Tergilas Harga Beras

INDIKATOR Politik Indonesia merilis hasil survei turunnya popularitas kinerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) akibat harga beras dan kebutuhan pokok lainnya yang melambung tinggi.

Dari 1.227 responden yang disurvei, kepuasan mereka atas kinerja pemerintah sebesar 76,6%. Masyarakat yang puas itu jumlahnya turun 2% daripada survei yang dilakukan beberapa hari jelang pemungutan suara pemilu pada 14 Februari 2024, yang saat itu kepuasannya mencapai 78,6%.

Penurunan rasa puas itu disebabkan kenaikan harga bahan pokok, khususnya beras. Sebanyak 40,6% responden merasa kondisi ekonomi saat ini buruk atau sangat buruk.

Meski tingkat kepuasan masyarakat masih terbilang tinggi karena berada di kisaran 70%, yang menarik ialah turunnya jumlah orang yang puas itu terjadi hanya dalam beberapa pekan. Potensi penurunan kepuasan yang terus berlanjut tentu saja dapat terjadi jika harga beras dan berbagai kebutuhan pokoknya gagal direm pemerintah.

Apalagi, Ramadan sudah di depan mata yang biasanya dibarengi dengan kenaikan harga pangan secara bertahap dalam menyambut perayaan Lebaran.

Berdasarkan data Badan Pangan Nasional (Bapanas), rata-rata harga beras di Indonesia naik sejak awal 2024. Bingungkatan harga terjadi pada beras kualitas premium ataupun medium.

Cek Artikel:  Rombak Rekrutmen Pimpinan Lembaga

Pada Januari 2024, rata-rata harga beras premium di tingkat pedagang eceran mencapai Rp15.110 per kilogram. Harganya naik 0,8% jika dibandingkan dengan harga Desember 2023 secara bulanan (mom) serta melonjak sekitar 15% ketimbang Januari 2023 secara tahunan (yoy). Badan pemerintah itu juga memperkirakan harga beras bisa naik lagi lantaran ada defisit produksi beras sekitar 4 juta ton sampai Maret 2024.

Pekan lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui pemerintah tengah mewaspadai kenaikan harga beras yang mencapai 7,7% secara year to date (ytd). Kewaspadaan perlu dilakukan karena kenaikan harga beras berpotensi menyumbang peningkatan inflasi terhadap kelompok harga bergejolak (volatile food).

Jelang Ramadan dan Lebaran, bukan cuma beras, pemerintah juga mewaspadai naiknya harga pangan lainnya, seperti bawang putih, cabai merah, daging ayam, dan telur ayam. Sekalian kebutuhan pokok itu seperti sudah tertradisi selalu naik pada saat Ramadan.

Cek Artikel:  Pertaruhan Pemberantasan Korupsi

Pemerintah jelas tidak boleh bersikap pasif dengan berhenti di kata waspada saja. Pemerintah juga tidak bisa terus menyalahkan El Nino sehingga masa tanam mundur sebagai penyebabnya. Faktanya, meskipun sama-sama diterjang El Nino, sejumlah tetangga kita, yakni Thailand, Vietnam, dan Kamboja, surplus beras pada 2023.

Pemerintah seharusnya sudah mengambil langkah nyata agar harga beras bisa turun. Terlebih, fenomena alam El Nino yang terjadi pada 2023 sudah diprediksi secara akurat setahun sebelumnya oleh para ahli. Itu membuktikan kelemahan pemerintah membuat rencana dalam memitigasi masalah yang sudah terlihat di depan mata.

Gelontoran bantuan beras di berbagai daerah faktanya juga belum ampuh menurunkan harga. Apalagi, bantuan itu telah diterima jutaan keluarga penerima manfaat. Begitu pula dengan operasi pasar yang digelar pemerintah di sana-sini belum juga dapat menjinakkan harga beras. Padahal, operasi pasar itu selalu dipenuhi lautan manusia yang bahkan rela antre berjam-jam demi beras murah.

Pemerintah perlu diingatkan lagi bahwa berdasarkan data Badan Pusat Stagnantik (BPS) yang dirilis Juli 2023, ada 11,74 juta orang rumah tangga miskin perkotaan dengan rata-rata penghasilan Rp2,3 juta tiap bulan. Jumlah itu masih ditambah dengan jumlah penduduk miskin perdesaan yang mencapai 14,16 juta orang meski kelompok itu tak terlalu terdampak oleh tingginya harga pangan.

Cek Artikel:  Teladan Defisit Rasuah Melejit

Jutaan orang yang masih berteriak soal tingginya harga pangan itu tentu saja mengganggu popularitas pemerintahan Jokowi yang akan berakhir pada Oktober 2024, tinggal beberapa bulan lagi. Masyarakat juga tak sudi jika pemerintahan berikutnya diwarisi tingginya harga beras.

Apa yang dikatakan Jokowi kepada media bahwa harga beras di Pasar Cipinang dan Pasar Johar sudah turun memang benar. Tetapi, itu terjadi karena dua tempat yang disebut ialah pasar induk. Faktanya, di warung-warung dekat rumah tangga membeli beras, harganya masih tinggi.

Karena itu, sudahilah pernyataan-pernyataan yang bernada penyangkalan. Buktikan saja bahwa harga beras yang sudah melambung selama tiga bulan ini segera bisa diatasi. Itu akan menjadi obat tersendiri daripada terus digilas karena tingginya harga beras.

Mungkin Anda Menyukai