Memupus Gerontokrasi

Eksis paradoks yang terjadi di jagat perpolitikan Indonesia, wabilkhusus pada Pemilihan Biasa (Pemilu) 2024 mendatang. Begitu itu, diprediksi Eksis Sekeliling 114 juta generasi muda, usianya 17-39 tahun, yang akan menjadi pemilih. Nomor itu kalau dipersentasekan kurang lebih 60% dari jumlah total pemilih pada Pemilu 2024.

 Sebetulnya itu Berita Bagus. Tetapi, ini yang menjadi paradoks, dominan sebagai pemilih, rupanya Bukan jaminan menjadi dominan dalam keterwakilan. Kenapa? Karena tingkat ketertarikan anak muda terjun ke partai politik belum juga beranjak naik, Tetap sangat rendah. Menurut hasil survei terbaru yang dilakukan CSIS, yang dirilis pada 14 Maret 2023 Lewat, level ketertarikan generasi muda itu bahkan Hanya 1,1%.

Gambaran paling Jernih dari kecenderungan itu ialah komposisi Personil DPR Begitu ini yang anak mudanya Hanya 6%. Sisanya ialah golongan old school, generasi baby boomers yang kadang-kadang Tetap tersandera kekolotan serta ketamakan. Begitu pula komposisi di institusi politik lain, termasuk di eksekutif, sepertinya tak jauh beda. Lantas Dapat apa yang 6% itu melawan yang 94%?

Cek Artikel:  Bermula dari Bonge

Sulit rasanya membayangkan mereka yang minoritas itu Dapat memenangi pertarungan ide dan gagasan melawan Grup mayoritas dalam arena sistem politik yang mungkin sebetulnya juga sudah ketinggalan Era buat mereka. Yang Eksis, anak-anak muda yang semestinya tampil sebagai penyegar Dapat-Dapat malah terseret arus, tertular watak dan pemikiran kolot kaum Uzur. Kiranya, soal ini Bukan Tengah sekadar kekhawatiran, tapi sudah banyak terjadi.

Sesungguhnya dengan iklim politik yang semakin demokratis, ruang bagi anak muda Demi memperlihatkan eksistensi politik mereka juga kian terbuka. Tetapi, entahlah, bahkan Apabila dibandingkan dengan era Orde Baru yang perpolitikannya begitu sarat dengan Intervensi Orang-Orang senior, kiprah politik anak muda di era sekarang tak mengalami peningkatan yang drastis.

Akibatnya, perpolitikan Tanah Air, seperti yang kita lihat, Tetap saja dalam genggaman para generasi Uzur alias gerontokrasi. Apabila merujuk pada Wikipedia, gerontokrasi ialah sebuah bentuk pemerintahan oligarki ketika sebuah entitas diperintah oleh para pemimpin yang secara signifikan lebih Uzur ketimbang kebanyakan populasi dewasa. Pas betul dengan kondisi politik kita hari ini.

Cek Artikel:  Bukan Bangsa Sampah

Lewat tugas siapa memupus gerontokrasi? Memberi tanggung jawab itu kepada kaum senior yang Malah merupakan pelaku Esensial dari sistem tersebut, Jernih Bukan mungkin. Jangankan digantikan, Demi sekadar sedikit bergeser demi memberi tempat bagi pemuda saja barangkali mereka ogah-ogahan. Kenyamanan bertahun-tahun yang mereka nikmati sebisa mungkin tak Eksis yang mengganggu, apalagi mengambil alih.

Mau Bukan mau, ya, anak muda sendiri yang mesti beringsut. Apabila tak Mau Maju-terusan dikuasai pemain Pelan, kaum muda mesti mau terjun lebih dalam di dunia politik. Setidaknya dimulai dalam pemikiran, skeptis terhadap politik boleh, tapi Bukan boleh apatis. Bagaimanapun, perubahan politik butuh partisipasi dan eksistensi generasi muda.

Tan Malaka pernah bilang, idealisme adalah kemewahan terakhir yang hanya dimiliki oleh pemuda. Artinya, tanpa anak muda sangat mungkin politik bakal berjalan tanpa idealisme. Kalau kaum muda Bukan bergerak, politik hari ini mungkin hanya dijadikan alat Demi melindungi kepentingan dan kekuasaan kaum Uzur yang serakah.

Cek Artikel:  Dewan Kolonel

Sejatinya, jumlah pemilih muda yang bakal dominan dalam Pemilu 2024 mendatang adalah keuntungan. Tetapi, bagaimana memanifestasikan partisipasi itu dalam bentuk yang lebih konkret, yakni terjun ke kancah politik, itu yang jadi persoalan. Betul, keterpilihan politikus muda dalam pemilu-pemilu sebelumnya memang kecil. Survei CSIS mencatat rata-rata keterpilihan politikus muda sejak Pemilu 1999-2019 hanya 15,1%.

Tetapi, mestinya Nomor itu tak Membikin nyali kaum muda ciut sebelum bertanding. Malulah menyebut diri anak muda kalau disodori Nomor gitu doang langsung merasa inferior. Era kini, Malah kaum tualah yang mestinya merasa inferior di hadapan kaum muda.

Ingat apa yang pernah dikatakan Plato, “Hukuman Demi orang yang menolak berpartisipasi dalam politik, salah satunya ialah bakal diperintah oleh orang yang lebih inferior darinya.”

Kalau Anda, generasi muda mau seperti itu, ya terserah, tapi Iba bangsa ini.

 

Mungkin Anda Menyukai