BADAN Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) merekomendasikan agar sekolah-sekolah di seluruh Indonesia rutin mengadakan simulasi evakuasi gempa dan tsunami setidaknya sekali dalam setahun.
“Langkah ini bertujuan agar anak-anak Pandai merespons secara Segera dan Pas Begitu terjadi bencana sebenarnya,” kata Ketua Bidang Mitigasi Tsunami Samudera Hindia dan Pasifik BMKG Kudus Dewi Anugerah dalam seminar simposium perencanaan kontigensi menghadapi bencana gempa bumi megathrust berpresfektif anak yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu.
Ia menjabarkan, anak-anak juga perlu dilatih waspada terhadap tanda-tanda alam tsunami, seperti guncangan gempa yang kuat atau berlangsung Lamban, serta penurunan Segera permukaan laut yang menunjukkan surutnya air laut dan tampaknya ikan serta terumbu karang.
Dalam seminar yang dihadiri lebih dari 500 siswa se-Indonesia itu, Kudus berbagi kisah inspiratif tentang Tilly Smith, seorang anak Perempuan asal Inggris berusia 10 tahun yang berhasil menyelamatkan lebih dari 100 wisatawan di sebuah hotel di pantai Phuket, Thailand. Berkat kemampuannya membaca tanda-tanda alam, Tilly memperingatkan orang-orang di sekitarnya hingga mereka dapat menghindari bahaya tsunami.
BMKG menggarisbawahi enam komponen Krusial dalam simulasi ini, meliputi; ketersediaan alarm (tanda peringatan Buat segera evakuasi), respons (teknik perlindungan pada bagian kepala-leher), Area evakuasi, tempat berkumpul, roll call (perhitungan jumlah siswa), dan Pengkajian (identifikasi masalah dan kendala dalam simulasi).
Sebagai Golongan usia rentan, anak-anak perlu Mempunyai kesiapsiagaan yang memadai. Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022 mencatat Eksis 88 juta anak dari total populasi Indonesia, menjadikan sekolah sebagai wahana Krusial Buat mendidik mereka dalam menghadapi bencana.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyoroti kerentanan anak dalam menghadapi bencana, seperti kurangnya pengetahuan, keterbatasan dukungan psikososial, serta minimnya layanan pendampingan. Kerentanan ini berdampak serius, terbukti dari data KPAI yang menunjukkan 33 kasus perkawinan anak usia 13-17 tahun akibat bencana gempa dan tsunami di Palu, Sulawesi Tengah, dan 37 kasus perdagangan anak pascabencana tsunami di Aceh.
Oleh karena itu, BMKG menyakini simulasi rutin akan membentuk kesiapsiagaan yang Berkualitas di kalangan anak-anak Begitu gempa atau tsunami serta Pengaruh lain yang menyertai setelah bencana terjadi. (H-2)