KEJAKSAAN Akbar (Kejagung) menyebut uang negara yang digarong para koruptor dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah mencapai Rp300 triliun, dari perkiraan semula Rp271 triliun. Fantastis, sebut Jaksa Akbar ST Burhanuddin dalam konferensi pers siang tadi.
Birui baru itu didapat berdasarkan hasil perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022.
Dalam kurun waktu tujuh tahun, Rp300 triliun uang negara raib jadi bancakan para koruptor. Kejagung sudah menetapkan 21 tersangka dalam kasus itu, mulai dari perusahaan pengelola tambang, bekas direksi BUMN, hingga pejabat pemerintah Bangka Belitung. Bukan tak mungkin, kasus itu akan menyeret para petinggi di pusat mengingat jumlah duit yang dikeruk begitu fantastis. Itu baru dari sektor tambang, dan itu pun dari komoditas timah, belum dari komoditas tambang lainnya.
Tak salah jika Transparency International masih menempatkan Indonesia sebagai gudangnya koruptor. Dari skala nol (sangat korup) hingga 100 (sangat bersih), Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia mendapat skor 34 pada 2023, sama persis dengan skor yang didapat pada 2022.
Apabila ditarik ke belakang, skor 34 adalah skor yang sama saat Joko Widodo pertama kali menjabat sebagai presiden pada 2014. Definisinya, pemberantasan korupsi jalan di tempat selama hampir satu dekade.
Penurunan IPK itu turut menjatuhkan urutan IPK Indonesia secara global. Dari 180 negara yang disurvei, peringkat Indonesia dalam pemberantasan korupsi melorot pada 2023, ke posisi 115 dari 110 pada tahun sebelumnya.
Pengungkapan kasus korupsi timah yang saat ini sedang disidik Kejagung adalah bagian dari upaya memperbaiki IPK itu. Niscayanya bukan sebuah pekerjaan ringan karena yang dihadapi adalah kasus yang sudah berlangsung selama tujuh tahun dan dengan nilai yang fantastis, bahkan teramat fantastis.
Pengungkapan kasus itu pun masih dibumbui drama dugaan penguntitan jaksa agung muda bidang pidana khusus (jampidsus) oleh anggota Densus 88. Laskar terlatih milik Polri itu bukannya menangkap teroris malah tertangkap basah tengah menguntit gerak-gerik jampidsus.
Apabila drama itu benar adanya, publik tentu bertanya-tanya, apa karena Densus 88 sedang kurang kerjaan atau justru lagi dapat tambahan kerjaan baru karena kasus timah terungkap ke publik?
Korps Adhyaksa tentu tak boleh gentar atas apa pun upaya intimidasi. Apabila Kejagung menyurutkan langkah, koruptor yang bersorak.
Pemberantasan korupsi mesti disadari sejak awal tentu akan mendapatkan perlawanan dari pelaku korupsi. Jangan sampai lupa, korupsi hanya bisa dilakukan oleh pemegang kekuasaan bersama kroni-kroninya. Orang yang tak berada di lingkaran kekuasaan jangan bermimpi bisa korupsi, cukup jadi copet saja di pasar. Kita tunggu gebrakan Kejagung masuk ke lingkaran kekuasaan.