Menguji Nyali Satgas BLBI

SIASAT Marimutu Sinivasan untuk lepas dari tanggung jawab telah gagal total. Obligor bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) itu ditangkap petugas imigrasi di Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong, Kalimantan Barat, Minggu (8/9) sore, saat hendak kabur ke Kuching, Malaysia.

Ketika itu, Marimutu mengaku sakit sehingga tidak turun dari kendaraan untuk pemeriksaan imigrasi. Tetapi, ketika petugas konter memindai paspornya, Marimutu ternyata masuk dalam daftar cegah tangkal (cekal) sehingga tidak bisa bepergian ke luar negeri.

Kita tentu mengapresiasi upaya pencegahan ke luar negeri terhadap Marimutu. Kini, publik mendesak pemilik Grup Texmaco itu segera mempertanggungjawabkan dan melunasi tunggakan pembayaran utang BLBI kepada negara.

Baca juga : Perlu Regulasi Larang Mudik

Grup Texmaco diketahui menerima pinjaman lantaran krisis keuangan melanda Indonesia pada 1997-1998. Jumlahnya sebesar Rp8,08 triliun dan US$1,24 juta untuk divisi permesinan. Divisi tekstil memperoleh dana sebesar Rp5,28 triliun dan US$256.590. Pinjaman juga mencakup 95 ribu pound sterling serta 3 juta yen Jepang.

Cek Artikel:  Jauhkan MK dari Konflik Kepentingan

Dalam akta kesanggupannya, Grup Texmaco tercatat memiliki utang sebesar Rp29 triliun ditambah US$80,5 juta terkait dengan penerbitan letter of credit (L/C). Marimutu baru membayar sejumlah kecil utangnya kepada Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Anggaran BLBI (Satgas BLBI) sekitar Rp30 miliar.

Pembayaran yang relatif kecil jika dibandingkan dengan jumlah utang keseluruhan itu jelas menimbulkan rasa frustrasi dan menimbulkan kekecewaan di kalangan publik. Satgas BLBI harus bertindak tegas dan bekerja lebih efektif dalam menagih utang Marimutu.

Baca juga : Mencegah LP dari Covid-19

Di luar kasus Marimutu, publik perlu mendapatkan info yang transparan soal obligor BLBI yang masih punya sangkutan utang kepada negara. Dengan target Rp110,454 triliun dari 22 obligor dan 12 ribu berkas debitur, kenapa hingga kini Satgas BLBI baru bisa memperoleh Rp38 triliun dari perburuan utang ini? Padahal, masa tugas satgas tinggal menyisakan waktu kurang dari empat bulan lagi.

Cek Artikel:  Paras Muram Pilpres 2024 dari Jokowi

Satgas BLBI yang dipimpin Rionald Silaban terkesan masih majal, tidak garang, dan tampak lesu darah. Berbeda dengan janji manis yang pernah disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani ketika Satgas BLBI dilantik pada 6 April 2021.

Sri mengatakan tidak ada belas kasihan terhadap para pengemplang bantuan likuiditas. “Karena waktunya sudah sangat panjang, lebih dari 20 tahun, tentu kita tidak lagi mempertanyakan (punya) niat baik atau tidak. Tinggal mau membayar atau tidak,” cetus Sri Mulyani saat konferensi pers pelantikan Satgas BLBI, beberapa tahun silam.

Baca juga : Paket Bonus Pengganti Mudik

Satgas BLBI masih akan bertugas hingga 31 Desember mendatang setelah beberapa kali mendapatkan perpanjangan masa aktif. Jangan sampai ini menjadi catatan kelam sekaligus beban sejarah karena negara tidak mampu mengalahkan pengemplang duit rakyat.

Cek Artikel:  Menuju Pilpres Padat Gagasan

Negara harus memiliki wibawa. Apalagi Indonesia menganut sistem equality before the law, semua orang sama di hadapan hukum. Jangan karena para pengemplang ini memiliki latar belakang pengusaha, orang-orang berduit, negara yang diwakili oleh Satgas BLBI menjadi ciut nyali.

Di sisi lain, kita juga mendorong agar institusi penegak hukum di negeri ini tidak lelah memburu koruptor dan harta jarahannya. Kepada KPK, kita ingatkan tentang pencegahan sejak dini agar tidak ada yang coba-coba melakukan korupsi.

Bukan hanya KPK, aparat kepolisian dan kejaksaan juga mesti bekerja secara erat untuk mencegah terjadinya gratifikasi dan praktik-praktik korupsi lain. Kerja sama yang solid dan upaya pencegahan yang efektif merupakan kunci untuk menjaga integritas dan keadilan di sistem hukum kita, sekaligus mencegah uang negara terus-menerus dibobol.

 

Mungkin Anda Menyukai