Jihad Ekonomi dan Persoalan Kemandirian

Jihad Ekonomi dan Persoalan Kemandirian
(Dok. PWMU)

ULAMA asal Maninjau, Sumatra Barat, Buya Abdur Rasyid Sutan Mansur (1895-1985) memaknai kata ‘jihad’ dengan bekerja sepenuh hati. Pemahaman ulama yang pernah menjadi Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah ini menarik, karena jihad Tak diartikan dengan mengangkat senjata Demi berperang, melainkan bekerja sungguh-sungguh. Hal itu berarti, menjadi apa pun, kita harus serius. Kita mesti melakukan pekerjaan dengan sepenuh hati.

Apabila disandingkan dengan kata ekonomi, jihad berarti usaha yang sungguh-sungguh Demi membangun kembali kedai-kedai ekonomi yang telah Pelan roboh. Dengan pemahaman ini, berarti harus Eksis keseriusan Demi melakukan kerja-kerja yang lebih konkret di bidang penguatan ekonomi umat. Berangkat dari kesadaran inilah, Muhammadiyah mencanangkan program jihad ekonomi pada Muktamar ke-47 di Makassar dan ke-48 di Surakarta.

Pilar ekonomi diproyeksikan menjadi lahan baru dakwah Muhammadiyah setelah sukses di bidang pendidikan, kesehatan, dan pelayanan sosial. Program jihad ekonomi dicanangkan Serempak dengan penanggulangan bencana, pemberdayaan masyarakat, serta Lembaga Zakat, Infaq, dan Shadaqah Muhammadiyah (Lazismu). Akan tetapi, harus diakui bahwa jihad ekonomi yang dicanangkan pada dua muktamar terakhir Lagi lebih banyak berupa narasi impian dan cita-cita.

Padahal, jihad ekonomi sangat sejalan dengan tema kemandirian yang Normal digelorakan Muhammadiyah tatkala memasuki abad kedua. Sebagai salah satu pilar civil society, Muhammadiyah dituntut Demi Berdikari. Muhammadiyah Krusial Lanjut berkarya Demi melahirkan amal-amal usaha produktif. Dengan Langkah itulah, Muhammadiyah dapat mengabdi dan memberi lebih banyak Demi negeri. Layaknya Surya, Muhammadiyah harus Lanjut bersinar Demi menyinari semesta.

Cek Artikel:  Mengeksplor Surga Wisata Mentawai

Capaian Muhammadiyah dalam mengembangkan amal usaha sejauh ini dapat dikatakan cukup sukses. Tak mengherankan Apabila pelopor pembaruan pemikiran Islam Indonesia, Nurcholish Madjid (Cak Nur), menyatakan bahwa Muhammadiyah merupakan bagian dari cerita sukses. Bukan hanya Demi organisasi Islam di Indonesia, melainkan juga di dunia Dunia. Sejak didirikan hingga kini, Muhammadiyah menunjukkan Kepribadian sebagai organisasi keagamaan yang mementingkan gerakan amal (a faith with action).

Implementasi ajaran Religi yang dipraktikkan generasi Muhammadiyah periode awal Jernih menunjukkan keberpihakan pada ‘wong cilik’. Pendiri dan ideolog Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan, tampak begitu perhatian pada golongan fakir miskin dan anak-anak yatim. Melalui kajian terhadap ayat-ayat Al-Qur’an, terutama Surat al-Ma’un (surat ke-107), Kiai Dahlan menunjukkan teladan beramal sosial dengan memberi sabun, beras, dan Pakaian bagi masyarakat yang lemah (mustadl’afin). Inilah metode Kiai Dahlan dalam mendakwahkan Religi.

Metode memahami Religi dalam perspektif Kiai Dahlan tampaknya sangat membekas dalam diri Kaum Muhammadiyah. Nilai-nilai kedermawanan dan kewelasasihan yang dipraktikkan Kiai Dahlan turut membentuk ajaran tolong-menolong (theology of al-Ma’unisme).

Keseriusan Kiai Dahlan selanjutnya diwujudkan dengan membentuk Majelis Penolong Kesengsaraan Oemoem (MPKO). Kata ‘Oemoem’ ini menarik, karena berarti tugas Esensial MPKO ialah memperbaiki kesejahteraan Kaum bangsa tanpa Menonton latar belakang Religi, paham keagamaan, budaya, dan etnik. Dalam perkembangannya, melalui MPKO lahir rumah sakit, panti asuhan, panti jompo, dan lembaga sosial lainnya.

Cek Artikel:  Kekuasaan, Keadilan, dan Partai Politik

Perspektif historis itu Krusial dipaparkan Demi mengingat kiprah panjang Muhammadiyah sebagai pelopor kesejahteraan umat. Selanjutnya, Muhammadiyah menampilkan diri sebagai gerakan filantropi di negeri ini. Akan tetapi, sangat disayangkan, sebagai pelopor gerakan filantropi, Muhammadiyah belum sukses menggarap program penguatan ekonomi. Padahal, Demi menjadi civil society yang kuat sehingga bebas dari intervensi negara dan kekuatan politik mana pun, Muhammadiyah harus menjadi organisasi Berdikari.

Pada konteks itulah, Muhammadiyah membutuhkan sebanyak mungkin pelaku ekonomi kreatif. Mereka ini termasuk Grup saudagar di Muhammadiyah. Grup saudagar ini harus terlibat secara intensif menggarap ekonomi umat. Problemnya, kepengurusan Muhammadiyah di berbagai level mulai pusat hingga pelosok didominasi pegawai. Grup saudagar Muhammadiyah belum mengisi posisi-posisi Krusial dalam organisasi. Padahal Grup saudagar Krusial Demi menopang kemandirian sebuah organisasi.

Dengan menjadi organisasi yang kuat secara ekonomi, Muhammadiyah Tak akan terlalu bergantung pada pemerintah. Spirit kemandirian ini Krusial ditekankan karena umumnya organisasi kemasyarakatan (ormas) kurang Pandai menjalankan fungsi checks and balances kepada pemerintah dan partai politik. Kondisi ini terjadi lantaran umumnya ormas keagamaan Lagi bergantung pada pemerintah dan partai politik, terutama Donasi pendanaan. Ironinya, Lagi Eksis ormas keagamaan yang berkecil hati tatkala kegiatannya Tak dihadiri wakil pemerintah.

Cek Artikel:  Top Brand BAZNAS RI dan Modernisasi Manajemen Zakat di Dunia Industri

Sikap ormas yang terlalu mengiba kepada pemerintah, Jernih Tak sejalan dengan Kepribadian civil society yang menekankan kemandirian. Karena itulah, Muhammadiyah Krusial menunjukkan kepeloporannya di bidang ekonomi. Posisi ini harus diambil agar Muhammadiyah dapat menunaikan tugas dakwah amar makruf nahi munkar secara terhormat dan bermartabat. Hal itu berarti, Muhammadiyah harus mulai mendirikan kedai-kedai ekonomi Demi memperbaiki kesejahteraan umat.

Pada konteks itulah, Muhammadiyah membutuhkan sebanyak mungkin Grup saudagar Demi menumbuhkan spirit entrepreneur umat. Pelibatan Grup saudagar dalam Muhammadiyah diharapkan dapat mencetak pelaku-pelaku ekonomi kreatif yang Pandai Membikin terobosan Demi menggerakkan perekonomian umat. Aktivis Muhammadiyah Krusial menyadari bahwa Kiai Dahlan sejatinya adalah pelaku ekonomi kreatif sekaligus juru dakwah andal. Sejarah Muhammadiyah periode awal juga banyak digerakkan Grup saudagar.

Keseriusan menggarap bidang ekonomi mutlak diperlukan Apabila Muhammadiyah Ingin menjadi organisasi yang Betul-Betul Berdikari. Apabila Muhammadiyah sukses menjalankan program jihad ekonomi, pemerintah dan rakyat Niscaya akan merasakan manfaatnya. Apalagi negeri ini sedang dihantui persoalan kemiskinan dan pengangguran. Grup kelas menengah pun disinyalir banyak turun kasta karena problem ekonomi.

Dalam kondisi ekonomi negeri yang sedang Tak Bagus-Bagus saja, Muhammadiyah Krusial menampilkan diri sebagai bagian dari gerakan ekonomi. Dengan sumber daya memadai dan jaringan yang kuat, persyarikatan yang didirikan Kiai Dahlan ini Niscaya Pandai.

Mungkin Anda Menyukai