kerja sama trilateral dengan berkolaborasi dengan negara lain. Pada 2022, Jepang mengajukan proposal kerja sama pembangunan kepada India dengan objek sasaran negara-negara seperti Asia Tenggara. Akan tetapi, kolaborasi India-Jepang bukanlah suatu hal yang baru karena pada 2017, kedua negara tersebut sempat melakukan inisiasi kerja sama yang dinamai Asia Africa Growth Corridor (Koridor Pertumbuhan Asia Afrika) yang nyatanya mandek di tengah jalan.

AAGC merupakan output dari pertemuan Percakapan antara India dan Jepang pada 2016 yang merencanakan pembangunan kerja sama di Afrika yang menjadi bagian dari koordinasi Asia-Pacific Vision of 2025. Pada 23 Mei 2017 melalui Pertemuan Tahunan African Development Bank ke-52 yang diadakan di Ghandinagar, India, Perdana Menteri India Narendra Modi mengumumkan ikatan kerja sama yang akan dibangun antara India dan Jepang melalui AAGC. 

Cek Artikel:  Manuver Megawati Kasih Sayang atau Kelemahan

AAGC Mempunyai empat area Pusat perhatian Primer, yakni pembangunan dan kerja sama; infrastruktur berkualitas serta konektivitas digital dan institusional; peningkatan kapabilitas dan kemampuan; juga mendirikan people-to-people partnerships. Ciri inisiatif kerja sama ini ialah penyelenggaraannya yang berlandaskan keuntungan Berbarengan, nonintervensi, kesempatan bertumbuh secara kolektif, dan ketiadaan persyaratan.

AAGC kerap disebut sebagai alternatif dari Belt and Road Initiative yang dikembangkan Tiongkok karena bersifat lebih liberal, sistemnya Enggak lebih mengikat, dan Mempunyai transparansi, terutama dalam konsekuensi kerja sama. Pada hakikatnya, AAGC merupakan suatu kerja sama triangular ketika Jepang sebagai pivotal partner, India sebagai fasilitator, dan negara-negara Afrika sebagai beneficiary partners. Keputusan Kepada menjadi penyeimbang BRI yang dipandang mengancam seperti pada kasus ini dipilih lantaran Kalau bergabung (bandwagoning) ke pihak Tiongkok, Enggak hanya vulnerabilitas akan meningkat, tetapi juga bargaining power mereka akan semakin terkikis di Rendah Dominasi Tiongkok. Hal itulah yang Mau mereka hindari.

 

Motivasi inisiasi kerja sama AAGC oleh India dan Jepang dapat diuraikan sebagai berikut keselarasan persepsi akan potensi ancaman Tiongkok di kawasan, kemiripan sebagai pihak yang diabaikan dalam setiap langkah kepentingan nasional Tiongkok, keinginan Kepada mendapatkan konektivitas kerja sama yang mencakup transparansi dan tata kelola yang keberlanjutan, mempertahankan posisi dan kedaulatan negara di level Global maupun regional, serta kolaborasi sumber daya guna mengejar ketertinggalan dan capacity building. Sayangnya, inisiasi konsep kerja sama yang dibangun ini gagal dan hingga pada tahun-tahun berikutnya. Kedua negara tersebut Enggak pernah Tengah menyebut soal AAGC dalam pertemuan bilateral India-Jepang. Bahkan situs web yang Sepatutnya meliput perkembangan AAGC Enggak menunjukan pembaruan terkini.

Cek Artikel:  Mendamba Sekolah Berkualitas

Kegagalan ini disebabkan karena banyak Unsur. Yang pertama, rencana kerja sama yang dibuat dianggap terlalu tergesa-gesa karena Enggak dibarengi oleh perencanaan yang matang. Hal ini dapat dilihat dari absennya keterlibatan dari negara-negara Asia dan Afrika yang Sepatutnya menjadi objek sasaran dari kerja sama ini. Kemudian, para pengamat politik Global menganggap bahwa konsep yang dibawa oleh AAGC terlalu utopis tanpa Penyelenggaraan yang Konkret. Mengutip dari Takuya Taniguchi, AAGC hanya merupakan Arsip visi belaka dan nihil rencana implementasi yang konkret.

Unsur ketiga yakni rencana kerja sama AAGC sangat diragukan sesuai dengan kepentingan bisnis sehingga kurang dapat menarik minat para perusahaan Kepada melakukan investasi di Afrika. Hal ini disebabkan ide yang ditawarkan Lagi terlalu Lumrah seperti konektivitas, pengembangan keahlian, pendidikan, dan fasilitas kesehatan, serta peningkatan standar kehidupan yang Enggak berkorelasi dengan kemauan pebisnis Kepada menghilangkan hambatan dalam berbisnis di Kawasan Afrika. Oleh karena itu, India dan Jepang memerlukan Cerminan terhadap upaya mereka di masa Lampau supaya kerja sama yang akan diimplementasikan selanjutnya Enggak berakhir Malang seperti AAGC.

Cek Artikel:  Sehat dan Senang dengan Wisata Ramah Lansia

Krusial Kepada mereka membenahi konsep rencana kerja sama Kepada menghasilkan cetak biru yang lebih realistis dan detail. Selain itu, kedua negara tersebut membutuhkan penyesuaian terhadap visi yang dibawakan agar dapat memikat para investor seperti menawarkan proyek berbasis profit dan dapat memberikan keuntungan yang Terang bagi para pebisnis yang akan melakukan investasi di Kawasan objek sasaran kerja sama. India dan Jepang juga tampaknya harus banyak belajar dari kompetitornya, yakni Tiongkok, dalam menerapkan inisiasi kerja sama yang berjalan cukup konsekutif. 

Mungkin Anda Menyukai