Menguji TNI Patriot NKRI di Mengertin Politik

CAMPUR tangan militer dalam politik ialah hal tabu bagi sebuah negara demokrasi. Militer harus berada di bawah posisi supremasi sipil, tabu untuk cawe-cawe, apalagi sampai melakukan pembangkangan terhadap pemerintahan yang sah.

Di saat yang bersamaan, negara demokrasi juga memegang teguh prinsip politik praktis pantang mengooptasi dunia militer. Prinsip ini sangat penting dalam menjaga keseimbangan kekuasaan dan menghindari penyalahgunaan kekuatan militer dalam proses politik.

Dua trajectory tersebut di atas sangat dipahami oleh para petinggi Tentara Nasional Indonesia (TNI) sehingga kemudian membidani tema besar pada hari ulang tahun (HUT) ke-78 TNI, yakni TNI Patriot NKRI, Pengawal Demokrasi untuk Indonesia Maju.

Harus kita katakan tema HUT ke-78 TNI ini sangat relevan lantaran Indonesia tengah menapaki tahun politik, suatu masa yang sangat krusial menuju peralihan kekuasaan. Tarik-menarik kepentingan ialah keniscayaan, tetapi justru di titik ini TNI dituntut bersikap netral.

Cek Artikel:  Dukungan Surya Demi Membangun Bangsa

Independenitas inilah yang memungkinkah TNI menjadi pengawal demokrasi. Dengan bersikap netral, TNI dapat memastikan bahwa prinsip-prinsip demokrasi, seperti pemilihan umum yang bebas, jujur, dan adil akan tetap terjaga.

Tetapi, keberanian itu hanyalah jargon ketika fakta di lapangan berbicara sebaliknya. Institusi TNI terkesan membiarkan bakal calon presiden Prabowo Subianto yang juga menteri pertahanan gencar membagikan ribuan kendaraan taktis berupa sepeda motor listrik ke para bintara pembina desa (babinsa) se-Indonesia.

Publik patut bercuriga kenapa yang membagikan bukanlah KSAD, pangdam ataupun dandim? Bukankah kebutuhan sepeda motor merupakan urusan kepala staf masing-masing, kenapa sampai harus menteri pertahanan yang turun tangan?

Tak salah jika kemudian spekulasi liar bermunculan. Bukan tidak mungkin aksi bagi-bagi itu merupakan strategi Prabowo untuk memikat hati para babinsa. Apalagi, babinsa bersentuhan langsung ke masyarakat akar rumput hingga ke pelosok desa.

Cek Artikel:  Narasi Paksaan Pilpres Satu Putaran

Aksi tersebut semakin kental dengan aroma kontestasi politik karena di sejumlah tempat pembagian motor itu warga sampai memekikkan yel-yel.

“Siapa presiden kita? Prabowo! Siapa presiden kita? Prabowo! kepada sang ketua umum Partai Gerindra,” seperti yang dilakukan emak-emak saat Prabowo membagikan sepeda motor di Koramil 0912/Lembang, Bandung, Jawa Barat, Jumat (16/6).

Komisi I DPR sekaligus Personil Fraksi PDIP TB Hasanuddin pernah mengkritik langkah Prabowo Subianto yang turun langsung membagikan sepeda motor kepada bintara pembina desa di seluruh Indonesia. Ia menilai hal ini kerap bersinggungan dengan etika komunikasi pejabat publik yang kurang elok.

Hasanuddin menekankan, jika babinsa membutuhkan logistik operasional pengadaannya hanya cukup sampai KSAD. Menhan dinilai tidak perlu cawe-cawe membagikannya karena urusan sepeda motor merupakan urusan kepala staf masing-masing.

Cek Artikel:  Sirekap Menebalkan Karut-Marut Pemilu

Kita harus mengingatkan pucuk pimpinan militer Indonesia untuk berani menarik garis demarkasi yang tegas terhadap para bakal calon presiden, termasuk yang tengah menjabat sebagai menteri pertahanan. Ini penting disuarakan guna menghindari spekulasi menjadi semakin liar.

HUT ke-78 TNI harus menjadi momentum pembuktian sebagai pengawal demokrasi untuk Indonesia Maju. Tanpa keberanian menarik garis demarkasi, slogan tadi hanyalah jargon, pepesan kosong, yang gagah didengar, tapi loyo dalam pengimplementasian.

Mungkin Anda Menyukai