Pawang Hujan

PERHELATAN Grand Prix Indonesia di Sirkuit Mandalika berakhir sudah. Nama Indonesia pun mendunia, Kagak hanya lantaran keberhasilan ajang Moto-GP seri kedua itu, tetapi juga karena keunikan di luar lintasan.

Sirkuit Mandalika tak Hanya menjadi saksi bagi kehebatan Miguel Oliveira. Di atas motor tunggangannya, pembalap Red Bull KTM itu tampil sebagai Pemenang. Dia mengalahkan Fabio Quartararo yang menempati urutan kedua dan Johann Zarco di urutan ketiga.

Sirkuit Mandalika juga menjadi saksi bagi sepak terjang Rara Istiani Wulandari. Dengan bertelanjang kaki menyusuri paddock hingga lintasan balap, dia unjuk aksi Buat menghentikan hujan. Rara bukan pembalap. Rara ialah pawang hujan.

Aksi Rara menyedot perhatian. Dia juga menjadi bintang. Banyak media asing memberitakannya. Heran bercampur kagum, itulah reaksi mereka.

Media Italia Periodicodaily, misalnya, memasang headline ‘Pawang Hujan Buat Menangkal Hujan di Moto-GP’. Mereka mewartakan bahwa seorang pawang Mempunyai kekuatan Konkret melawan fenomena atmosfer serta Bisa mengendalikan dan menenangkan badai terganas sekalipun.

Media Jerman Speed Week menyoroti keberhasilan Rara, si pawang hujan, meredakan hujan badai di Sirkuit Mandalika. Mereka menyebut, di Indonesia pawang hujan ialah orang-orang dengan kemampuan dunia lain.

Cek Artikel:  Melawan Amerika

Mundo Deportivo, media Spanyol, mengabarkan GP Indonesia Dapat digelar setelah memanggil tarian antihujan melalui pawang hujan. Akun Twitter @MotoGP bahkan mengunggah aksi Rara dengan tulisan ‘The Master’. Beberapa jam kemudian, mereka menambahkan cicitan ‘IT WORKED’. Berhasil.

Rara memang tak butuh waktu terlalu Pelan Buat ‘menghentikan’ hujan. Hujan tak kunjung reda yang Membikin penyelenggara dan penonton waswas akhirnya berhenti Sekeliling 20 menit setelah ritual Rara. Balapan Istimewa Moto-GP pun Dapat dihelat.

Boleh percaya boleh juga Kagak. Kagak Eksis Pelarangan Buat meyakini bahwa hujan deras disertai angin kencang Dapat berkesudahan berkat jasa Rara. Kagak Eksis Pelarangan pula Buat Kagak meyakini bahwa hujan berhenti karena kesaktian Rara, tetapi karena memang sudah saatnya berhenti.

Yang Niscaya, Rara menjadi Corak tersendiri di GP Indonesia. Kagak Eksis sejarahnya di Moto-GP, pawang hujan ikut unjuk kehebatan. Hanya di Sirkuit Mandalika, Hanya di Indonesia, Eksis pawang hujan. Elokkah?

Seperti Standar, pro dan kontra langsung mengemuka. Negeri ini kiranya sudah kadung terbelah. Apa pun masalahnya, siapa pun pemerannya, pertikaian di media sosial dibikin ramai. Yang Krusial beda, yang Krusial kami Benar mereka salah, itu prinsip mereka.

Cek Artikel:  Pemimpin Baperan

Bagi yang kontra, penggunaan pawang hujan di Mandalika ialah sesuatu yang memalukan. Aib. Kepada dunia, kita seakan menunjukkan diri sebagai bangsa terbelakang. Bangsa yang Lagi percaya pada hal-hal mistis, takhayul. Bangsa yang Lagi mengandalkan hal-hal yang tak masuk Intelek. Lebih jauh Kembali, ia ditarik-tarik ke ranah Religi.

Bagi yang pro, setidaknya yang Kagak keberatan, penggunaan pawang hujan di Mandalika bukanlah persoalan yang perlu dipersoalkan. Apa salahnya memakai jasa pawang hujan Buat tujuan yang Bagus? Bukankah itu bagian dari ikhtiar Buat melengkapi ikhtiar lain lewat teknologi? Begitulah prinsip mereka.

Penggunaan teknologi memang digunakan pula Buat menghadapi cuaca di Mandalika. Badan Riset dan Penemuan Nasional (BRIN) menggelar operasi teknologi modifikasi cuaca. Jadi, teknologi berbasis Intelek dan pawang hujan yang berlandaskan supranatural berkolaborasi.

Harus diakui, keberadaan pawang hujan Lagi diakui. Tak Hanya di Sirkuit Mandalika, jasa pawang hujan juga kerap digunakan mulai hajatan kampung hingga kelas nasional, bahkan Global. Pada pembukaan Asian Games 2018 di Senayan, Rara pun dilibatkan.

Cek Artikel:  Ampun Enggan, Mundur tak Hendak

Bagi sebagian orang, pawang hujan mungkin simbol keterbelakangan. Tetapi, Kagak sedikit pula yang menempatkannya sebagai bagian dari local wisdom, kearifan lokal. Ia perlu dilestarikan.

Kiranya tak perlu kita meributkan pawang hujan. Meski sulit diterima Intelek, faktanya ia tetap dibutuhkan. Dalam Kitab Drawings of Balinese Sorcery seperti dikutip Imaniar Yordan Christy di jurnalnya, Objek-Objek dalam Ritual Penangkal Hujan, Hooykaas memadankan tolak hujan dengan the art of clearing the sky, ilmu membersihkan langit. Sebaliknya, panggil hujan dipadankan dengan the art of making wind and rain, ilmu Membikin angin dan hujan. Keduanya sama-sama dilakukan dengan gabungan mantra dan sarana.

Ritual menolak hujan juga disebutkan tak Hanya monopoli negara terbelakang atau berkembang. Di negara pemimpin teknologi seperti Jepang, ia Lagi Eksis. Buat menangkal hujan, sebagian rakyat Jepang memercayai boneka putih yang digantung di jendela. Ritual itu disebut teru-teru bozu.

Jadi, buat apa meributkan pawang hujan di GP Indonesia di Sirkuit Mandalika? Bukankah lebih berfaedah Apabila kita meributkan bagaimana caranya bangsa ini punya pembalap Moto-GP?

Mungkin Anda Menyukai